
Masyarakat Adat di Kalimantan Selatan Tolak Pegunungan Meratus Menjadi Taman Nasional
14 Agustus 2025 Berita AcungOleh Acung
Masyarakat Adat menolak rencana pemerintah menjadikan kawasan pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan menjadi Taman Nasional. Sebab, lebih separuh dari 119.779 hektare yang diusulkan menjadi Taman Nasional merupakan wilayah adat suku Dayak Meratus.
Usulan Taman Nasional ini dikhawatirkan hanya sebagai kedok perampasan ruang hidup Masyarakat Adat, yang berujung terbatasnya akses Masyarakat Adat terhadap sumber daya alam dan terabaikannya sistem pengelolaan hutan adat yang sudah berlangsung ratusan tahun.
Suriani, salah seorang Masyarakat Adat Meratus menyatakan Masyarakat Adat Meratus di Kalimantan Selatan sudah mendiami pegunungan Meratus jauh sebelum Indonesia menjadi sebuah negara seperti sekarang ini. Bagi Masyarakat Adat Meratus, sebutnya, keberadaan hutan sangat vital bagi kehidupan Masyarakat Adat untuk menyimpan obat-obatan dan sumber ekonomi.
Suriani mempertanyakan kemana Masyarakat Adat akan pergi jika wilayah Masyarakat Adat Meratus dijadikan Taman Nasional. Ia juga mempertanyakan bagaimana nasib Masyarakat Adat Meratus di masa depan.
Suriani menambahkan selain mengancam kerusakan hutan, penetapan pegunungan Meratus menjadi Taman Nasional juga akan menghilangkan budaya dan kearifan lokal Masyarakat Adat.
“Kawasan hutan di pegunungan Merartus adalah sumber penghidupan Masyarakat Adat. Jangan dirusak apalagi dijadikan Taman Nasional karena akan menghilangkan budaya dan kearifan lokal,” tegas Anang Suriani pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Perladangan Masyarakat Adat di Pegunungan Meratus. Dokumentasi AMAN
Resolusi Meratus Tolak Taman Nasional
Penolakan pegunungan Meratus menjadi Taman Nasional juga datang dari forum diskusi bertema Taman Nasional Meratus untuk Siapa ? Forum diskusi yang berlangsung pada Rabu, 13 Agustus 2025 di Aula KCF Banjarbaru, Kalimantan Selatan turut dihadiri perwakilan dari Masyarakat Adat Kalimantan Selatan, pegiat lingkungan dan mahasiswa. Forum diskusi melahirkan Resolusi Meratus Tolak Taman Nasional.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Raden Rafiq Wibisono yang didapuk membacakan resolusi menyatakan menolak rencana penetapan Taman Nasional di wilayah Masyarakat Adat Pegunungan Meratus Kalimantan Selatan. Dalam deklarasinya, Raden mendesak Gubernur Kalimantan Selatan dan DPRD Provinsi Kalimantan Selatan untuk segera menarik kembali pengajuan penetapan Taman Nasional Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan.
Ia menyebut usulan Taman Nasioanal Pegunungan Meratus ini sebesar 52,84 persen atau separuh lebih berada di wilayah adat.
“Kami membacanya secara tidak langsung usulan Taman Nasional Meratus ini adalah proyek perampasan ruang hidup Masyarakat Adat di Kalimantan Selatan," kata Raden Rafiq Wibisono.
Ia mengungkap Masyarakat Adat tidak pernah dilibatkan saat mengusulkan Taman Nasional ke Kementerian Kehutanan. Raden Rafiq menambahkan Walhi melihat hal ini sangat beresiko bagi Masyarakat Adat karena dapat terusir dari wilayah adat seperti banyak terjadi pada Taman Nasional lainnya.
Raden mengindikasikan ada ekspansi korporasi dibalik pengusulan pegunungan Meratus menjadi Taman Nasional.
"Pegunungan Meratus sangat kaya sumber daya alam, bukan tidak mungkin usulan Taman Nasional ini ditunggangi oleh kepentingan untuk menguasai Sumber Daya Alam Meratus," ungkapnya.
Suara para tokoh Adat menolak Taman Nasional di Pegunungan Meratus Kecamatan Paramasan di Kabupaten Banjar. Dokumentasi AMAN
AMAN : Taman Nasional Meratus Mengancam Masyarakat Adat
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM, AMAN Muhammad Arman menyatakan rencana penetapan Taman Nasional Meratus secara sepihak merupakan salah-satu wujud pengingkaran hak-hak Masyarakat Adat sebagai pemegang hak terdahulu sebelum terbentuknya entitas negara.
Dikatakannya, negaraisasi wilayah-wilayah adat menjadi kawasan hutan negara tidak hanya berdampak pada tercerabutnya identitas budaya Masyarakat Adat, tetapi juga berakibat pada kemiskinan dan pemiskinan Masyarakat Adat karena kehilangan ruang penghidupannya.
“Hal inilah yang menjadi salah-satu dasar urgensi pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang telah mangkrak 15 tahun lebih di DPR,” tegasnya sembari mendesak DPR dan Presiden Prabowo Subianto segera mengambil tindakan nyata dengan mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Selatan, Rubi, yang turut hadir dalam pembacaan resolusi Meratus tersebut menegaskan Masyarakat Adat yang tersebar di Kalimantan Selatan menolak penetapan kawasan pegunungan Meratus menjadi Taman Nasional.
"Taman Nasional akan mengancam keberadaan Masyarakat Adat. Sejauh ini, Masyarakat Adat dengan kearifan lokalnya mampu melindungi kawasan hutan,” tegasnya.
Rubi menyatakan khawair jika pegunungan Meratus ditetapkan menjadi Taman Nasional maka yang terjadi nanti Masyarakat Adat jadi terusir.
Usulan Dari Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Kehutanan Provinsi baru-baru ini mengusulkan Taman Nasional Meratus ke Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Usulannya mencakup seluas 119.779 hektare, berada dalam kawasan hutan lindung di lima Kabupaten meliputi Kabupaten Balangan (10.539 Ha), Banjar (6.911 Ha), Hulu Sungai Selatan (4.961 Ha), Huluu Sungai Tengah (28.389 Ha) dan Kotabaru (68.979 Ha).
Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, Fatimatuzahra mengatakan Taman Nasional Meratus baru berupa usulan ke Kementerian Kehutanan. Ia menambahkan jika ada penolakan dari masyarakat maka akan dipertimbangkan sebab sampai hari ini belum ada respon kelanjutannya dari Kementerian Kehutanan.
“Jika memang ada penolakan masyarakat maka akan menjadi pertimbangan untuk dikeluarkan dari lokasi yang diusulkan," ungkapnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Kalimantan Selatan