Oleh: Simon Welan

Tadeus Dosen terkejut saat mendengar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ruteng menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Mikael Ane, tokoh adat di Komunitas Adat Gendang Ngkiong, Kecamatan Lambaleda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Tadeus merasa kecewa dengan putusan majelis hakim tersebut. Kepala Kampung di Komunitas Adat Gendang Ngkiong ini menilai putusan hakim tidak adil karena Mikael Ane yang kini berusia 57 tahun tidak bersalah. Mikael berjuang untuk keutuhan wilayah adatnya, bukan merampok atau merampas hak milik orang lain.

“Kenapa Mikael Ane harus dipenjarakan? Dia tidak bersalah, jangan jadikan Masyarakat Adat sebagai korban karena berjuang untuk keutuhan wilayah adatnya sendiri. Ini benar-benar tidak adil,” kata Tadeus usai menghadiri sidang pembacaan vonis Mikael Ane di Pengadilan Negeri Ruteng, Selasa (5/9/2023).

Dalam persidangan ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ruteng menjatuhkan vonis pidana penjara 1 tahun 6 bulan kepada Mikael Ane karena dinilai bersalah. Selain pidana penjara, Mikael juga didenda Rp300 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Menurut Tadeus, vonis majelis hakim terhadap Mikael Ane ini dapat mengancam eksistensi Masyarakat Adat Gendang Ngkiong yang sesungguhnya telah diakui keberadaannya oleh pemerintah sebagai salah satu Komunitas Masyarakat Adat di Kabupaten Manggarai Timur. Tadeus khawatir putusan hakim yang tidak adil ini akan memicu gelombang protes dari Masyarakat Adat Ngkiong yang merasakan ketidakadilan dari hukum positif yang berlaku di negara ini.

“Putusan hakim terhadap Mikael Ane telah melukai Masyarakat Adat Gendang Ngkiong, kami protes,” tandasnya.

Tadeus menambahkan pihaknya tidak akan berhenti berjuang untuk tetap mendukung Mikael Ane sebagai salah satu tokoh Masyarakat Adat yang berani melawan penguasa lalim yang hendak menguasai seluruh maupun sebagian wilayah adat Masyarakat Adat Gendang Ngkiong.

“Kami tetap memegang teguh pada kebenaran karena kebenaran itu adalah hakiki yang telah diwariskan oleh leluhur kami. Oleh karenanya, kami akan tetap berjuang bersama Mikael Ane karena menyangkut harkat dan martabat kami sebagai pemilik tanah ulayat di wilayah adat tersebut,” tegasnya.

Hal senada diungkapkan oleh Fransiskus Nom, salah satu tokoh Masyarakat Adat di Gendang Ngkiong yang turut menyaksikan jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Ruteng.

Menurutnya, putusan yang dijatuhkan hakim terhadap Mikael Ane adalah putusan yang sesat dan merugikan Masyarakat Adat Gendang Ngkiong. Sebab, putusan hakim ini tidak berdasarkan fakta lapangan yang ada, di mana dalam kenyataan sesuai dengan sejarah Masyarakat Adat Gendang Ngkiong lokasi Lokpahar merupakan bagian dari wilayah adat Gendang Ngkiong.

“Kami merasa sangat dirugikan dengan putusan ini. Aneh, kita yang punya tanah, kita yang dipenjarakan. Masyarakat kecil selalu disalahkan. Hukum selalu runcing ke bawah, tumpul ke atas,” paparnya.

Fransiskus berharap Mikael Ane dapat dibebaskan dan kasusnya tidak terulang lagi terhadap Masyarakat Adat lainnya, di mana wilayah adatnya masih diklaim Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng sebagai bagian dari hutan lindung yang berada dibawah pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Timur di Ruteng.

“Hutan itu berada di atas wilayah adat Masyarakat Adat Gendang Ngkiong. Sebaiknya, kembalikan saja ke Masyarakat Adat. Jangan diklaim milik Taman Wisata Alam Ruteng, itu namanya perampasan,” tutur Fransiskus.

Ketua Pemuda Adat Gendang Ngkiong, Ronald juga menyesalkan putusan Pengadilan Negeri Ruteng yang tidak mendasar karena berbeda dengan fakta lapangan yang menunjukkan bukti-bukti lengkap kepemilikan atas tanah Lokpahar.

“Ini putusan yang sangat merugikan Om Mikael Ane,” tandasnya.

Ronald menerangkan bukti sejarah menunjukan kepemilikan atas tanah adalah wilayah adat Masyarakat Adat Gendang Ngkiong. Tapi kemudian, diklaim sebagai tanah milik Taman Wisata Alam Ruteng.

“Apa dasar mereka mengklaim tanah ulayat kami. Masyarakat Adat tahu betul wilayah adatnya sehingga mereka dapat mengolahnya seperti yang telah diwariskan oleh leluhur mereka,” ujarnya.

Hakim Menggunakan Pasal Yang Telah Dicabut
Kuasa Hukum Mikael Ane, Marselinus Suliman menyatakan hakim dalam memutuskan perkara Mikael Ane masih menggunakan pasal-pasal yang telah dicabut. Namun, dalam pandangannya pasal-pasal tersebut masih berlaku dan relevan sehingga argumentasi penasehat hukum dimentahkan.

“Untuk menguji azas legalitas tersebut, kita mengujinya ke tingkat yang lebih tinggi yaitu pengadilan tinggi,” kata Marselinus.

Marselinus menyebut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.5 tahun 2014 telah mengatur bahwa seorang terdakwa lepas dari segala tuntutan apabila ia dikenakan pasal – pasal yang tidak berlaku. Sementara, pasal yang dituduhkan sudah dicabut oleh Pasal 112 UU Kerusakan Hutan yang kemudian juga telah dicabut oleh Perpu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

“Atas dasar ini, demi hukum sewajarnya, Mikael Ane dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana menduduki kawasan hutan secara tidak sah,” pungkasnya.

Mengajukan Banding
Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Syamsul Alam Agus mengatakan vonis pidana penjara terhadap Mikael Ane berpotensi menjadi ancaman serius terhadap eksistensi Masyarakat Adat Gendang Ngkiong dan lainnya di sekitar Taman Wisata Alam Ruteng. Sebab, dari hasil overlay peta kawasan, terlihat irisan antara wilayah taman wisata dengan wilayah adat.

Syamsul juga menilai vonis Mikael Ane dipandang sebagai bentuk pengingkaran amanat UUD 1945, Putusan Mahkamah Konstitusi, dan Persetujuan Indonesia di PBB atas Hak Masyarakat Adat. Karena itu, Syamsul mengatakan mereka akan mengajukan banding sebagai upaya mencari kebenaran material.

“Kami menghormati putusan hakim, namun kami mempunyai hak banding yang diatur oleh Undang-Undang untuk tidak setuju dengan cara pandang dan pertimbangan hakim berdasarkan alat bukti yang kami sampaikan. Sebab, secara substansi dan kontekstual, putusan hakim mengancam ruang hidup Masyarakat Adat sekitar Taman Wisata,” ungkapnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dan pengurus Infokom AMAN Nusa Bunga

Writer : Simon Welan | Nusa Bunga
Tag : Masyarakat Adat Ngkiong Hakim Tidak Adil