Utusan Masyarakat Adat Nusantara Belajar Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bali
05 Desember 2013 Berita Surti HandayaniKiadan, Plaga – Bali 28 -11- 2013- “Budaya adalah ruh yang membuat bangsa ini eksis hingga sekarang. Budaya itu adalah gambaran sebuah kedaulatan, bangsa yang tidak menghargai kekayaan budayanya adalah bangsa yang tidak memiliki harga diri,” demikian disampaikan Bapak Harry Waluyo, Dirjen Ekonomi Kreatif bidang Media, Disain, Pengetahuan dan Teknologi mewakili Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam sambutannya pada pembukaan Workshop dan Pelatihan “Pengembangan Terpadu Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Berbasis Keragaman Budaya untuk Mewujudkan Peradaban Manusia Indonesia yang Kreatif, Inovatif dan Produktif”di Banjar Kiadan, Desa Adat Plaga, Bali tanggal 28 Nopember 2013 lalu di hadapan perwakilan masyarakat adat dari berbagai pelosok Nusantara. Ekonomi & Budaya Pembangunan berbasis keragaman budaya di Indonesia adalah suatu keharusan dan tentu saja penuh tantangan. Jumlah Masyarakat Adat di Indonesia masih cukup besar, diperkirakan berkisar antara 50 hingga 70-an juta jiwa, umumnya bermukim di wilayah-wilayah yang masih alami. Masyarakat Adat hidup dengan falsafah dan seni budayanya yang unik sekaligus mewarisi nilai-nilai kearifan lokal yakni warisan dari para leluhurnya. Mereka dibekali pengetahuan bagaimana cara menjaga keseimbangan alam agar tetap lestari secara turun-temurun. Masing-masing komunitas adat juga memiliki seni tradisinya yang khas, seperti seni musik, tari, rupa, seni pertunjukan, hingga upacara ritual terhadap alam semesta sebagai tanda syukur pada Sang Maha Pencipta. Untuk menghadapi tantangan itulah maka Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersepakat dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk bekerjasama di masa depan yang diawali dengan kegiatan yang akan berlangsung selama 6 hari ini. Pada kesempatan yang sama Sekjen AMAN Bapak Abdon Nababan dalam sambutannya mengatakan,” setiap masyarakat adat memiliki sistem pengetahuan yang unik, berbeda satu sama lain”. Dia menambahkan bahwa “Indonesia memiliki paling sedikit 1128 suku bangsa yang masing-masing memiliki sistem nilai dan pengetahuan yang khas. Sistem ini merupakan kumpulan dari hak kekayaan intelektual yang terus menerus memproduksi inovasi dan kreatifitas merespon berbagai kebutuhan dan dinamika hidup bersama, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri seluruh warganya maupun memenuhi kebutuhan masyarakat sekitarnya. Masyarakat adat itu dinamis tetapi melalui beragam pranata adat yang mereka warisi dan kembangkan itu mereka mengendalikan perubahan agar tidak merusak diri kehidupan mereka dan lingkungan sekitarnya”. Budaya Berbasis Masyarakat Adat Dia juga menambahkan bahwa Bali adalah contoh nyata pariwisata dan ekonomi kreatif yang berbasis pada masyarakat adat. Untuk belajar dari pengalaman nyata inilah maka kegiatan ini dilakukan di Banjar Kiadan dan Desa Tenganan yang merupakan bagian dari Jaringan Ekowisata Desa (JED) yang difasilitasi pengembangannya selama ini oleh Yayasan Wisnu. Proses belajar selama 6 hari akan difasilitasi dan didampingi terus-menerus oleh Rizaldi Siagian, I Gede Astanjaya dan Mahir Takaka. “Saya ingin suatu saat kekuatan budaya di Bali ini bisa menular ke Tano Batak, ke Toraya, ke Kalimantan, ke Raja Ampat di Papua dan Masyarakat Adat lainnya di seluruh Nusantara. Budaya kita budaya berbagi, the culture of sharing, kebersamaan, berbeda dengan budaya dominan saat ini, the culture of owning, budaya memiliki, individualisme. “Kita harus mengembangkan pariwisata dan industri kreatif sebagai media untuk berbagi kekayaan budaya”, tegas Sekjen AMAN. Para peserta yang berjumlah 19 orang ini diharapkan bisa menyerap hasil lokakarya dan pelatihan ini untuk diterapkan dan dikembangkan di wilayahnya masing-masing. Ada 2253 komunitas masyarakat adat yang bergabung di AMAN dan bisa mendapat manfaat dari program ini secara langsung. Mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif bagi kalangan masyarakat adat merupakan salah satu pilihan terbaik saat ini dan untuk masa depan Indonesia yang lebih aman, adil dan berkelanjutan. Dengan tetap menjaga serta melestarikan budaya, kita tetap bisa membangun ekonomi secara mandiri. *** Surti