Oleh Sucia Lisdamara

“Tanpa terkecuali, semua pihak harus mendukung keberadaan Masyarakat Adat. Lamun rek dilabrak bae karena ku ngalajur nafsu, tinggal tunggu mamalana (jika ingin diterobos saja karena mengikuti nafsu, tinggal tunggu akibatnya), tentu akan dirasakan oleh semua pihak. Dan kami selaku organisasi Masyarakat Adat akan terus memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat,” ujar Ketua Kesatuan Adat Kasepuhan Banten Kidul (SABAKI), Bapak H. Sukanta.

Saat ini, kondisi salah satu leuweung titipan (hutan titipan) Kasepuhan Cicarucub begitu memperihatinkan karena mengalami kerusakan yang disebabkan adanya aktivitas tambang emas milik PT Samudera Banten Jaya (SBJ). Padahal Leuweung Titipan yang berlokasi di Blok Batu Lawang, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten bukan bagian dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT SBJ. Perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran dengan menerobos dan merusak hutan milik Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub, yaitu Leuweung Titipan.

Selain melakukan perusakan terhadap leuweung titipan Kasepuhan Cicarucub, PT SBJ juga telah ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti telah melakukan kerusakan lingkungan. Membuang limbah ke sungai tanpa dikelola terlebih dahulu sehingga menyebabkan pencemaran sungai (dilansir dari https://gakkum.menlhk.go.id/). Hal tersebut tentunya sangat berdampak buruk selain bagi ekosistem Sungai, juga terhadap masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai tersebut, salah satunya Masyarakat Adat Kasepuhan Bayah.

Kasepuhan Cicarucub

Kasepuhan Cicarucub merupakan salah satu kasepuhan yang berada di Banten Kidul. Kasepuhan Cicarucub telah diakui keberadaannya oleh pemerintah Kabupaten Lebak melalui Perda Kab. Lebak Nomor 8 tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan. Kasepuhan Cicarucub juga merupakan anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sejak tahun 1999 sampai sekarang.

Sebagai entitas Masyarakat Adat, Kasepuhan Cicarucub tentunya memiliki ikatan erat dengan tanah dan wilayah adatnya. Adapun pembagian wilayah di Kasepuhan Cicarucub di antaranya ada leuweung tutupan (hutan tutupan), yaitu kawasan hutan yang seluruh sumber dayanya dilindungi dan tidak bisa digunakan kecuali sumber daya airnya saja sebagai sumber pengairan bagi incu putu (generasi penerus).

Leuweung titipan (hutan titipan), yaitu kawasan yang dikeramatkan. Kawasan hutan ini juga tidak boleh diganggu atau dirusak. Leuweung cadangan/cawisan (hutan cadangan), yaitu kawasan hutan yang saat ini tidak boleh diganggu dan dirusak, tetapi suatu saat bisa digunakan sebagai cadangan bagi incu putu. Leuweung garapan (hutan garapan) yaitu kawasan yang bisa digarap dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian, kebun, pemukiman, dan sarana lainnya.  

Ketua SABAKI, Bapak H. Sukanta, mengatakan bahwa hutan adat adalah titipan dari para leluhur untuk Kasepuhan Cicarucub agar dijaga dan dilestarikan keutuhannya. “Kami mohon semua pihak dari mulai unsur pemerintah mulai dari desa sampai dengan pusat, pihak swasta, apatur penegak hukum, serta para pemangku adat untuk mendukung perjuangan Masyarakat Adat. Karena Masyarakat Adat pasti satu paket dengan yang lainnya, mulai dari wilayah adat dan seisinya termasuk hutan adat,” tegasnya.

Mengenai Leuweung Titipan, Ama (sebutan untuk Ketua Adat Kasepuhan Cicarucub) menyampaikan bahwa “wasiatna, lamun urang ngadiukkan tempat wasiat didieu, eta leuweung titipan titip ulah digunasika ku urang kedah dipelihara. Lain kudu dipigusti, tapi kudu dipupusti diurusan dipelihara. Eta kuurang ulah diganggu satungtung suka betah urang cicing didieu” (Wasiatnya, kalau kita tinggal di tempat wasiat ini, itu hutan titipan jangan dipergunakan oleh kita harus dipelihara. Bukan di-Tuhankan, tapi harus dirawat diurus dipelihara. Itu oleh kita jangan diganggu selama kita tinggal di sini).

