Oleh Fransiska Riski Varini

Sejumlah perwakilan Masyarakat Adat dari Kecamatan Subah, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar), melakukan dialog bersama Tenaga Ahli Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Sahat M. Lumbanraja pada 14 Juni 2022 siang. Para perwakilan Masyarakat Adat didampingi oleh AMAN Kalbar, AMAN Bengkayang, AMAN Sambas, Lembaga Bentang Alam Hijau (LemBAH), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Angsana, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalbar, dan WALHI Seknas.

Dalam pertemuan tersebut, Masyarakat Adat dan para pendamping dari berbagai lembaga itu menyampaikan empat poin penting terkait masalah yang dihadapi kepada Sahat M. Lumbanraja. Empat poin tersebut mencakup masalah transmigrasi baru; Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, termasuk PT Putra Lirik Domas, PT Mitra Abadi Mas Sejahtera, dan PT Mitra Inti Sejati Plantations II; Kota Terpadu Mandiri (KTM); dan rencana pertambangan di Kecamatan Subah.

Pada dialog yang dibuka oleh Ketua Delegasi Niko Ale, Sahat mendengar dengan seksama poin-poin yang dibacakan oleh Norman Djiwan selaku perwakilan Masyarakat Adat. Selain itu, Djoni, Muhammad Hafidz, Lipung, dan Hendra Laban juga turut angkat bicara.

Hal-hal yang dibahas di dalam dialog tersebut, antara lain:

  1. mendorong penyelesaian masalah KTM Subah dengan memfasilitasi proses pengembalian tanah tapak KTM seluas 300 hektar kepada masyarakat;
  2. memantau upaya pemulihan dan pemenuhan hak warga transmigrasi yang belum mendapat lahan;
  3. mendorong dan memantau kementerian dan instansi pemerintah terkait dalam kaji ulang rencana transmigrasi baru, khususnya di Kecamatan Subah;
  4. mendorong kementerian dan instansi pemerintah terkait untuk mengkaji ulang HGU dan legalitas PT Mitra Inti Sejati Plantations II, PT Mitra Abadi Mas Sejahtera, dan PT Putra Lirik Domas;
  5. mendorong dan memantau sinergi dan kolaborasi kementerian dan instansi pemerintah terkait dalam mendorong penyelesaian konflik agraria terkait KTM Subah, HGU sawit, dan pertambangan;
  6. memastikan adanya sinergi dan kerja sama kementerian dan instansi pemerintah terkait, khususnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memastikan dilaksanakannya butir-butir aspirasi dan tuntutan ini; dan
  7. memastikan semua pihak agar menghentikan kriminalisasi terhadap petani, Masyarakat Adat, serta pejuang lingkungan dan HAM oleh aparat keamanan negara dan swasta.

KTM Subah mulai dibangun tahun 2009. Berdasarkan rencana, KTM Subah seharusnya menjadi kota mandiri dengan berbagai sarana publik, seperti rumah sakit, jalan, dan lainnya, termasuk sarana pendukung bagi warga transmigran.

Sementara itu, Masyarakat Adat Bakati sudah sukarela menyerahkan lahan adat seluas 300 hektar untuk KTM Subah. Namun, sejak 2010, pembangunan KTM Subah terhenti. Kondisi KTM Subah saat ini hanya berupa gerbang, tugu, jalan dua arah, dan satu kantor untuk operasi yang sekarang ikut terbengkalai.

Dalam dialog itu, Masyarakat Adat berharap agar segala permasalahan yang sudah diutarakan, dapat cepat teratasi dan pihak instansi terkait bisa ikut andil dalam membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Masyarakat Adat juga meminta agar KSP bisa mengawasi instansi terkait agar mereka lekas menghentikan dan menyelesaikan permasalahan di Kecamatan Subah.

***

Penulis adalah pemuda adat dari Komunitas Masyarakat Adat Dayak Bakati’ Subah sekaligus jurnalis rakyat dari Kalbar.

Writer : Fransiska Riski Varini | Kalimantan Barat
Tag : HGU KTM Subah Subah Sahat M. Lumbanraja