Oleh Harry Siswoyo

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu menyesalkan sikap  Pemerintah Provinsi Bengkulu yang lambat mengatasi nasib 4.000 orang  Masyarakat Adat di Pulau Enggano yang sudah tiga bulan tidak mendapatkan layanan transportasi kapal.

AMAN juga menyayangkan kunjungan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka ke Bengkulu baru-baru ini tidak memperhatikan Masyarakat Adat yang terisolir di Pulau Enggano.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Bengkulu Fahmi Arisandi menyatakan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka hanya disuguhi informasi pendangkalan alur pelabuhan Pulau Baai saat berkunjung ke Bengkulu pada Selasa, 27 Mei 2025. Padahal, semestinya yang menjadi perhatian paling mendesak yang perlu disampaikan kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat ini adalah nasib ribuan Masyarakat Adat di Pulau Enggano yang sudah terisolir selama lebih dari tiga bulan.

Dikatakannya, pendangkalan alur pelabuhan Pulau Baai memang perlu diatasi karena berdampak terhadap perekonomian. Namun,  jangan lupa ada ribuan orang juga yang kini masih terisolir di Pulau Enggano.

“Ini yang harusnya jadi perhatian serius pemerintah, bukan cuma soal alur dan alur saja," kata Fahmi pada Rabu, 28 Mei 2025.

Fahmi menyebut peristiwa hilangnya lima orang Masyarakat Adat yang hendak ke Pulau Enggano akibat mesin kapal rusak seharusnya bisa menjadi contoh untuk segera diambil tindakan mengatasi ketiadaan transportasi ke pulau tersebut. Beruntung, kelima orang Masyarakat Adat yang hilang tersebut ditemukan selamat setelah terombang-ambing di lautan selama 30 jam lebih di perairan Pesisir Barat Lampung pada Senin, 25 Mei 2025.

Fahmi mengatakan ketiadaan transportasi ke Pulau Enggano, memaksa sejumlah warga  nekat untuk menyeberangi laut samudera dengan kapal-kapal kecil.

"Mereka harus bertaruh nyawa, menyedihkan sekali. Secara nyata, ini menampilkan ketidakmampuan Pemerintah Provinsi Bengkulu mengatasi transportasi di Pulau Enggano,” tandasnya.

Masyarakat Butuh Kapal Penyeberangan ke Pulau Enggano

Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Enggano Mulyadi Kauno, juga menyayangkan sikap pemerintah yang lamban merespon nasib Masyarakat Adat yang ada di Pulau Enggano. Menurutnya, pengerukan alur pelabuhan Baai memang penting untuk dikerjakan demi kelancaran aktivitas ekonomi di pelabuhan. Namun, imbuhnya, seharusnya tindakan tersebut diiringi  dengan pengadaan kapal transportasi bagi masyarakat yang ingin menyeberang ke Pulau Enggano.

"Kami butuh kapal yang layak dan mampu untuk menyeberang ke Pulau Enggano. Itu saja. Pemerintah Provinsi Bengkulu seharusnya punya sensitifitas soal ini," ujarnya.

Mulyadi menjelaskan di Pulau Enggano kini banyak masyarakat yang mulai memaksa diri menggunakan kapal kecil yang sangat berisiko untuk pergi ke Bengkulu atau sebaliknya. Dikatakannya, pihaknya sempat melarang masyarakat agar tidak melakukan aktivitas yang beresiko tersebut, namun tuntutan kebutuhan ekonomi dan lainnya membuat warga tetap nekat melakukannya.

Mulyadi minta pemerintah untuk segera memperhatikan hal ini, jangan sampai menunggu jatuh korban baru bertindak. 

"Jangan abaikan kami. Sudah terlalu lama kami terkurung di Pulau Enggano," pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Bengkulu

 

Writer : Harry Siswoyo | Bengkulu
Tag : AMAN Bengkulu AMAN Enggano Gibran Rakabuming Raka