A. Latar Belakang Watak pembangunan selama 5 dekade Rezim pemerintahan yang berkuasa di Indonesia dari Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi sampai sekarang masih mengutamakan eksploitatif dan represif telah mengelimir masyarakat adat dari sumber-sumber kehidupan (tanah dan sumber daya alam) mereka. Tidak hanya itu, masyarakat adat di seluruh nusantara juga kehilangan jati diri mereka dengan dipaksakannya sebuah konsep unifikasi system pemerintahan melalui UU No. 5 tahun 1979 yang meneguhkan sentralisasi, otoritarianisme, regimentasi (penyeragaman), birokratisasi, dan korporatisasi birokrasi sampai di tingkat lokal (komunitas). Dalam penerapannya, UU ini mengakibatkan hancurnya lembaga-lembaga adat, hukum-hukum adat, kebudayaan dan sistem sosial di komunitas-komunitas adat. Orientasi pembangunan yang eksploitatif juga kemudian menyebabkan wilayah-wilayah adat “jatuh” pada penguasaan Negara yang pada tahap pengelolaannya hampir semua diserahkan kepada sektor swasta. Dalam situasi seperti itu, masyarakat adat hanya diposisikan sebagai objek dari pembangunan nasional yang pada gilirannya menyebabkan masyarakat adat menjadi orang asing di tanah leluhur mereka sendiri. Kenyataan-kenyataan inilah yang menyebabkan masyarakat adat kehilangan hak-hak mereka, baik hak-hak ekonomi, social budaya maupun hak sipil dan politik mereka. Meskipun pada saat ini terbuka peluang pada lahirnya kebijakan Negara dalam rangka melakukan reformasi hukum termasuk reformasi hukum yang berkaitan dengan pengelolaan Sumberdaya Alam oleh komunitas Masyarakat Adat, tetapi hal itu belum dapat dilaksanakan secara maksimal mengingat pembatasan-pembatasan masih ada disana-sini, terutama untuk pengelolaan Sumber Daya Alam oleh Kommunitas Adat. Terbukanya peluang bagi komunitas untuk melakukan pengelolaan sumberdaya alam harus disikapi dengan hati-hati mengingat bahwa perlu ada penyiapan yang baik, perlu ada cara pengelolaan yang berbeda dengan pengelolaan konvensional yang selama ini dilakukan oleh sektor industri privat dimana keuntungan hanya menjadi milik segelintir orang dengan dampak yang dirasakan oleh semua anggota komunitas dimana pengelolaan sumberdaya alam tersebut beroperasi. Karena itu perlu ada jalan keluar yang baik untuk mengatasi persoalan tersebut. Sejak berdirinya sampai sekarang, AMAN telah beranggotakan sebanyak 1992 dengan Pengurus Wilayah 20 dan pengurus daerah 74 tersebar di seluruh Nusantara. Diantara komunitas anggota tersebut hampir sebagian besar memiliki potensi sumber daya alam tambang yang luar biasa seperti: Emas dan mineral pengikutnya, Minyak dan Gas, Geotermal, Emas, Batu bara, Timah dan lain-lain. Dari sejumlah anggota itu beberapa di antaranya telah melakukan pertambangan emas diwilayah adatnya, baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Sehingga perlu ada sebuah skema yang baik untuk memnuhi keinginan tersebut, karena itu beberapa kegiatan berupa kajian-kajian, dan diskusi-diskusi terus di lakukan sampai pada akhirnya berkesimpulan bahwa pengelolaan pertambangan emas oleh masyarakat menjadi sebuah keharusan mengingat bahwa banyak keuntungan dari pengelolaan tersebut. Selain keuntungan berupa peningkatan pendapatan, juga keuntungan dalam memperlakukan wilayah adat berdasarkan kearifan masyarakat adat serta kearifan ekologis yang sudah ada. Karena itu pilihan skema Pengelolaan Pertambangan Emas Lestari Berbasis Komunitas (Community Green Gold Mining) menjadi pilihan yang paling baik saat ini. Mengingat bahwa pengelolaan oleh industri pertambangan selama ini belum ada yang berhasil menunjukan manfaat nyata bagi komunitas adat dimana mineral emas dan mineral-mineral pengikutnya (DMP) di ekspolitasi. B. Mengapa harus menambang Emas Masyarakat adat adalah pewaris sekaligus pemilik dari sumber daya alam yang ada di wilayahnya sejak mereka dilahirkan dan menjadi anggota dari komunitas adatnya. Masyarakat adat memproteksi sumberdaya alamnya dengan berbagai aturan adat agar sumber daya alam tersebut tidak cepat habis. Bahkan hukum adat yang ada di masyarakat adat cenderung memprotek sumberdaya alam mereka, dan mereka memilih hidup selaras dengan alam yang tidak perlu mengeksploitasi alamnya secara berlebihan. Masyarakat adat sebagian besar menyadari bahwa kelimpahan sumberdaya alam adalah sebuah berkah. Namun sebagian lagi menganggap sebuah kutukan, yaitu apabila sumber daya alam dikelola dengan sembarangan. Hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada di wilayah adat adalah hak Azazi yang di bawa