Oleh Muhammad Hajazi dan Maruli Tua Simanjuntak

Komunitas Masyarakat Adat Montong Baan di Desa Montong Baan, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), bersemangat untuk menghadiri Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI pada 24-30 Oktober 2022 di Papua. Masyarakat Adat berjibaku mengumpulkan uang secara swadaya untuk pembiayaan menjadi peserta KMAN VI.

Komunitas Montong Baan merupakan anggota komunitas Masyarakat Adat dari AMAN Lombok Timur dan para perempuan adat di sana telah memiliki wilayah pengorganisasian PEREMPUAN AMAN dengan nama Pengurus Harian Komunitas (PHKom) Montong Baan.

Dewi Kustina, Ketua PHKom Montong Baan, mengatakan bahwa ada animo yang besar dari para pengurus organisasi maupun Masyarakat Adat yang ingin berangkat ke Papua untuk mengikuti KMAN VI. Masyarakat Adat rela menyisihkan uang maupun menabung. Salah satunya adalah kegiatan penggalangan dana yang dilakukan kelompok-kelompok perempuan adat dari komunitas Masyarakat Adat Montong Baan melalui penjualan produk rumahan berupa rengginang.

“Uang yang terkumpul sudah mencapai Rp1,5 juta. Semoga bisa bertambah terus supaya bisa mengikuti KMAN VI,” kata Dewi Kustina pada Rabu (5/7/2022).

Proses pembuatan rengginang oleh kelompok perempuan adat di Komunitas Masyarakat Adat Montong Baan. Sumber foto: Dokumentasi AMAN.

Dewi menjelaskan bahwa uang yang dikumpulkan itu akan digunakan untuk memberangkatkan para pengurus organisasi maupun perwakilan dari Komunitas Montong Baan menghadiri KMAN VI. Ia punya harapan besar dari kegiatan tersebut.

“Kami optimis bisa berangkat dari uang hasil tabungan,” katanya.

Dewi menerangkan bahwa ide menabung itu berawal ketika warga Masyarakat Adat Montong Baan mendapatkan dukungan melalui Program Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat dari PB AMAN. Dari situ, para pengurus organisasi sayap PEREMPUAN AMAN di tingkat komunitas Masyarakat Adat di sana pun langsung berinisiatif menggunakan sebagian dana untuk tambahan modal usaha.

Dewi menyebut bahwa Masyarakat Adat Monton Baan memiliki usaha pembuatan rengginang dan jamu. Usaha tersebut sudah berjalan beberapa tahun. Ia bersyukur dengan adanya dukungan program tersebut, usaha yang dijalankan oleh komunitas Masyarakat Adat bisa bertambah maju. Keuntungan pun perlahan merangkak naik.

“Untungnya, ada (keuntungan dari penjualan produk), tapi tidak banyak. Itu yang kami tabung untuk biaya berangkat ke KMAN VI,” ujarnya.

Selain menabung dari hasil keuntungan usaha yang dikelola para perempuan adat, Dewi juga mengajak seluruh Masyarakat Adat yang ada di komunitasnya untuk menyisihkan keuntungan dari hasil usaha yang dijalankan masing-masing. Masyarakat Adat Montong Baan selama ini hidup dari hasil pertanian dan perkebunan.

Rosa’adah, seorang perempuan adat setempat yang juga berperan sebagai bendahara organisasi, menyatakan bahwa hampir 50 persen petani yang menanam beras ketan di wilayah adat. Potensi itu yang kemudian dimanfaatkan dengan memilih rengginang sebagai produk usaha yang dijalankan Komunitas Masyarakat Adat Montong Baan.

“Potensi ini ternyata bernilai ekonomi. Prospeknya lumayan untuk dijadikan usaha,” katanya.

Perempuan adat yang akrab dipanggil Rosa itu menerangkan bahwa awalnya, mereka memproduksi beberapa jenis produk rumahan, yaitu keripik, kopi, dan jamu. Namun, itu kurang memiliki prospek. Akhirnya, para perempuan adat mencoba mengembangkan rengginang yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Rosa mengaku kalau keuntungan dari menjual rengginang lebih besar dibanding produk rumahan lain. Ia optimis keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan rengginang bisa ditabung untuk membiayai minimal satu orang perwakilan dari Komunitas Masyarakat Montong Baan untuk pergi menjadi peserta KMAN VI di Papua.

“Kami optimis bisa lebih banyak mengirim perwakilan untuk mengikuti KMAN VI,” ucapnya dengan penuh semangat. “Semoga dalam tiga bulan ke depan, tabungan kami bisa terkumpul lebih banyak supaya orang yang berangkat juga banyak.

Sementara itu, upaya untuk memberangkatkan anggota komunitas ke acara KMAN VI dengan cara menggalang dana secara mandiri juga dilakukan oleh Masyarakat Adat Tano Batak di Sumatera Utara.

Natal Simanjuntak sebagai pimpinan dari Komunitas Masyarakat Adat Natumingka, menyatakan bahwa sejak awal Juni 2022 lalu, Masyarakat Adat di sana sudah melakukan penggalangan dana secara mandiri untuk pembiayaan menghadiri KMAN VI. Natal menyebutkan bahwa sistem pengalangan dana yang dilakukan adalah melalui iuran.

“Kami sudah melakukan dua kali pemungutan iuran dengan nilai per bulannya Rp20.000 per orang,” kata Natal pada Jumat (8/7/2022).

Hotman Siagian dari Komunitas Masyarakat Adat Matio juga menyatakan bahwa mereka siap memberangkatkan beberapa orang dari perwakilan komunitas Masyarakat Adat untuk menghadiri KMAN VI. Ia bilang, biaya keberangkatan telah mulai dikumpulkan dengan cara iuran.

“Dari sekarang, kami sudah mengumpulkan uang untuk berangkat ke KMAN VI dengan cara iuran,” katanya . Selain iuran, pengumpulan dana juga dilakukan dengan memanfaatkan hasil pengelolaan sumber daya alam yang ada di wilayah adat.

***

Penulis adalah Muhammad Hajazi yang merupakan jurnalis rakyat dari Nusa Tenggara Barat dan Maruli Tua Simanjuntak dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Muhammad Hajazi dan Maruli Tua Simanjuntak | NTB dan Tano Batak
Tag : KMAN VI PHKOM Montong Baan Masyarakat Adat Natumingka