Pemerintah Belum Mensahkan RUU Masyarakat Adat, AMAN : Presiden Jokowi Ingkar Janji
19 Agustus 2024 Berita Apriadi GunawanOleh Apriadi Gunawan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkap Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah ingkar janji kepada Masyarakat Adat karena selama 10 tahun kepemimpinannya tidak kunjung mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat hingga masa jabatannya akan berakhir pada bulan Oktober 2024.
Abdon Nababan dari Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menyatakan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah ingkar janji kepada Masyarakat Adat. Abdon menyebut komitmen Jokowi untuk mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat tidak pernah terwujud, sebagaimana yang pernah disampaikannya dalam Nawacita sepuluh tahun lalu saat memimpin negeri ini.
“Masyarakat Adat merasa tertipu dengan janji-janji yang pernah disampaikan Jokowi di awal pemerintahannya,” kata Abdon Nababan.
Pria yang pernah menjadi Sekjen AMAN periode 2007-2017 ini menyatakan sangat kecewa dengan kepemimpinan Joko Widodo selama ini. Ia pun merespon pidato Presiden Joko Widodo dalam Penyampaian Laporan Kinerja Lembaga-Lembaga Negara dan Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan RI.
“Tidak ada satu pun frasa “Masyarakat Adat” dalam pidatonya. Saya kecewa,” tegas Abdon.
Padahal, sebut Abdon, perjumpaan AMAN dengan Presiden Jokowi di tahun 2014 menorehkan 6 janji Nawacita untuk Masyarakat Adat. Saat itu, AMAN dan jaringan pendukung bekerja secara sukarela menggalang suara untuk pemenangan Jokowi-JK.
“Paling sedikit 12 juta suara kami sumbangkan untuk kemenangan Jokowi-JK,” kata Abdon sembari menambahkan setelah kemenangan itu, dirinya mewakili AMAN menerima obor relawan dari dalam satu upacara di Kemayoran.
Sayangnya hingga penghujung kepemimpinannya, sebut Abdon, belum ada legacy baik yang ditinggalkan Presiden Joko Widodo untuk Masyarakat Adat.
“Padahal, 10 tahun lalu, demi meraup suara Masyarakat Adat, Joko Widodo berjanji akan mendukung Masyarakat Adat,” tegasnya.
Menurutnya, selama ini Presiden Joko Widodo hanya umbar janji kepada Masyarakat Adat. Selama 10 tahun berkuasa, tidak ada satu pun janjinya yang dipenuhi.
“Janji tinggal janji. Janji Nawacita hanya tipuan. 10 tahun berkuasa, tak satu pun janjinya dipenuhi,” tuturnya.
Abdon pun menimpali kekesalannya dengan sikap Presiden Joko Widodo yang tidak pernah berterima kasih kepada Masyarakat Adat.
“Jangankan berterimakasih dan minta maaf, bahkan satu kata Masyarakat Adat pun tidak disebutkannya dalam Pidato Kenegaraan RI kemarin,” pungkasnya dengan nada kesal.
AMAN Kecewa Dengan Kepemimpinan Joko Widodo
Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi juga menaruh kecewa dengan kepemimpinan Joko Widodo. Rukka menyebut dalam sepuluh tahun terakhir, politik hukum Masyarakat Adat semakin memburuk. Ia pun mencontohkan penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU Cipta Kerja, KUHP, revisi UU IKN, UU KSDAHE, dan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang agraria dan sumber daya alam mengandung unsur-unsur “penyangkalan” yang kuat terhadap eksistensi Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya.
“Political will pemerintahan sangat rendah,” tandas Rukka.
Dikatakannya, negara masih terus menerus mengedepankan skenario hukum dengan latar kekuasaan yang berwatak merampas dan menindas. Semua itu tercermin dari skenario pengakuan hukum yang rumit, bertingkat-tingkat, sektoral, memisahkan proses pengakuan hak atas wilayah adat dari pengakuan Masyarakat Adat, bahkan mengecualikan wilayah-wilayah adat yang berkonflik dari pengakuan Masyarakat Adat.
Ironinya, pemerintah justru mengklaim telah berhasil membangun negeri ini. Seluruh klaim keberhasilan tersebut, sebagaimana yang dipaparkan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke 79 kemarin, sebut Rukka, dibangun di atas perampasan dan penggusuran wilayah Masyarakat Adat.
Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Syamsul Alam Agus menyatakan berdasarkan data AMAN hingga Mei 2024 menunjukkan bahwa sepanjang rezim pemerintahan Joko Widodo berkuasa, telah terjadi perampasan wilayah adat seluas 11,07 juta hektar, 687 konflik Masyarakat Adat yang mengakibatkan 925 orang dikriminalisasi, serta puluhan diantaranya mengalami luka-luka dan satu orang meninggal dunia.
Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo juga memaparkan pengakuan wilayah adat baru mencapai 16 % dari 30,1 juta hektar peta wilayah adat yang teregistrasi di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Sementara, pengakuan hutan adat baru mencapai 8 % dari 3,4 juta hektar potensi hutan adat dari wilayah adat yang telah ditetapkan pengakuannya oleh Pemerintah Daerah.
“Masih minim pengakuan, padahal potensi hutan adat yang ada di wilayah adat kita cukup luas,” pungkasnya.