sejak lahir oleh Masyarakat Adat. Sehingga klaim bahwa Masyarakat adat adalah pemilik dari berbagai sumber daya alam yang ada di wilayahnya, merupakan keyakinan yang kebenarannya tidak dapat di ukur oleh sertifikat tanah atau sejenisnya yang dikeluarkan belakangan setelah sistem hukum negara berlaku. Hak itu merupakan hak bawaan yang di jamin oleh UUD 1945 sejak mereka dilahirkan dan menjadi anggota dari komunitas adatnya. Kemudian dalam perkembangannya negara menegasikan hak bawaan itu, sehingga terjadi berbagai konflik antara pemegang hak bawaan dengan pemegang hak pengelolaan yang diberikan oleh negara terjadi hampir di semua tempat. Seiring perkembangan jaman dan tuntutan kebutuhan, sumber daya alam diperlukan untuk dikelola. Dua pilihan pengelolaan adalah: 1. Pengelolaan secara mandiri oleh masyarakat adat (basis kelompok), yaitu seperti skema Community Gold Minning (Pertambangan Emas Komunitas); 2. Pengelolaan diserahkan pihak lain dalam hal ini swasta atau pemerintah atau lembaga keuangan. Kedua pilihan tersebut sebenarnya bisa dilakukan bila peran negara/pemerintah sebagai regulator bagi kegiatan pertambangan tersebut bisa berjalan dengan benar. Namun kenyataannya, peran pemerintah sejauh ini masih sangat berpihak kepada investor dan cenderung meminggirkan masyarakat adat. Untuk itu, pada masa sekarang ini pilihan terbaik yang harus diwujudkan adalah pilihan pertama. Kedua pilihan tersebut tentu saja tidak akan menghilangkan peran Negara sebagai regulator bagi kegiatan pertambangan tersebut, sehingga bisa dipastikan Negara tidak akan mengalami kerugian dari sisi pendapatan karena kedua kegiatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat umum bagi sebuah kegiatan pertambangan, hanya yang berbeda adalah siapa yang mengelola dan untuk apa keuntungan yang didapat. Tentu saja pendistribusian dan penyebaran menfaat yang lebih luas bagi anggota komunitas adat pemilik wilayah dimana pertambangan tersebut dilakukan menjadi keharusan. Penggunaan manfaat akan di atur sebaik-baiknya sesuai dengan azas pemanfaatan yang maksimal dan berdaya fungsi untuk membangun pondasi kehidupan komunitas bagi generasi dimasa yang akan datang. CGGM juga akan berfungsi dalam menjaga wilayah adat dari kerusakan yang dilakukan oleh para pemburu emas liar yang tidak memperdulikan dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi. Dengan melakukan pertambangan emas, sebenarnya kita sedang menabung/menghemat/melindungi sumber daya alam lainnya. Dengan pengelolaan tambang emas, komunitas cukup memanfaatkan wilayah kecil saja, yaitu wilayah yang memiliki kandungan emas yang cukup tinggi. Sedangkan wilayah lainnya harus di jaga dengan baik untuk generasi yang akan datang. Dengan keuntungan yang cukup dari pertambangan emas, komunitas dapat mengerakan sektor-sektor usaha lainnya sehingga roda ekonomi berjalan dengan baik. Dari keuntungan yang didapat harus dimanfaatkan untuk menunjang keberlanjutan generasi yang akan datang, yaitu melalui bantuan pendidikan yang lebih tinggi bagi kaum muda, jaminan kesehatan, jaminan sosial dan peningkatan mutu prasarana yang ada di komunitas adat tersebut. Emas adalah salah satu komoditi yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga untuk mencukupi kebutuhan biaya masyarakat adat dapat dikalkulasi secara mudah. Peranan pimpinan adat dan para cendekiawan adalah mengusahakan agar pengelolaan emas menjadi pemantik bagi perkembangan sektor lain yang lebih berkelanjutan (renewable), sehingga pada saatnya nanti penambangan emas dapat dihentikan atau diperkecil skalanya. Dengan demikian sumberdaya alam didalam wilayah adat yang merupakan titipan dari generasi yang akan datang dapat terjaga secara baik. C. Apa itu Community Green Gold Mining (CGGM) CGGM adalah Pengelolaan Pertambangan Emas Lestari Berbasis Komunitas. Sebuah usaha pertambangan emas yang dilakukan oleh dan atas nama komunitas adat dengan menerapkan hukum adat, hukum negara dan profesionalisme. CGGM merupakan sebuah jawaban untuk persoalan yang banyak kita temui di komunitas-komunitas adat yang didalam wilayah adatnya terdapat kekayaan mineral berupa emas dan mneral pengikutnya. Sampai saat ini lebih dari 20 komunitas adat anggota AMAN yang mengalami konflik karena pertambangan emas, baik konflik dengan perusahaan, konflik dengan pendatang maupun konflik internal komunitas adat itu sendiri. Dengan melakukan pengelolaan pertambangan emas oleh komunitas sendiri maka, ada beberapa point penting yang didapat oleh komunitas adat itu sendiri:

