Oleh Maruli Tua Simanjuntak dan Risnan Ambarita

Anita Simanjuntak bersama puluhan perempuan adat dari Masyarakat Adat Sihaporas, sudah berhari-hari  memblokir akses truk pengangkut kayu eukaliptus milik PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Buntu Pangaturan Sihaporas, Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Para perempuan adat yang akrab disapa inang (ibu) itu memimpin perlawanan terhadap TPL dengan mendudukkan diri di garda depan perjuangan.

Anita bersama belasan inang menolak untuk menghentikan aksi blokir jalan sebelum TPL meminta maaf atas sikap arogan karyawan mereka yang bernama Samuel Sinaga.

"Dia (Samuel) harus datang meminta maaf dan melaksanakan sanksi adat yang berlaku di Wilayah Adat Sihaporas," katanya di sela aksi blokir jalan di Buntu Pangaturan Sihaporas pada Minggu (17/7/2022).

Ia menjelaskan bahwa aksi yang dimulai sejak Kamis (14/7/2022), dipicu oleh sikap arogan pekerja TPL kepada Masyarakat Adat Sihaporas. Samuel Sinaga menuduh pemuda adat Sihaporas sebagai pelaku pembakaran hutan dan pemasangan paku di jalan. Dengan pongahnya, Samuel juga mengatakan bahwa tanah adat yang dilindungi dan diperjuangkan oleh Masyarakat Adat Sihaporas, bukanlah tanah leluhur kami. Padahal, lokasi tanah tersebut berada di Wilayah Adat Sihaporas.

Para perempuan adat Sihaporas yang mendengar hal tersebut, tentu tak terima. Mereka marah dan menganggap Samuel Sinaga telah bersikap lancang. Dipimpin oleh Anita Simanjuntak, inang-inang pun melakukan aksi blokir jalan bersama berbagai elemen dari Masyarakat Adat Tano Batak.

Anita meminta TPL beserta seluruh karyawan mereka untuk tidak mengganggu wilayah adat serta menghormati hak Masyarakat Adat Sihaporas.

“Wilayah adat kami jangan diganggu,” tandasnya. “Jika itu dilakukan TPL, maka kami akan terus melakukan perlawanan untuk melindungi tanah warisan leluhur.

Sehari sebelum aksi dilakukan, - di tempat lain secara terpisah - TPL melakukan intimidasi terhadap warga Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan di Desa Pondok Buluh, Kecamatan Panribuan, Kabupaten Simalungun.

Menurut kesaksian warga, petugas keamanan (security) dan humas dari TPL secara tiba-tiba mendatangi Masyarakat Adat yang sedang melakukan kegiatan gotong-royong pada Rabu 13 Juli 2022. Masyarakat Adat di sana juga diminta untuk menghentikan kegiatan yang tengah dilakukan itu.

’’Mereka berusaha menyetop kegiatan kami yang sedang bergotong-royong membersihkan areal di lokasi lahan kedaulatan pangan,” kata Hasudungan Siallagan, seorang tokoh adat dari Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan.

Hasudungan menyatakan, selain minta kegiatan gotong-royong dihentikan, karyawan TPL juga membentak warga yang ada di lokasi. Warga marah karena yang mereka bentak adalah lansia yang dihormati Masyarakat Adat. Secara spontan, warga kemudian mengusir karyawan TPL hingga terjadi aksi kericuhan.

“Orang tua kami dibentak-bentak oleh karyawan TPL, kami tidak terima,” kata Boy Hotler Siallagan, tokoh pemuda adat setempat.

Gagal menghentikan aksi gotong-royong Masyarakat Adat itu, pihak TPL justru menggencarkan aksi lanjutan.

Di hari kedua pada Kamis 14 Juli 2022, karyawan TPL bersama sejumlah aparat kepolisian dari Polsek Dolok Pangribuan dan TNI, kembali mendatangi warga. Mereka mencoba untuk mengintervensi warga.

‘’Kami mendapat laporan dari pihak TPL bahwa di sini ada kegiatan warga yang sedang melakukan gotong-royong, padahal menurut TPL, lahan tersebut merupakan konsesinya,” ujar Kapolsek Dolok Pangribuan.

Humas TPL menawarkan kerja sama kepada warga dengan cara membuat permohonan untuk bercocok tanam di lahan mereka.

Namun, menanggapi hal itu, Sorbatua Siallagan, Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan, membantah bahwa jika lahan yang sedang mereka kerjakan, merupakan lahan konsesi TPL. Menurutnya, lahan itu merupakan wilayah adat mereka. 

Ini wilayah adat kami yang telah ratusan tahun kami tempati. Sampai saat ini, kami tidak pernah terlibat dalam penyerahan tanah ini dengan siapa pun,” ujarnya.

Sorbatua juga menolak dengan tegas tawaran dari TPL. Menurutnya, Masyarakat Adat akan tetap memperjuangkan wilayah adat.

“Kami hanya ingin mengelola tanah adat kami,” ucapnya. Silahkan pergi dari sini dan jangan pernah kembali untuk menghalangi kami bekerja di sini!

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari Tano Batak, Sumatera Utara.

Writer : Maruli Tua Simanjuntak dan Risnan Ambarita | Tano Batak
Tag : Tutup TPL Masyarakat Adat Tano Batak Masyarakat Adat Sihaporas