Oleh Apriadi Gunawan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) AMAN Rukka Sombolinggi menyatakan bahwa saat ini hak Masyarakat Adat masih tertahan di konstitusi serta belum terwujud dalam undang-undang (UU) holistik yang komprehensif untuk bisa membuat Indonesia melaksanakan mandatnya dalam menghormati, mengakui, melindungi, dan memajukan hak Masyarakat Adat.

Pernyataan itu disampaikan Rukka dalam diskusi publik bertajuk “Pembela Masyarakat Adat Sebagai Human Rights Defenders, Peluang, dan Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Persaudaraan Profesi Advokat Nusantara (Peradi Gerakan) di Joglo Keadilan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Rabu (14/9/2022).

Rukka Sombolinggi juga menyatakan bahwa dalam banyak kasus, perjuangan Masyarakat Adat terhambat oleh paradigma negara yang menilai eksistensi Masyarakat Adat hanya dapat diakui bila telah terbit Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan Masyarakat Adat. Menurutnya, Masyarakat Adat itu sudah hidup secara turun-temurun di wilayah adatnya jauh sebelum negara ini berdiri.

“Kalau negara tidak mengakui Masyarakat Adat serta hak kolektifnya, dengan alasan tidak ada Perda tentang Pengakuan Masyarakat Adat, maka itu adalah paradigma negara yang keliru," tandasnya.

Rukka mengatakan bahwa membela tanah leluhur di negeri ini, masih dianggap perbuatan melawan hukum. Itulah mengapa Masyarakat Adat atau para pemimpin adat kita kerap berhadapan dengan hukum maupun pengadilan, katanya.

“Ini kita sebut kriminalisasi,” ujarnya sembari menambahkan bahwa kita masih kurang pengacara untuk membela Masayarakat Adat yang dikriminalisasi.

Rukka mengingatkan bahwa respect (hormat) terhadap Masyarakat Adat saja tidaklah cukup. Katanya, itu biasanya hanya di atas kertas. Dibutuhkan tindakan aktif untuk memastikan Masyarakat Adat mendapatkan bantuan dalam memastikan berbagai aksi pemajuan hak, termasuk bagi para penegak hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Selain itu, menurut Rukka, perlu berbagai aksi yang menarik, seperti penyuluhan untuk memastikan Masyarakat Adat dapat menikmati haknya dan sejajar dengan rakyat Indonesia lainnya. 

“Protektif dan promotif ini sebenarnya tanggung jawab negara. Mengapa itu tidak dilakukan? Karena yang terjadi adalah berbagai kebijakan yang lahir digunakan sebagai alat hukum untuk menginvasi dan mengusir Masyarakat Adat dari wilayah adat,” ungkapnya.

Rukka menegaskan bahwa realitas itulah yang akan dibela oleh pengacara kita. Di negeri ini, sistem keadilan dibuat untuk terus mengalahkan kita. Ia mencontohkan bagaimana Masyarakat Adat yang membela diri mempertahankan wilayah adatnya, malah disebut kriminal atau melakukan tindakan melawan hukum hanya karena perusahaan punya izin.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Peradi Pergerakan Sugeng Teguh Santoso yang hadir dalam diskusi, menyatakan bahwa macetnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat menunjukkan eksistensi Masyarakat Adat itu seperti ada dan tiada. Padahal, sudah ada jaminan pengakuan dan penghormatan konstitusional melalui Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, itu tidak ditindaklanjuti dalam peraturan operasional dalam bentuk UU.

“Ini terbukti dengan tidak disahkannya RUU tentang Masyarakat Adat yang sudah terparkir puluhan tahun,” kata Sugeng.

Menurutnya, kemacetan itu diakibatkan oleh banyaknya kepentingan korporasi yang terganggu bila RUU disahkan. Itu akan menjadi tantangan bagi pembela hak Masyarakat Adat, terutama PPMAN, katanya.

“Kalian (para pembela hak Masyarakat Adat) diharapkan menjadi advokat pembela hak Masyarakat Adat. Tidak ada hak terwujud begitu saja tanpa perjuangan untuk mewujudkannya,” lanjut Sugeng di acara diskusi yang dirangkai dengan pelaksanaan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) PPMAN Angkatan I.

Turut hadir dalam acara rangkaian PKPA itu, termasuk Asisten Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia D. Y. Witanto dan Komisaris Besar Polisi Veris Septiansyah.

Ketua Umum PPMAN Syamsul Alam Agus mengatakan bahwa tujuan diselenggarakannya PKPA itu adalah untuk memperkuat akses keadilan bagi Masyarakat Adat yang berhadapan dengan hukum.

"PKPA ini diselenggarakan dalam rangka memfasilitasi peningkatan kapasitas kader Masyarakat Adat untuk membela kasus-kasus hukum yang dihadapi oleh Masyarakat Adat,” katanya.

***

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : Masyarakat Adat PPMAN SahkanRUUMasyarakatAdat PKPA