Oleh Muhammad Alfath

Masyarakat Adat Kutei Lubuk Kembang di Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu bersuka cita menggelar ritual Kedurei Agung.

Ritual Adat Suku Rejang yang diwariskan secara turun temurun ini merupakan kearifan lokal dari leluhur yang sampai saat ini masih terus dilestarikan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kedurei Agung berasal dari Bahasa Rejang yang terdiri dari dua kata yakni Kedurei dan Agung. Kedurei artinya hajatan, syukuran, dan perjamuan. Sedangkan, Agung berarti besar, luhur, dan mulia.

Baru-baru ini, Pemerintah Desa Lubuk Kembang menggelar Kedurei Agung. Sejumlah tokoh Masyarakat Adat dan pejabat hadir dalam ritual Suku Rejang  tersebut. Mereka mengapresiasi penuh ritual adat ini bisa terselenggara dengan hidmat.

Kepala Desa Lubuk Kembang Alfian menyatakan prosesi ritual adat yang sakral ini dilaksanakan sebagai simbol ungkapan rasa syukur Masyarakat Adat Suku Rejang kepada Sang Pencipta atas segala nikmat yang telah diberikan baik berupa kesehatan, rezeki, tanah yang subur dan hasil panen yang baik. Alfian menuturkan tradisi ini sempat terhenti, namun seiring waktu berjalan ritual ini dilaksanakan setiap tahun sejak dirinya menjadi Kepala Desa.

“Kita berharap ritual Kedurei Agung ini bisa menjadi agenda tahunan Masyarakat Adat Lubuk Kembang,” kata Alfian disela pelaksanaan ritual adat Kedurei Agung di Desa Lubuk Kembang, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejang Lebong belum lama ini.

Alfian menceritakan awal mula ritual Kedurei Agung ini dilaksanakan oleh leluhur mereka karena di masa lampau banyak penyakit (dari air dan udara) yang tidak diketahui obatnya. Jadi, leluhur mereka melakukan ritual itu dengan sesaji yang disiapkan dari berbagai tumbuhan yang ada bersama ayam biring kuning, putih dan hitam.

Selanjutnya, mereka meminta petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dan leluhur untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang menimpa masyarakat.  Setelah sembuh, masyarakat melaksanakan ritual Kedurei Agung sebagai ungkapan terima kasih.

Seiring berjalannya waktu, sebut Alfian, Kedurei Agung juga diselenggarakan sebagai ucapan terima kasih kepada para pemimpin di Kutei Lubuk Kembang atas kepemimpinan mereka terdahulu. Selain itu, ritual ini juga dilaksanakan untuk mempererat  tali silaturahmi dan  sebagai pengingat kepada seluruh masyarakat untuk memperhatikan fakir miskin, lansia, disabilitas dan keluarga keturunan pemimpin. 

Rangkaian Ritual

Pada pelaksanaannya, ritual Kedurei Agung dilakukan selama tiga hari.  Setiap harinya memiliki kegiatan yang berbeda-beda. Diawal ritual, terlebih dahulu dilaksanakan doa. Proses doa dilaksanakan pada malam hari, tepatnya sehabis shalat Isya sehari menjelang pelaksanaan ritual Kedurei Agung. Doa ini melibatkan banyak kaum laki-laki.

Kemudian, di hari kedua dilakukan ritual Kedurei Agung. Biasanya, ritual Kedurei Agung dilaksanakan pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB.  Kedurei Agung dipimpin oleh seorang piawang atau dukun yang dilengkapi bahan tradisi seperti sesaji.

Memasuki hari ketiga, ritual Kedurei Agung dilanjutkan dengan proses Pacung Tebeu yang merupakan proses terakhir dari Kedurei Agung yang dilaksanakan setelah shalat Isya. Masyarakat yang terlibat menggunakan pakaian yang sopan dan pantas. Proses Pacung Tebeu ini pernah dilakukan oleh Rajo Depati Tiang Alam (Bupati Rejang Lebong periode 2021-2024), yang didampingi oleh piawang (dukun).

Harus Dilestarikan

Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Rejang Lebong, Khairul Amin menyambut baik dilaksanakannya ritual Kedurei Agung. Khairul mengharapkan kegiatan ini harus mendapatkan wadahnya melalui Sekolah Adat agar bisa terus dilestarikan.

“Tradisi Masyarakat Adat Suku Rejang ini harus dipertahankan dan dilestarikan kepada generasi muda agar tidak tergerus oleh zaman,” katanya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu