Oleh Apriadi Gunawan

“Sebelum TNI AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut) masuk ke Marafenfen, institusi TNI tersebut janjikan kesejahteraan bagi Masyarakat Adat. Tapi, faktanya tidak seperti yang dijanjikan.”

Ungkapan itu disampaikan oleh Rosina Gaelagoy saat didapuk sebagai pembicara dalam diskusi bertajuk “Mendengar Suara dari Aru” pada Selasa (16/11/2021). Diskusi yang berlangsung secara daring tersebut didukung berbagai aliansi, di antaranya AMAN, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Forest Watch Indonesia (FWI).

Perempuan yang akrab disapa dengan Mama Rosina itu, merupakan tokoh perempuan ada dari Masyarakat Adat Marafenfen, Kepulauan Aru, Maluku. Dia sedih melihat kondisi Marafenfen saat ini. Menurutnya, kehidupan Masyarakat Adat Marafenfen sekarang sangat memprihatinkan, terutama sejak TNI AL masuk ke wilayah adatnya.

“Saat ini, Masyarakat Adat Marafenfen hidup apa adanya,” tutur Mama Rosina saat menceritakan kondisi Masyarakat Adat Marafenfen pasca-masuknya TNI AL.

Mama Rosina menyatakan kondisi yang terjadi di Marafenfen, sangat kontras dibanding beberapa tahun lalu. Ia menggambarkan bahwa sebelumnya kehidupan Masyarakat Adat sejahtera. Namun, ketika TNI AL masuk ke wilayah adatnya, semua berubah.

Mama Rosina masih ingat TNI AL pernah berjanji akan membuat Masyarakat Adat Marafenfen sejahtera. Namun, hal itu tidak pernah terwujud hingga kini. Menurutnya, TNI AL telah ingkar janji.

“TNI AL janjikan kesejahteraan bagi Masyarakat Adat Marafenfen. Kenyataannya, kini kami menderita,” tandasnya.

Mama Rosina menerangkan bahwa banyak sumber penghidupan Masyarakat Adat Marafenfen yang hilang sejak masuknya TNI AL pada 1991. Ia mencontohkan situasi tersebut dengan semakin hilangnya rusa dan burung yang biasanya banyak ditemukan di Marafenfen.

“Sudah habis diambil TNI AL,” katanya menyinggung tentang fauna-fauna endemik di sana.

Semuel Walleruny, kuasa hukum Masyarakat Adat Marafenfen, membenarkan apa yang diutarakan Mama Rosina. Sejak TNI AL masuk ke Marafenfen tahun 1991, aneka satwa kian terancam, bahkan banyak yang punah. Semuel menyebut salah satu satwa yang telah punah karena sering diburu itu, adalah rusa. Menurutnya, perburuan rusa oleh anggota TNI AL di Marafenfen, dilakukan terus menerus sejak 2007 hingga 2010.

Semuel mengatakan, perburuan liar yang dilakukan anggota TNI AL menjadi salah satu poin penting yang dipermasalahkan, disamping objek sengketa yang hendak dibangun lapangan terbang, gedung perkantoran, dan perumahan.

“Itu nyata semuanya, terbukti di pengadilan,” papar Semuel yang turut menjadi pembicara dalam acara diskusi.

Semuel menambahkan kalau masih banyak hal penting lain yang membuktikan bahwa TNI AL telah melakukan perampasan wilayah adat Marafenfen secara paksa. Semuel mencontohkan anak-anak yang dilibatkan dalam musyawarah untuk pelepasan wilayah adat. Kemudian, ada juga dari mereka yang bukan Masyarakat Adat Marafenfen, dilibatkan dalam musyawarah untuk melepaskan wilayah adat.

“Ini tidak bisa. Ini namanya musyawarah fiktif. Ini administrasi tipu-tipu yang dilakukan TNI AL. Ini perampasan yang dilakukan dengan cara penipuan,” ungkap Semuel dengan nada geram.

Ilham Poetra Marjan, salah seorang pembicara lain, menyatakan kehadiran TNI AL di Marafenfen telah jadi sumber ancaman. Ilham menegaskan bahwa apa yang dilakukan TNI AL selama berada di Marafenfen, yaitu berburu rusa setiap hari dengan menggunakan truk, adalah fakta yang tak terbantahkan. Menurutnya, hal itu bertolak belakang dengan tugas TNI AL yang seharusnya turut menjaga keamanan.  

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan bahwa apa yang terjadi di Marafenfen saat ini merupakan wajah dari seluruh persoalan besar Masyarakat Adat di negeri ini. Ia menambahkan dengan bilang, itu bisa terjadi karena pengakuan terhadap Masyarakat Adat masih terhenti di konstitusi UUD 1945.

“Belum ada undang-undang khusus tentang Masyarakat Adat. Sebelumnya, lahir undang-undang sektoral yang dijadikan alasan untuk perampasan wilayah adat. Semua perampasan wilayah adat dilegitimasi oleh undang-undang sektoral. Ini persoalan besar bangsa ini,” tandas Rukka.

Rukka menyatakan, Masyarakat Adat Marafenfen tidak sendirian dalam berjuang melawan ketidakadilan atas kesewenang-wenangan TNI AL dalam merampas wilayah adat Marafenfen.

“Masyarakat Adat Marafenfen tidak sendirian. #SaveAru jadi perlawanan kita bersama,” katanya.  

Tag : Masyarakat Adat Marafenfen TNI AL Save Aru