  1. Terjaganya kedaulatan wilayah adat dan pengelolaan sumber daya alamnya.
  2. Mengamankan dari dampak merusak yang tidak bertanggung jawab oleh pihak luar.
  3. Bisa merencanakan berapa jumlah dan berapa lama pertambangan itu dilakukan demi mencapai cita-cita sejahtera dan keberlanjutan generasi yang akan datang.
  4. Mendapatkan hasil yang nyata secara ekonomi yang harus digunakan untuk kepentingan bersama dalam membangun cita-cita Masyarakat Adat yang Berdaulah, Mandiri dan bermartabat.
  5. Terlindunginya wilayah masyarakat adat dari ancaman invasi pihak luar demi terciptanya kelestarian lingkungan untuk jangka waktu yang lama.
  6. Terbangunnya system pengelolaan pertambangan emas yang menguntungkan semua anggota komunitas adat.
  7. Menunjukkan dan membuktikan bahwa masyarakat adat mampu mengelola sumber daya alamnya sendiri dengan bijaksana dengan tetap menerapkan kaidah-kaidah praktek penambangan yang baik (good mining practise).
D. Pengalaman Pengelolaan Pertambangan Emas oleh Komunitas di Indonesia, belajar dari Kasepuhan Cisitu. Kasus Kasepuhan Cisitu, Banten Kidul, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Dapat menjadi contoh betapa Masyarakat menjadi asing di negerinya sendiri dan hanya menjadi penonton ketika perusahaan tambang masuk ke wilayah adatnya. Meskipun tidak lama tetapi memberikan contoh yang sangat buruk bagi contoh betapa tidak adanya kedaulatan masyarakat adat atas wilayah mereka sendiri, terjadi konflik antar warga adat, terjadinya konflik antara warga adat dengan perusahaan tambang emas, terjadinya penangkapan oleh pihak kepolisian atas nama melindungi aset pertambangan. Tidak hanya disitu, ketidakadaan kedaulatan menyebabkan banyaknya penambang-penambnag illegal dalam jumlah puluhan ribu dari luar masuk kedalam wilayah pertambangan yang menimbulkan kerusakan hutan adat dan hutan lindung, kerusakan lingkungan, konflik antara penambang dari luar dengan masyarakat dan kegiatan premanisme yang meresahkan dan merugikan baik penambang maupun komunitas adat. Pada akhirnya siapa yang kuat, punya modal, dan punya beking yang biasanya aparat penegak hukum, maka dia akan menguasai dan menjadi pengambil manfaat yang paling besar tanpa mematuhi aturan-aturan yang ada. Melihat persoalan itu pada akhirnya timbul kesadaran bahwa pengelolaan yang dilakukan dan diserahkan kepada orang lain tidak membawa kebaikan kepada warga adat sendiri, sehingga inisiatif muncul dari pengalaman untuk mencoba melakukan pengelolaan tambang emas lestari oleh komunitas dengan pertambangan yang memenuhi standar-standar profesionalisme berbasis sistem adat dan dilakukan oleh masyarakat adat sendiri dengan kesepakatan dan tujuan kesejahteraan bagi seluruh warga adat. E. Tujuan jangka panjang Terbangunnya sistem pengelolaan pertambangan emas lestari berbasis komunitas, yaitu pertambangan emas yang mampu membuktikan kedaulatan MA atas sumberdaya alam dan terwujudnya kemandirian ekonomi, sehingga ada jaminan manfaat yang optimal dan adil untuk semua anggota komunitas masyarakat adat serta terlindunginya wilayah adat dari ancaman pihak luar. F. Tujuan Khusus
  1. Terbangunnya model pengelolaan pertambangan emas lestari berbasis komunitas yang mengutungkan semua anggota komunitas adat.
