Devi Anggraini: Perempuan Adat Punya Peran Sentral Memastikan Keberlanjutan Hidup Komunitas Adat
26 Agustus 2020 BeritaJamal Bobero Infokom AMAN Maluku Utara
Hari perayaan Kemerdekaan Indonesia yang ke-75, ramai dengan perbincangan soal pakaian adat. Pasalnya, secara berturut-turut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampil mengenakan busana adat dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam upacara 17 Agustus, pakaian adat kedua yang dikenakan Jokowi berasal Mollo, Kabupaten Timor Tenggah Selatan, tempat di mana hidup tiga kelompok besar Masyarakat Adat: Mollo, Amanatun dan Amanuban. Kontrasnya, pada Selasa 18 Agustus, atau sehari setelah Jokowi mengenakan pakian adat itu, Komunitas Adat Besipae, di Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan terpaksa harus mengungsi karena diusir oleh aparat gabungan dari Polisi Brimob dan Pamong Praja, yang atas perintah Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, datang menghancurkan pondok-pondok milik warga yang berada di bilangan Hutan Adat Pubabu. Sekitar 47 kepala keluarga terpaksa mengungsi dan 30 rumah dibongkar paksa. Naasnya, anak-anak dan perempuan mendapat tindakan represif dari aparat yang menyayat hati nurani. Nasib Masyarakat Adat seperti berada dalam labirin ketidakpastian, keberadaan mereka diketahui, simbol-simbol peradaban mereka digunakan, tapi manusia dan tanah kehidupannya dipecundangi oleh pemerintah. Respon keras atas tindakan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN), Devi Anggraini, saat menjadi pembicara di Seminar Seri #2 bertajuk “Dinamika Kebangsaan dan Masa Depan Gerakan Masyarakat Adat”, yang digelar secara daring oleh AMAN, pada Kamis, 20 Agustus 2020. Seminar daring (online) ini merupakan rangkaian Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMAN VI yang akan dihelat pada 17 November nanti. Devi menyayangkan, pakaian adat hanya dinikmati sebatas penanda saja dan selanjutnya dikomodifikasi sebagai nilai jual ekonomi semata, tetapi mengabaikan hal subtantif yang berada di balik pakaian adat. Menurut Devi, seharusnya orang-orang atau pemerintah sendiri tidak hanya melihat pakaian adat sebatas sebuah simbol, melainkan dapat memahami proses panjang dari lahirnya identitas kebudayaan dari sebuah Masyarakat Adat. “Di balik selembar kain itu sesungguhnya ada banyak tahapan yang menunjukkan bagaimana peradaban dibangun oleh komunitas-komunitas adat,” ungkap Devi di awal diskusi. Secara khusus, Devi menegaskan akan peran penting Perempuan Adat dalam melahirkan identitas kebudayaan mereka melalui pakaian adat tersebut dan juga relasi pentingnya dengan wilayah adat mereka. Nilai-nilai pengetahuan yang termaktub di dalam baju adat, dilahirkan oleh Perempuan Adat secara sadar dan berakar kuat dengan wilayah adat mereka. “Saya ingin mengajak kawan-kawan untuk melihat melalui cara pandangnya Perempuan Adat itu, ya, kalau kita lihat misalnya dari selembar kain, di situ terdapat proses panjang tentang bagaimana mereka memproduksinya, bagaimana mereka bersentuhan dengan wilayah adatnya, dan bagaimana mereka mengambil bahan baku yang tersedia di wilayah adatnya,” terang Devi dalam diskusi. Selain persoalan sandang, aspek lain yang disampaikan oleh Devi akan pentingnya peran perempuan dengan wilayah adat adalah kerja-kerja mereka dalam mmemanfaatkan sumber alamnya untuk kebutuhan pangan keluarga dan membangun kemandirian ekonomi dengan cara memanfaatkan sumber-sumber yang ada di wilayah adat mereka. “Mereka sebenarnya sedang mempraktekkan secara langsung bagaimana mengelola, memanfaatkan dan hidup dari alam yang ada di sekitarnya. Itu adalah tindakan tindakan politik, di mana mereka melahirkan keputusan keputusan penting tentang hidup sehari-hari, bertani, memilih benih, kemudian bagaimana memastikan keluarga mendapatkan suplai makanan yang cukup. Itu merupakan kontribusi yang besar pada kampung dan komunitasnya,” ucap Devi. Hal tersebut menurut Ketua Umum PEREMPUAN AMAN itu, dilihat sebagai aspek penting yang perlu direfleksikan oleh setiap orang, terkait peran sentral Perempuan Adat dalam memastikan keberlanjutan hidup komunitas dan lingkungannya.