Oleh Wulan Andayani Putri

Sebanyak 38 organisasi lintas sektor yang tergabung dalam “Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat” menyerukan percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang sudah satu dekade mangkrak di DPR.

Seruan ini disampaikan menyusul masuknya kembali RUU Masyarakat Adat untuk ketiga kalinya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI pada akhir tahun 2024. Namun, rancangan regulasi yang sudah diinisiasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sejak 16 tahun ini belum juga disahkan.

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menyampaikan masuknya RUU Masyarakat Adat dalam Prolegnas DPR RI bukan tanpa aral. Berbagai hambatan, dari tarik-ulur kepentingan hingga kurangnya komitmen politik, membuat pembahasannya terus tertunda. Padahal, bagi Masyarakat Adat, keberadaan Undang-Undang ini krusial dalam mengatur relasi mereka dengan negara.

Direktur Advokasi AMAN, Arman Moehammad menegaskan bahwa RUU Masyarakat Adat dirancang untuk memperbaiki hubungan antara Masyarakat Adat dan negara yang selama ini lebih banyak berujung pada konflik, terutama terkait sengketa lahan dan eksploitasi sumber daya alam.

"RUU Masyarakat Adat ini hadir untuk menjembatani hubungan Masyarakat Adat dan negara, yang selama ini lebih sering bertemu dalam ruang-ruang konflik. Undang-Undang ini justru hendak membangun kembali jembatan yang putus antara negara dan Masyarakat adat," kata Arman dalam pertemuan dengan Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat di Jakarta pada 13-14 Februari 2025.

Peran Masyarakat Adat dalam Ketahanan Pangan

Arman menyatakan Undang-Undang Masyarakat Adat ini perlu segera disahkan karena memiliki relevansi dalam program swasembada pangan yang digagas pemerintahan Prabowo. Arman menilai bahwa keberhasilan program ini bergantung pada Masyarakat Adat yang memiliki modal besar dalam keragaman pangan lokal.

Ditegaskannya, kehadiran RUU Masyarakat Adat di tengah kehidupan kita sebagai negara kesatuan tidak untuk menghalangi pemberdayaan petani dan investasi. Justru, imbuhnya, pemberdayaan petani jadi bagian penting, meskipun memang bukan melalui skema food estate. Disebutkan, food estate mungkin salah satu jalan bagi bangsa ini untuk menuju swasembada pangan, tapi pada praktiknya selalu mengalami kegagalan dan ini butuh dievaluasi.

“Jadi poin pentingnya, kedaulatan pangan itu justru dengan memperkuat pangan lokal nusantara, dan itu bisa diatur melalui Undang-Undang Masyarakat Adat," ungkap Arman.

Dalam konteks ketenagakerjaan, Arman menjelaskan bahwa pengakuan wilayah adat akan memberikan kepastian ekonomi bagi komunitas adat. Ketika suatu wilayah adat diakui, maka tanah yang diakui itu akan menjamin lapangan kerja bagi masyarakat yang hidup di dalamnya.

“Pengakuan ini pada akhirnya akan berkontribusi pada berbagai sektor karena masyarakat memiliki tanah sebagai ruang hidup, pekerjaan, serta peran dalam ekonomi dan ketahanan pangan nasional," tambahnya.

Dukungan dari Komunitas Keagamaan

Percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat adalah langkah penting dalam memastikan keadilan bagi komunitas adat serta menjaga keseimbangan ekologi. Dukungan dari berbagai sektor, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, aktivis lingkungan dan komunitas keagamaan seperti LAKPESDAM NU dan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) menunjukkan bahwa perjuangan ini bukan hanya milik Masyarakat Adat semata, tetapi merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersama.

Juandi dari PGI menyatakan gereja selama puluhan tahun telah menjadi tempat pengaduan bagi Masyarakat Adat yang mengalami diskriminasi, kriminalisasi, perampasan lahan dan  korban pengrusakan lingkungan.  Dalam konteks ini, Juandi menekankan perlunya segera disahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.

"Percepatan pengesahan UndangUndang Masyarakat Adat ini bukan hanya panggilan iman, tetapi juga kebutuhan jemaat," ujar Juandi sembari mengutip Alkitab :  “Taklukkanlah bumi dan peliharalah itu”.

Juandi menerangkan makna dibalik kutipan Alkitab tersebut bahwa selain kita diperintah untuk “menaklukkan bumi”, kita juga diperintahkan untuk memeliharanya.

“Keselarasan antara nilai ekologis dan spiritual ini memperkuat solidaritas lintas sektor dalam mendorong pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat,” tegasnya.

***

Penulis adalah staf Infokom PB AMAN

Writer : Wulan Andayani Putri | Jakarta
Tag : SahkanRUUMasyarakatAdat