aman.or.id - Konflik wilayah adat yang dihadapi Masyarakat Adat Pubabu masih terus berlanjut hingga kini. Pada tanggal 16 Oktober 2020 kemarin, rombongan Kapolda NTT datang bertemu dengan Masyarakat Adat Pubabu di lokasi (tenda) Kediaman mereka yang digusur secara paksa oleh Pemerintah Daerah setempat. Tujuan kedatangan Kapolda NTT beserta rombongan untuk memberikan jaminan keamanan bagi Masyarakat Adat Pubabu, agar tidak terjadi konflik horizontal antara kelompok Masyarakat yang berkepanjangan. Pertemuan tersebut dimulai sekitar pukul 10:00 - 12.00 WITA. Rombongan Kapolda NTT menuju Lopo (tempat pertemuan), sebagian Masyarakat Adat menuju kediaman Bapak Yonatan Selan (salah seorang tokoh adat korban penggusuran) dan sebagian Masyarakat Adat lainnya tetap bertahan di lokasi/ tenda untuk mengumpulkan barang-barang yang tercecer akibat pembongkaran yang dilakukan oleh aparat dan para preman yang dimobilisasi pada tanggal 15 Oktober lalu. Beberapa saat setelah rombongan Kapolda NTT balik dari pertemuan bersama Masyarakat Adat Pubabu tersebut, tiba-tiba para perempuan adat setempat didatangi dan diserang oleh Ibu-ibu dari Desa Pollo (desa tetangga). Dari kronologi yang didapat di lapangan, bukan hanya pemukulan yg terjadi, tapi juga dilakukan pembakaran rumah milik Masyarakat Adat Pubabu, salah satunya atas nama Frans Sae. Pembakaran tersebut dilakukan setelah Masyarakat Adat Pubabu diusir dan dipukul mundur dari lokasi tempat tinggal mereka. Ketika seluruh warga Masyarakat Adat Pubabu lainnya kembali ke lokasi, rumah Frans Sae sudah rata dengan tanah. Dampak dari pembakaran tersebut telah merusak dan menghanguskan beberapa barang dan dokumen penting di dalam rumah milik Frans Sae, diantaranya: Peralatan Bengkel, Kompresor, KTP istri, SIM kendaraan, Perabotan rumah tangga, Uang Tunai (7 juta dari koperasi, pinjaman BRI 10 Juta, tabungan pribadi 1 juta, uang angsuran motor untuk 2 bulan sebesar 1,5juta serta 3 unit speaker active, Amplifier dan stabilizer voltage. Dari situasi yang terjadi, kini Frans Sae beserta istrinya dan anak-anaknya hanya memiliki dan menggunakan pakaian di badan. Selain Frans Sae beserta keluarga yang mendapatkan kriminalisasi, juga beberapa warga Masyarakat Adat lainny yang mendapatkan perlakuan kekerasan. Dintaranya: Maria Sae (dipukul dan ditendang), Anida Manisa (ibu hamil 8 bulan yang dipukul dan ditarik), Yori Seu (ditarik dari bangku kemudian dipukul dan di injak), serta Ribka Banamtuan (dipukul). Sumber: Frans Sae & Daud Selan/warga Masyarakat Adat Pubabu, Desa Besipae, Soe - NTT Infokom PB AMAN