Oleh Apriadi Gunawan

Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mengecam tindak kekerasan yang disertai intimidasi oleh aparat Kepolisian Resor (Polres) Nagekeo terhadap Masyarakat Adat Rendu di Nusa Tenggara Timur (NTT).

PPMAN juga mengecam penangkapan secara paksa terhadap 24 warga Masyarakat Adat Rendu yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Ketua PPMAN Region Bali Nusra John Bala menyampaikan bahwa tindak kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat Polres Nagekeo terhadap Masyarakat Adat Rendu, merupakan tindakan pelanggaran hukum. Ia menambahkan, tindakan Polres Nagekeo juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2006 tentang Hak Asasi Manusia. 

“Keberadaan Masyarakat Adat Rendu telah dilindungi oleh konstitusi sebagaimana mandat dari Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, aparat kepolisian tidak boleh sewenang-wenang melakukan tindak kekerasan terhadap mereka sebab itu (bisa berpotensi pada) pelanggaran hukum dan HAM,” kata John Bala pada Rabu (6/4/2022).

John menuturkan bahwa pihaknya pernah melaporkan aparat Polres Nagekeo ke Propam Mabes Polri terkait tindakan represif yang dilakukan terhadap Masyarakat Adat Rendu pada Desember 2021.  Namun, tidak direspon dan tindakan represif aparat Polres Nagekeo tersebut terulang kembali saat ini.

Sebanyak 24 orang Masyarakat Adat Rendu ditangkap oleh aparat Polres Nagekeo pada Senin (4/4/2022). Penangkapan ini terkait aksi penghadangan yang dilakukan sekelompok Masyarakat Adat Rendu terhadap kelompok masyarakat pro-Waduk Lambo-Mbai yang hendak melakukan ritual.

Penghadangan terjadi di depan rumah adat di Roga-roga. Atas aksi penghadangan itu, polisi menangkap 24 orang Masyarakat Adat Rendu yang terdiri 23 laki-laki dan satu perempuan.

“Saat terjadi proses penangkapan, kawan-kawan dari Masyarakat Adat Rendu dipukul oleh aparat Polres Nagekeo,” ungkap Jhon Bala.

Sedihnya, tindakan represif yang dipertontonkan Polres Nagekeo itu tidak berhenti di situ. Jhon menyebut, usai ditangkap, mereka dijemur.

“Tindakan menjemur Masyarakat Adat, merupakan tindakan yang tidak manusiawi dan tidak mencerminkan (diri sebagai) aparat penegak hukum yang baik,” tandas Jhon Bala.

Jhon mengatakan, seharusnya kepolisian melindungi kepentingan masyarakat, namun pada kasus Waduk Lambo sangat terlihat bahwa Polres Nagekeo justru tunduk dan patuh untuk menjalankan perintah-perintah dari pengusaha, pemilik modal atau perusahaan yang akan membangun Waduk Lambo.  

Pembangunan Waduk Lambo menimbulkan pro dan kontra terhadap Masyarakat Adat yang ada di Rendu. Jhon menduga kondisi itu dimanfaatkan oleh Polres Nagekeo dengan membenturkan pendapat masyarakat yang pro dan kontra terhadap pembangunan Waduk Lambo tersebut.  

“Kita menduga kepolisian sengaja menciptakan skenario ini,” ungkapnya sembari menyatakan PPMAN yang telah mendapatkan kuasa dari Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo untuk mengambil langkah hukum atas sikap dan tindakan Polres Nagekeo yang telah menangkap Masyarakat Adat Rendu.   

Ermelina Singereta selaku Manajer Bidang Advokasi PPMAN mengatakan bahwa pihaknya telah membuatkan laporan atas sikap Polres Nagekeo ke Propam Mabes Polri. Selanjutnya, Propam Mabes Polri telah mendelegasikan laporan PPMAN ke Polda NTT.

Namun sampai saat ini, PPMAN belum mendapatkan respon atas surat perkembangan laporan yang telah dikirimkan ke Propam Polda NTT.

“Ini menunjukkan sikap ketidakpedulian dan tidak profesioalnya aparat kepolisian di Polda NTT,” tandas Ermelina.

Ia menambahkan, atas respon yang lambat itu, PPMAN telah membuatkan laporan ke Kompolnas RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Komnas Perempuan. 

Sementara itu, menyikapi peristiwa penangkapan Masyarakat Adat Rendu pada 4 April 2022, PPMAN akan mengirimkan surat ke Mabes Polri dan juga membuatkan laporan kembali ke Propam Mabes Polri, lembaga negara terkait, dan juga ke Komisi III DPR RI.

“PPMAN akan terus mengawal dan mendampingi Masyarakat Adat Rendu. Kami juga akan mengambil beberapa tindakan hukum lainnya. Hal ini sangat penting untuk tercapainya keadilan bagi Masyarakat Adat yang memiliki hak penuh atas tanah leluhurnya,” ungkap Ermelina.

***

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : PPMAN Polres Nagekeo Masyarakat Adat Rendu