Oleh Harry Siswoyo

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Bengkulu mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tegas menyelamatkan nasib 4.000 orang Masyarakat Adat yang terisolir di Pulau Enggano.

Langkah penyelamatan ini perlu segera diambil oleh Presiden Prabowo mengingat  lambatnya upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bengkulu dalam mengatasi keterisoliran Masyarakat Adat di Pulau Enggano yang sudah berlangsung dalam tiga bulan terakhir ini. 

"Kita sedih melihat kondisi masyarakat di Pulau Enggano saat ini. Pemerintah Provinsi Bengkulu terkesan tidak peduli. Presiden Prabowo harus mengambil alih upaya penyelamatan Masyarakat Adat di Pulau Enggano,”kata Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi di hadapan ratusan perwakilan Masyarakat Adat, mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil di Kota Bengkulu belum lama ini.

Enggano Bukan Pulau Kosong

Pulau Enggano adalah pulau terluar di Bengkulu yang berjarak 150 mil laut di Samudera Hindia. Sejak Maret 2025, pulau ini tidak lagi mendapatkan layanan transportasi laut yang membawa penumpang dan barang.

Fahmi menjelaskan permasalahan ini ditengarai oleh pendangkalan alur pelabuhan Pulau Baai di Kota Bengkulu. Pelabuhan ini menjadi dermaga sandar kapal-kapal besar, termasuk kapal yang melayani penumpang dan barang ke Pulau Enggano.

Fahmi menerangkan pendangkalan alur pelabuhan Pulau Baai seharusnya tidak menjadi alasan pemerintah untuk menghentikan layanan transportasi di Pulau Enggano. Keputusan ini, kata Fahmi, sangat membahayakan nasib orang di Pulau Enggano.  Fahmi mencontohkan warga yang membutuhkan layanan medis  pengobatan di rumah sakit rujukan, terpaksa bertahan di rumah mereka akibat tidak adanya layanan transportasi laut ke Pulau Enggano. Sementara, layanan penerbangan sangat terbatas dan berbiaya tinggi.

"Saya tidak terbayang kalau ada bencana besar di Pulau Enggano, apa harus menunggu alur pelabuhan selesai dulu dibangun baru mereka ditangani. Ini yang kami anggap Pemerintah Provinsi Bengkulu abai, tak bisa diandalkan," terangnya.

Fahmi menambahkan padahal, jika hanya terkait pendangkalan alur pelabuhan, permasalahan  ini sudah terjadi berulang kali sejak tahun 2010. Namun nyatanya, tak pernah ada konsep mitigasi serius dari pemerintah di Bengkulu untuk memperhatikan nasib ribuan orang di Pulau Enggano.

"Ingat, Pulau Enggano ini bukan pulau kosong tak berpenghuni. Masyarakat disana perlu bantuan," kata Fahmi.

Aksi solidaritas Enggano di Kota Bengkulu, 5 mei 2025. Dokumentasi AMAN

Siapkan Kapal ke Pulau Enggano

Pimpinan Kepala Suku di Pulau Enggano, Milson Kaitora mengatakan sejak berhentinya aktivitas pelabuhan, belum ada inisiatif dari pemerintah daerah untuk mengupayakan kembali layanan transportasi ke Pulau Enggano. Akibatnya, ribuan ton hasil panen masyarakat tidak bisa dikirim dan membusuk. Masyarakat juga nekat bertaruh nyawa dengan menggunakan kapal kecil untuk berangkat ke Kota Bengkulu dengan waktu tempuh  14 jam lebih.

"Kami minta pemerintah menyiapkan kapal, itu saja. Biar seluruh layanan disini berjalan normal,” pintanya.

Soal pelabuhan dangkal, imbuhnya, pemerintah diminta untuk segera melakukan normalisasi tanpa mengabaikan hak masyarakat untuk mendapatkan layanan transportasi.

Aksi Solidaritas

Ratusan Masyarakat Adat memadati Tugu Simpang Lima di Kota Bengkulu pada Kamis, 5 Juni 2025. Masyarakat Adat yang datang dari berbagai daerah ini memberikan dukungan  solidaritas kepada Masyarakat Adat di Pulau Enggano.

Mereka membuat spanduk raksasa yang bertuliskan “SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN PRABOWO SUBIANTO #ENGGANOBUKANPULAUKOSONG. Spanduk hitam berukuran 10 x 6 meter ini diusung oleh perwakilan mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, perhimpunan petani, seniman di Bengkulu.

Dalam aksinya, mereka menyuarakan solidaritas dan desakan kepada pemerintah untuk segera menangani nasib Masyarakat Adat yang terisolir di Enggano.

"Jangan terlalu banyak klaim bantu ini, bantu itu. Cukup sediakan kapal ke Pulau Enggano. Pemerintah punya akses dan kuasa untuk menyediakannya," kata Wenni, perwakilan Perempuan Adat dari Kutei Lubuk Kembang, Kabupaten Rejang Lebong.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Bengkulu

Writer : Harry Siswoyo | Bengkulu
Tag : Enggano Bukan Pulau Kosong