Release Pers

SEGERA TETAPKAN RANPERDA MASYARAKAT ADAT DI SUMATERA UTARA

DAN TAPANULI UTARA

AMAN SUMUT, AMAN TANO BATAK, PB AMAN, HaRI DAN WALHI SUMUT

Medan, Selasa, 05 Desember 2017, Pimpinan kampung-kampung dan Huta dari Sumatera Timur dan Tapanuli, bersama AMAN Sumut, AMAN Tanoh Batak, PB AMAN, HaRI dan Walhi Sumut, selama 2 hari (4-5 Desember 2017) berkumpul dan berkonsolidasi dalam rangka mendorong percepatan penetapan dan pengakuan, pemulihan dan pemenuhan hak masyarakat adat di Sumatera Utara, Tobasa dan Tapanuli Utara.

“Upaya masyarakat adat dengan lembaga pendukungnya di Sumatera Utara untuk mendorong percepatan penetapan, pengakuan, pemulihan dan pemenuhan hak masyarakat adat ini sudah di mulai sejak tahun 2016 di Tapanuli Utara, Tobasa dan Sumatera Utara. Selama tahun 2017, koalisi menganggap tidak banyak kemajuan yang terjadi terkait pengakuan dan penetapan Ranperda Masyarakat Adat seperti di amanatkan Undang-Undang Dasar 45 yang telah di amandemen”, ucap Wina Khairina dari Hutan Rakyat Institute (HaRI).

Menurut Roganda Simanjuntak, “Ranperda Masyarakat Adat di tetapkan di Tobasa pada 30 November 2017. Namun substansi Perda ini masih jauh dari harapan masyarakat adat di Tobasa. Keberadaan LADN yang akan di bentuk oleh pemerintah, justru menghilangkan eksistensi lembaga-lembaga adat yang sudah ada di tingkat huta dan masih berjalan hingga kini”.

Roganda menambahkan “Sangat disayangkan pula, Perda yang disyahkan di Tobasa ini hanya berbentuk pengaturan saja tidak dengan penetapan masyarakat adat di Tobasa. Untuk itu, penting agar Perda Masyarakat Adat di Tobasa yang sudah di tetapkan ini, agar di tindak lanjuti oleh Bupati Tobasa dengan mengeluarkan Perbup/SK untuk menetapkan masyarakat adat di Tobasa yang sudah bisa membuktkan dirinya sebagai subyek.

“Sedangkan Ranperda masyarakat adat di Tapanuli Utara masih belum masuk ke DPRD Tapanuli Utara hingga kini. Harapannya hingga akhir desember 2017, bisa didesak masuk ke dalam Prolegda 2018 agar bisa di tindah lanjuti di tahun depan proses legislasinya”, ucap Wina Khairina.

Sementara itu di tingkat Sumatera Utara, Harun Noeh mengatakan bahwa “Ranperda masyarakat adat di Sumatera Utara diketok palu di 28 November 2017. Setahun ini tidak banyak progres berarti yang di lakukan oleh BPPD DPRD Sumut. Kelambanan proses di BPPD menyebabkan konsultasi yang terselenggara belum menyentuh persoalan substansi. Apalagi model yang di usulkan koalisi ini adalah model hybrid berupa penetapan dan tata cara pengakuan masyarakat adat”.

Mewakili PB AMAN, Arman Moehammad menyebutkan bahwa “Perda Masyarakat Adat di Sumut akan menjadi salah satu solusi penyelesaian ratusan konflik yang terjadi selama puluhan tahun di masyarakat adat terutama terkait hutan dan tanah adat. Nantinya, Perda Masyarakat Adat sangat penting sebagai salah satu ‘alat’ penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara”.

“Momentum penetapan Perda ini semangatnya adalah memperkuat wewenang dan otoritas daerah dalam otonomi daerah. Tentunya ini bisa di mendorong percepatan pembangunan di daerah bisa lebih baik. Disamping itu, pengakuan masyarakat adat melalui Perda Masyarakat Adat menjadi penting untuk merawat ke Indonesiaan dan multikulturalisme lebih baik lagi, tegas Arman Moehammad.

Karenanya, Fhilia Himasari dari Walhi Sumut mengatakan “Koalisi ini menganggap penting untuk mendesak DPRD dan Pemerintah baik di Sumatera Utara maupun di Tapanuli Utara bisa segera menetapkan dua ranperda ini agar bisa ketok palu di tahun 2018 sebagai bentuk perlindungan dan pemenuhan hak bagi masyarakat adat Sumatera Utara”.

Demikianlah release ini di sampaikan, atas dukungan rekan-rekan media dan masyarakat luas kepada kami masyarakat adat, kami ucapkan terimakasih.

Contak Person

Wina Khairina / 0812 6321136

Writer : Infokom AMAN | Jakarta