  2. Terbangunnya lembaga Ekonomi Masyarakat Adat sebagai pengelola dan pendistribusi keuntungan dari pengelolaan pertambangan emas
  3. Mengkampanyekan sistem pengelolaan pertambangan emas lestari berbasis komunitas (CGGM).
  4. Melakukan pendataan terhadap wilayah adat anggota AMAN yang mempunyai potensi tambang emas.
  5. Mempersiapkan proses dan peningkatan kapasitas masyarakat adat yang telah memutuskan untuk melakukan pengelolaan potensi tambang emasnya.
  6. Membangun jaringan Masyarakat adat pengelola Pertambangan emas yang lebih luas
G. Hasil yang di harapkan
  1. Adanya pertambangan emas komunitas ramah lingkungan yang legall (versi pemerintah dan masyarakat adat) yang di kelola oleh Masyarakat Adat
  2. Adanya lembaga Ekonomi Masyarakat Adat sebagai badan pendistribusi keuntungan dari pertambangan Emas
  3. Adanya dukungan dari publik dan pemerintah serta berbagai pihak terhadap pertambangan emas komunitas
  4. Adanya kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari Penyiapan Komunitas untuk mengelola pertambangan Emas
  5. Terdokumentasikannya Wilayah potensi pertambangan Emas di Komunitas anggota AMAN
  6. Terbangunnya jaringan Masyarakat Adat pengelola pertambangan emas
H. Kegiatan-kegiatan dalam mewujudkan CGGM
  1. Sosialisasi pengelolaan pertambangan emas lestari berbasis komunitas
  2. Persiapan sosial dan politik di tingkat komunitas (FGD, musyawarah adat, pertemuan tetua adat, komunikasi dengan pemerintah daerah)
  3. Penyiapan kelembagaan Ekonomi Koperasi sebagai wadah untuk mengelola pertambangan Emas komunitas (pendidikan Koperasi, pendidikan hukum terkait Koperasi dan pertambangan, pendidikan management kelembagaan)
  4. Mengurus perijinan untuk pertambangan komunitas
  5. Melakukan pendidikan tentang teknis-teknis pertambangan yang ramah lingkungan (bagaimana membuat lubang, prosedur keselamatan kerja pertambangan, prosedur keselamatan dalam pengolahan emas, membangun akses pasar yang ramah lingkungan)
  6. Melakukan pendidikan untuk reklamasi (bioremediasi, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan serta pengayaan)
  7. Membuat jaringan MA pengelola pertambangan emas lestari berbasis komunitas (membangun asosiasi)
I. OUTPUT Minimal ada 20 Komunitas yang melakukan pengelolaan Pertambangan Emas Lestari oleh Komunitas yang legal menurut Masyarakat adat dan pemerintah dengan skema Community Green Gold Mining yang pengelolaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tata kelola Masyarakata Adat. J. Team Kerja Team kerja yang sudah terbentuk untuk menyusun skema dan menyusun konsep pertambangan Emas Komunitas, terdiri dari orang-orang yang merupakan Ahli Pertambangan, Lawyer, Penggerak masyarakat, Geolog dan Praktisi masyarakat adat.
  1. Gatot (Praktisi Pertambangan)
  2. Khusnul Zaini (Praktisi Hukum/ Lawyer)
  3. Mahir Takaka (Praktisi Masyarakat Adat)
  4. Abdon Nababan (Praktisi Masyarakat Adat)
  5. Taryudi Caklid (Praktisi Masyarakat Adat)
K. Bagaimana Bergabung dalam Program CGGM? Untuk dapat bergabung dan memulai kegiatan CGGM, komunitas harus atau sedang dalam proses prasyarat dibawah ini:
  1. Sudah melakukan pemetaan Wilayah adat
  2. Sudah merencanakan tata kelola wilayah adat
  3. Sudah ada/sedang mengurus SK wilayah adat
  4. Sudah ada atau sedang membentuk Koperasi di komunitas adat
  5. Mengajukan diri dengan mengirim surat kepada AMAN Cq Tim CGGM untuk di asistensi dan di fasilitasi yang di tanda tangani oleh perwakilan-perwakilan dari anggota komunitas minimal 5% dari jumlah anggota komunitas.

Writer : |