Pemasangan Plang Kasepuhan Cicarucub. Dokumentasi AMAN

Pemasangan Plang Kawasan Hutan Adat

Kami incu putu terang lamun iyeu leuweung titipan teh kusabab tiap malem senen malem kemis iyeu diceluk didieu. Disebut diceluk teh dikaramatkeun disakralkeun. Komo tiap tutup taun sandi bulan eta disebutkeun. Jadi eta dasarna kami ngaku lamun iyeu leuweung titipan. (Kami generasi penerus tahu jika ini hutan titipan karena setiap malam senin malam kamis ini dicelup di sini. Disebut dicelup itu dikeramatkan disakralkan. Apalagi setiap tutup taun sandi bulan itu disebutkan. Jadi itu dasarnya kami mengklaim kalau ini hutan titipan),” ujar Abah Sutarya selaku Juru Basa Luar Kasepuhan Cicarucub.

Sekalipun telah ada Perda tentang Pengakuan Masyarakat Adat, namun di lapangan perusahaan masih bisa mendapatkan izin usaha pertambangan. Hal ini menunjukan bagaimana tumpeng tindihnya aturan. Padahal pada tahun 2013 Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan No.35/PUU/IX/2012 (Putusan MK35) yang menegaskan Masyarakat Adat sebagai subjek hukum (penyandang hak) atas wilayah adatnya, dan kedua; Menyatakan bahwa Hutan adat adalah milik masyarakat adat yang berada didalam wilayah adatnya.

Salah satu langkah perjuangan Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub dalam mempertahankan wilayah adatnya yaitu dengan melakukan pemasangan plang di kawasan hutan adat Kasepuhan Cicarucub, khususnya di beberapa titik di batas-batas wilayah Leuweung Titipan yang berada di Blok Batu Lawang.

Pemasangan plang tersebut dilaksanakan pada Rabu, 1 Mei 2024, oleh pihak Kasepuhan Cicarucub bersama dengan unsur Kecamatan Cibeber yang diwakili oleh SATPOL PP, BPBD, dan Babinsa. Unsur Pemerintah Desa yang diwakili oleh BPD Warung Banten, dan dari pihak perusahaan yaitu humas dan keamanan.

PJ Ketua PD AMAN Banten Kidul turut menanggapi kegiatan pemasangan plang tersebut, beliau mengapresiasi komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub yang telah berinisiatif memasang plang hutan adat Kasepuhan Cicarucub.

“Ini bentuk keseriusan memelihara hutan titipan dari leluhurnya, dan hal ini juga sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara. Saya juga berharap pada pihak PT SBJ agar menghargai keberadaan Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub yang berdaulat atas pengelolaan sumber daya alam, dan hutan adat yang berada di dalam wilayah Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub,” ungkapnya.

Tujuan dari pemasangan plang tersebut adalah sebagai ciri bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari wilayah adat dan merupakan kawasan Leuweung Titipan Masyarakat Adat Kasepuhan Cicarucub yang tidak boleh diganggu apalagi dirusak.

Henriana Hatra, selaku Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) region Jawa yang diberi mandat oleh Kasepuhan Cicarucub, mengatakan bahwa langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh Kasepuhan Cicarucub adalah mengindentifikasi titik-titik penting yang ada di wilayah adat Kasepuhan Cicarucub untuk mengakselerasi proses pemetaan wilayah adat dan sekaligus pemasangan plang.

Ia juga akan berkoordinasi dengan AMAN dan SABAKI, dengan pemerintah, KLHK, untuk mendorong pemetaan dan pengesahan wilayah adat dan hutan adat. Juga berkoordinasi dengan kasepuhan lain yang berbatasan dengan wilayah adat Kasepuhan Cicarucub.

“Ini menjadi salah satu bukti akibat dari tidak segera disahkannya RUU Masyarakat Adat. Perempasan wilayah adat terjadi akibat ketidaktegasan negara untuk mengakui Masyarakat Adat. Maka kami menuntut kepada pemerintah agar segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat,” katanya.

Selain pemasangan plang kawasan hutan adat, Kasepuhan Cicarucub mengharapkan berbagai pihak untuk mendukung upaya-upaya pengakuan hak-hak Masyarakat Adat melalui pemetaan partisipatif wilayah adat. Karena sejatinya hutan merupakan sumber kehidupan yang perlu dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai kita kehilangan sumber kehidupan kita hanya karena kita abai dalam menjaganya dan membiarkan kerusakan itu terjadi.

Leuweung ruksak, cai beak, manusa balangsak” (hutan rusak, air habis, manusia miskin/sengsara),” tegasnya.