NHM Dapat Konsesi, Masyarakat Adat Kehilangan Mata Pencaharian.
10 Desember 2013 Berita Ubaidi Abd. Halim[caption id="attachment_2888" align="alignleft" width="300"] Akibat pencemaran limbah perusahaan[/caption] Malifut 10 Des 2013- Sejak PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) beroperasi, masyarakat mulai kehilangan sumber ekonomi mereka. Perusahan yang berada di wilayah tanah adat Hoana Pagu, Malifut, Halmahera Utara ini terus menebarkan dampak buruk kepada masyarakat adat setempat. Ikan teri yang menjadi primadona, hilang serentak di laut. Hewan buruan mulai jarang didapat, krisis air bersih karena pencemaran pada air sungai yang biasa digunakan warga, hutan adat pun dikuasai perusahaan. PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) yang beroperasi di Malifut, Halmahera Utara ini terus menjarah kekayaan sumberdaya alam terutama emas yang terkandung di wilayah tanah adat Hoana Pagu. Sementara masyarakatnya semakin miskin karena akses mereka terhadap tanah, hutan dan laut terputus. Satu demi satu sumber pendapatan ekonomi masyarakat hilang. Masyarakat kini menjadi penambang batu, sebagian lagi menjadi penambang emas yang dilakukan secara illegal di lokasi perusahan. Alasannya untuk mencari uang buat biaya anak mereka yang sekolah. Tak ada cara lain selain jalan ini yang ditempuh meski dengan resiko tertangkap polisi yang berjaga di Open Pit. Mereka yang melaut harus mengeluarkan uang ratusan ribu setiap kali melaut, sementara ikan hasil tangkapan hanya bisa untuk makan sehari-hari. Kapala Desa Balisosang, Frangkin Namotemo, mengungkapkan sejak NHM hadir, mereka semakin sulit mengambil kerang dan ikan di Sungai Kobok, karena sungai juga ikut tercemar. Bahkan tanaman mereka di sekitar sungai pun tidak lagi produktif. ”Kehidupan kami setiap hari makin susah dengan hadirnya perusahan ini,” kata beliau. Masyarakat adat Pagu semakin kesulitan mengakses sumber-sumber penghidupan mereka. ”Kehadiran perusahan NHM ini banyak mendatangkan masalah, mulai dari ikan teri hilang dari Teluk Kao, sampai hewan buruan seperti rusa dan babi juga semakin sulit didapat. Warga bahkan harus berbulan-bulan masuk hutan baru bisa dapat hewan buruan yang mereka cari”. Ungkap Masri Kepala Biro Advokasi AMAN Malut. Lebih jauh beliau mengungkapkan bahwa sebelum NHM datang masyarakat mudah mendapatkan udang laut dari Teluk Kao. Mereka mengolahnya menjadi terasi lalu dijual untuk tambahan ekonomi. Namun udangpun kini sudah sulit untuk didapat. Warga menjadi semakin miskin bahkan juga kesulitan air bersih. Bagi warga yang berkebun di pinggiran Sungai Kobok sering mengalami gagal panen. Hasil perkebunan mereka tidak lagi seperti dulu. NHM membawa masalah yang serius. Masri mengungkapkan masyarakat adat Pagu kini hidup miskin di atas tumpukan emas. Wilayah mereka kaya emas, tapi justru hidup mereka semakin susah. Kekayaan itu diambil oleh pihak lain lalu menimbulkan masalah yang saat ini dialami masyarakat. Tahun 2016, izin Kontrak Karya NHM akan berakhir. AMAN mendesak pemerintah tidak lagi memberikan izin baru kepada NHM. Perusahan ini harus segera angkat kaki dari Maluku Utara****Ubaidi Abd. Halim*