Pengesahan RUU Masyarakat Adat dengan cepat akan mencegah kejadian-kejadian yang mengganggu bangsa kita dedepan. Tanpa proteksi hukum terhadap Masyarakat Adat, perlawanan Masyarakat Adat akan semakin besar. Konflik seperti Laman Kinipan akan terjadi di banyak tempat dan kita akan sibuk mengurus konflik. Demikian inti pendapat Abdon Nababan, Wakil Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) yang mewakili Region Sumatera ketika memberi menanggapi paparan para narasumber dari beberapa kementerian pada sesi pertama “Talkshow RUU Masyarakat Adat” yang diselenggarakan offline secara daring oleh Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, Rabu, 8/9/2020. Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat didukung 30 lembaga dan organisasi masyarakat sipil di Indonesia, antara lain AMAN, WALHI, BRWA, KPA, YLBHI, HuMA, Kalyanamitra, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif, Epistema Institute, Sawit Watch, dan lain-lain. Talkshow ini salah satu upaya Koalisi untuk mendukung pengesahan RUU Masyarakat Adat yang saat ini menunggu pengesahan sebagai RUU Inisiatif DPR. Abdon mengaitkan pendapatnya dengan upaya Pemerintah yang sedang berusaha mempercepat pengesahan RUU Cipta Kerja, untuk mendorong percepatan investasi. Menurutnya, tanpa proteksi hukum terhadap Masyarakat Adat, percepatan investasi tersebut akan membuat Nusantara marak dengan konflik. “Investasi berjalan biasa saja sudah menimbulkan jutaan korban. Apalagi mau dipercepat lagi investasinya dengan RUU Cipta Kerja. Indonesia tidak akan kemana-mana. Kita akan sibuk mengurus konflik, dan pasti perlawanan Masyarakat Adat akan semakin besar, karena mereka tidak tahan lagi dengan situasi ini,” ujar Abdon. Karena itu, menurut Abdon, jalan terbaik adalah mengesahkan RUU Masyarakat Adat secepatnya. Dengan demikian, bukan saja negara hadir di tengah Masyarakat Adat, tapi juga memastikan Masyarakat Adat hadir dalam negara. “Supaya negara bisa hadir sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan Masyarakat Adat,” jelas Abdon. Pada sesi pertama Talkshow tersebut, menghadirkan 3 kementerian, diantaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ATR/BPN, dan Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang juga diundang tidak hadir pada kesempatan tersebut. Para narasumber yang mewakili Kementerian menyampaikan bahwa di instasi pemerintahannya masing-masing memiliki bidang dan program yang berkaitan dengan Masyarakat Adat, tapi mengalami hambatan dalam menjalankan tupoksi karena belum ada kepastian hukum mengenai Masyarakat Adat. Sebagai contoh Kemendagri, yang kesulitan menetapkan Desa Adat sesuai UU Desa No.6/2014, karena belum ada rumusan hukum tentang Masyarakat Adat. Karena itu, semua narasumber dari Kementerian mendukung RUU Masyarakat Adat perlu disahkan secepatnya. “Ternyata, bukan hanya Masyarakat Adat yang sengsara karena UU Masyarakat Adat belum disahkan, juga kementerian-kementerian yang mewakili pemerintah itu sendiri. Tapi masalahnya, dari kementerian-kementerian tersebut tidak ada yang memimpin keluar dari kesengsaraan ini,” ujar Abdon. Abdon pun mendukung kalau Pemerintah menetapkan Kemenpolhukam yang menjadi leading sector dalam RUU Masyarakat Adat, dengan alasan Menkopolhukam Mahfud MD sudah sangat hafal dan memahami substansi Masyarakat Adat. “Beliau kan mantan hakim MK yang ikut memutuskan MK35 pada periodenya,” jelas Abdon. Selain itu, Abdon juga setuju dan mendukung atas pernyataan Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, bahwa dalam RUU Masyarakat perlu ditambah dan diatur pembentukan Komisi Nasional Masyarakat Adat, yang bertugas menjadi simpul dan mengkoordinasikan semua kementerian dan lembaga serta kebijakan terkait Masyarakat Adat. “Di beberapa negara seperti Philipina dan negara-negara latin, Komisi yang sama ini sangat efektif untuk membantu pemerintah dalam mengurusi Masyarakat Adat, juga untuk memastikan tidak ada lagi tumpang tindih aturan”, jelas Abdon. Merespon ketidakhadiran Kementerian LHK pada talkshow tersebut, Abdon pun menyampaikan agar Kementerian tersebut mendukung secara penuh percepatan pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat. “Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan penting untuk mendukung ini, karena lebih dari 75% wilayah daratan Indonesia ini kewenangannya ada di KLHK. Semua urusan ketidakjelasan masalah ini harus diselesaikan melalui pengesahan RUU Masyarakat Adat”, tegas Abdon. * (NRT).