Oleh Arnold Prima Burara

Hakim Adat  di Toraya, Sulawesi Selatan mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI untuk segera merevisi UU No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Hukum Pidana yang telah disahkan dan akan berlaku pada 1 Januari 2026 tersebut dinilai menodai harkat dan martabat Masyarakat Adat.

Daniel Palamba, salah seorang hakim adat dari Balusu menyatakan keberadaan KUHP sangat merugikan Masyarakat Adat. Dikatakannya, apabila undang-undang  tersebut sudah berlaku maka pemangku adat akan kehilangan perannya di tengah masyarakat.

Daniel menyebut apa yang sudah diatur dalam KUHP tidak boleh disangsi secara adat. Bagi para pemangku adat, imbuhnya, hal ini akan menghilangkan peran mereka di tengah masyarakat.

“Kalau kita lihat, saat ini tidak ada lagi pelanggaran yang tidak masuk dalam KUHP. Hubungan sedarah juga sudah diatur dalam KUHP. Dalam hukum adat Toraya, hubungan sedarah ini pelanggaran berat, apabila tidak disangsi secara adat pasti kehidupan dalam masayarakat  tidak tentram (tang na porapa’ tallu lolona),” ungkap Daniel usai pertemuan hakim adat  di Rumah AMAN Toraya pada 21 Januari 2025.

Pertemuan hakim adat yang dihadiri perwakilan dari setiap wilayah adat ini difasilitasi oleh AMAN Toraya. Kegiatan ini menindaklanjuti konsolidasi Hakim Adat Nusantara yang dilaksanakan oleh Pengurus Besar AMAN di Jakarta bulan Oktober 2024.   

Daniel mengapresiasi pertemuan hakim adat yang digagas oleh AMAN Toraya. Menurutnya, pertemuan ini sangat penting untuk membahas kedudukan hukum adat di masyarakat. Sebab, ini menyangkut marwah dari adat di Toraya yang berada di dalam hukum adat.  

Selain KUHP, Daniel juga mengkritik rencana hukum adat yang akan diatur melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya, rencana ini bisa membuat kacau karena setiap wilayah adat memiliki hukum adatnya masing-masing.

“Hukum adat diterapkan berdasarkan kebiasaan di masing masing wilayah adat.  Tidak mungkin disamakan,” tegasnya.

Daniel menerangkan para hakim adat di Toraya tidak bisa menerima semua keanehan tersebut, terutama yang ada di KUHP. Untuk itu, para hakim adat beserta Masyarakat  Adat Toraya mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI untuk segera mencabut/merevisi pengaturan “hukum yang hidup” dalam KUHP karena menodai harkat dan martabat Masyarakat Adat. Kemudian, mendesak Presiden dan DPR untuk segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.

“Kita tuntut sebelum diberlakukan pada 1 Januari 2026, KUHP harus direvisi,” tandasnya.

Daniel menyebut ada beberapa pasal KUHP yang perlu direvisi karena dianggap bertentangan dengan pranata adat di setiap daerah dan komunitas Masyarakat  Adat, antara lain pasal 2 yang mengatur tentang tindak pidana adat. Dalam ketentuan umum tentang pasal 2 dikatakan bahwa  yang sudah di atur di dalam KUHP atau yang dipersamakan dalam KUHP, maka yang berlaku adalah KUHP. Hal ini ditentang oleh Masyarakat  Adat.

Daniel berpendapat bahwa sangsi adat bukan semata-mata tentang hukuman, tetapi ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Maka, ketika KUHP berlaku akan menggerus karakter dan marwah dari adat itu sendiri.

Pertemuan Hakim Adat di Rumah AMAN Toraya. Dokumentasi AMAN

Pemerintah Tidak Boleh Intervensi Hukum Adat Melalui Perda 

Ketua Pelaksana Harian AMAN Daerah Toraya Romba Marannu Sombolinggi dalam sambutannya di acara pertemuan hakim adat  mengkritisi rencana pemerintah yang akan mengatur hukum adat dalam Peraturan Daerah (Perda). Romba menerangkan hukum adat merupakan hukum yang hidup di tengah Masyarakat Adat secara dinamis dan fleksibel.  Hukum adat juga mengedepankan norma-norma yang ada dalam Masyarakat  Adat.

Romba menambahkan apabila hukum adat nantinya diatur melalui Peraturan Daerah, maka hukum adat akan bersifat kaku.

“Hukum adat itu didasarkan pada legitimasi, bukan legalitas sehingga langkah pemerintah dalam mengintervensi hukum adat melalui Peraturan Daerah nantinya merupakan suatu hal yang keliru, bisa mengakibatkan hilangnya karakter dan kesakralan hukum adat itu sendiri,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Toraya, Sulawesi Selatan

Writer : Arnold Prima Burara | Toraya, Sulawesi Selatan
Tag : Hakim Adat Toraya Mendesak Presiden DPR Revisi KUHP