Perayaan Ulang Tahun Sekolah Adat Osing, Momen bagi Siswa Menunjukkan Keterampilan
21 Januari 2025 Berita Zenba Bimbi Galuh Permata, Maskur Hadi, SonyOleh Zenba Bimbi Galuh Permata, Maskur Hadi, Sony
Perayaan Hari Ulang Tahun Sekolah Adat Osing ke 4 di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur sukses menjadi ajang bagi para siswa menunjukkan keterampilan yang diperolehnya selama bersekolah di Pesinauan.
Beragam kegiatan ditampilkan, mulai dari pentas seni hingga workshop. Seluruh kegiatan berlangsung mulai 16 Januari hingga 21 Januari 2025 dikemas dalam satu tema besar : Merawat Tradisi Mewariskan Weluri Gandrung.
Raisa, salah seorang siswa yang telah tiga tahun belajar di Pesinauan mengaku senang bisa ikut dalam rangkaian kegiatan Hari Ulang Tahun Sekolah Adat Osing ke 4. Ia ikut menari di acara pentas seni.
“Senang sekali bisa tampil di acara Hari Ulang Tahun Pesinauan,” katanya dengan wajah sumringah usai tampil di acara pentas seni, Sabtu (18/1/2025) malam.
Raisa menuturkan baru tahu cara menari setelah belajar di Pesinauan Sekolah Adat Osing. Sebagai pemula, anak perempuan berusia 9 tahun ini mengaku awalnya susah belajar menari. Tapi dengan bimbingan para guru, Raisa kini bisa menari.
“Guru yang mengajar baik, saya bisa menari karena bimbingan mereka,” ujarnya.
Ilmiyah, salah seorang siswa Sekolah Adat Osing dari desa Olehsari juga merasa senang karena bisa tampil di acara pentas seni ulang tahun sekolah adatnya. Ilmiyah ikut serta dalam tari Laksmi. Untuk bisa tampil, remaja berusia 17 tahun itu mengaku harus menambah porsi latihan.
“Latihan menarinya biasa seminggu sekali, tapi karena mau tampil menjadi hampir setiap hari sepulang sekolah,” ujarnya yang sudah tiga tahun menjadi siswa di Pesinauan Sekolah Adat Osing.
Ilmiyah mengaku senang menjalani semua proses belajar di Pesinauan Sekolah Adat Osing. Ia berharap ke depan Pesinauan bisa semakin maju, kompak, saling mendukung dan merangkul satu sama lain.
Peraan HUT Pesiauan. Dokumentasi AMAN
Rangkaian Acara HUT Sekolah Adat Osing
Pesinauan Sekolah Adat Osing merupakan Sekolah Adat yang berdiri dibawah naungan Yayasan Pendidikan Masyarakat Adat Nusantara (YPMAN), salah satu Badan Otonom Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Pesinauan Sekolah Adat Osing didirikan pada 21 Januari 2021, saat wabah virus Covid-19 sedang ganas-ganasnya melanda Indonesia dan dunia.
Sekolah Adat Osing kini telah berusia empat tahun. Memiliki 50 siswa dan 19 fasilitator. Dalam rangka memeriahkan ulang tahunnya yang ke 4, Sekolah Adat Osing menggelar serangkaian acara antara lain Nyekar ke Makam Mbah Semi (Gandrung perempuan pertama di Banyuwangi), Ngaturi ke Buyut Cungking, Nyekar ke Makam Buyut Cili (Leluhur Desa Kemiren) dan Nyekar ke Makam Buyut Ketut (Leluhur Desa Olehsari).
Ada juga kegiatan Workshop Mupuh Gandrung, Bazaar Kuliner Tradisional, Pameran Gambar, Arsip, Manuskrip, Buku, dan Memorabilia Gandrung Merentang Masa: Mengingat-Merawat-Mewariskan.
Kemudian, pentas seni Lalare Pesinauan, Anugerah Weluri, dan Gandrung Terop. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan mulai 16 Januari - 20 Januari 2025. Puncak acaranya 21 Januari 2025 dilaksanakan acara syukuran di Pesinauan yang dilanjutkan dengan Ritual Mocoan Lontar Yusup semalam suntuk oleh para pegiat Pesinauan dibantu beberapa pelaku Mocoan Lontar Yusup senior dari Komunitas Masyarakat Adat Osing.
Workshop Mupuh Gandrung
Pesinauan menggelar workshop Mupuh Gandrung disela rangkaian kegiatan ulang tahun Sekolah Adat Osing ke 4. Kegiatan yang berlangsung di Pesinauan pada Sabtu, 18 Januari 2025 ini cukup banyak dihadiri orang.
Sebanyak 50 peserta dari berbagai kalangan Masyarakat Adat, Perempuan Adat, Aparatur Pemerintah, mahasiswa serta budayawan hadir dalam kegiatan workshop. Dua orang seniman Banyuwangi ditunjuk sebagai narasumber yaitu Mak Temu, Maestro Gandrung Banyuwangi dan Mbak Tulandari, seorang gandrung muda yang juga murid dari Mak Temu .
Mupuh Gandrung adalah salah satu proses atau syarat yang harus dilakukan penari Gandrung untuk bisa menjadi Gandrung profesional, Mupuh sendiri merupakan gurah tradisional, yang prosesnya memanfaatkan bahan-bahan yang ada di rumah.
Mak Temu menyebut bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan Mupuh adalah kunyit, daun cabai, wortel, dan bawang putih. Semua bahan dihaluskan lalu diberi air kemudian di teteskan ke dalam hidung,
Mak Temu mengatakan calon Gandrung zaman dulu menggunakan daun pisang sebagai corong dan diberi kapas di dalamnya sebagai saringan. Diakuinya, sakit kepala yang ditimbulkan dari Mupuh ini sangat luar biasa. Namun, para Gandrung yang melakukan Mupuh ini tidak menyesal. Mereka justru merasa lega karena lendir yang ada di hidung dan tenggorokan bisa bersih, sehingga pada saat mereka menyanyi suara mereka lebih terdengar merdu.
"Adung isun bengen kepengen suarane apik yo dipupuh (Kalau saya dulu ingin punya suara bagus, ya melakukan Mupuh),” terang Mak Temu.
Vina, peserta workshop dari Poliwangi menyatakan terkejut ternyata proses menjadi Gandrung sangat rumit dan menyakitkan. Sebelumnya, Vina mengetahui untuk jadi Gandrung cukup bisa menari saja.
“Ternyata rumit dan prosesnya sakit. Tidak seindah gerakannya yang selama ini kita lihat,” ungkapnya.
***
Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Osing, Banyuwangi