Oleh Risnan Ambarita

Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Kabupaten Simalungun (Forkopimda Simalungun) siap memfasilitasi penyelesaian konflik yang mendiskreditkan Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas saat menuntut keadilan dalam aksi tutup PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Hal itu disampaikan oleh Forkopimda Simalungun saat menemui para tokoh Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas di Dusun Lumban Ambarita Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Kamis (28/7/2022).

Kapolres Simalungun AKBP Ronald Sipayung, perwakilan Forkopimda

Simalungun, dan para tokoh Masyarakat Adat yang hadir dalam pertemuan, menyatakan senang bisa bertemu. Ronald bahkan mengapresiasi pertemuan dan sambutan hangat yang diberikan. Ia mengatakan bahwa maksud kedatangannya adalah untuk menyerap aspirasi sekaligus memfasilitasi penyelesaian konflik yang berkepanjangan. Menurutnya, konflik yang telah terjadi harus segera diakhiri karena berdampak pada stabilitas perekonomian daerah.

“Saya akan menyampaikan aspirasi Masyarakat Adat Lamtoras kepada bupati dan

secepatnya memberikan konfirmasi agar penyelesaian konflik Masyarakat Adat

Lamtoras Sihaporas dan TPL Sektor Aek Nauli, segera terealisasi,” kata Ronald Sipayung di sela pertemuan dengan Masyarakat Adat Lamtoras.

Sejumlah instansi yang turut mendampingi Kapolres dalam pertemuan itu, antara lain Dandim, BPN, Satpol PP, camat setempat, dan Kapolsek.

Ronald menjelaskan bahwa ada beberapa informasi yang perlu diklarifikasi saat bertemu dengan para tokoh Masyarakat Adat di Sihaporas. Beberapa informasi tersebut, meliputi aksi blokade di wilayah adat, penyanderaan mobil dan karyawan perusahaan TPL, informasi pemasangan ranjau mobil, serta penolakan kegiatan rally yang disampaikan masyarakat melalui surat kepada Ketua IMI.

“Informasi ini perlu kami cek langsung kebenarannya dari masyarakat. Ini penting untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindari kesalahpahaman,” kata Ronald.

Mangitua Ambarita selaku penetua adat, menyambut baik upaya dari Forkopimda

Simalungun yang hendak menyelesaikan konflik Sihaporas. Menurutnya, konflik yang

berkepanjangan itu berawal ketika adanya hinaan dari seorang mitra perusahaan pada Kamis, 14 Juli 2022. Saat itu, dua pemuda adat dari Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas, mengantar bibit pohon menuju Sihaporas (sopo Lamtoras) di lokasi Simaherher. Tiba-tiba, Samuel Sinaga, warga Nagori Dolok Saribu, Kecamatan Dolok Pardamean, - yang kesehariannya bertugas sebagai pengawas alat berat kontraktor TPL - menghentikan mobil pengangkut bibit yang dikendarai pemuda adat tersebut. Lalu, dengan arogan, Samuel Sinaga menuduh pemuda adat itu sebagai pelaku pembakaran hutan pinus dan pemasangan ranjau paku di jalan.

Mangitua menambahkan bahwa yang lebih menyakitkan, Samuel menyatakan bahwa Wilayah Adat Lamtoras itu bukan tanah leluhur mereka.

Atas kejadian tersebut, kedua pemuda adat yang dituduh, menelepon warga. Kemudian, Masyarakat Adat Lamtoras berkumpul di lokasi Buntu Pangaturan Sihaporas dan mulai memblokade jalan yang biasa dilalui kendaraan TPL.

“Aksi blokade jalan dilakukan untuk memaksa supaya Samuel Sinaga hadir ke lokasi dan mempertanggungjawabkan ucapannya,” ujar Mangitua.

Terkait informasi penyanderaan, Mangitua meluruskan kalau yang terjadi sebenarnya adalah pengemudi truk pengangkut kayu itulah yang berusaha menerobos blokade jalan pada Jumat (15/7/2022). Truk tersebut nyaris menabrak warga yang berjaga di lokasi Buntu Pangaturan Sihaporas. Mangitua menerangkan bahwa truk tersangkut di batang kayu karena mengebut, sehingga tidak bisa mengendalikan kendaraannya dan si supir pergi meninggalkan truknya begitu saja.

Menjawab informasi Masyarakat Adat yang menolak aktivitas rally mobil yang

melewati Wilayah Adat Sihaporas pada Agustus 2022, Mangitua menegaskan

bahwa mereka tidak bermaksud menolak program pemerintah.

“Hanya saja, kami meminta sebelum ada pengakuan terhadap Wilayah Adat Sihaporas, kami tidak membenarkan adanya aktivitas pihak mana pun di Wilayah Adat Lamtoras,” tandasnya.

Namun, jika rally tetap berlangsung di Wilayah Adat Lamtoras, kami mendesak

Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk segera mengakui wilayah adat kami.

“Setidaknya, membuat rekomendasi permohonan pencadangan hutan adat di Wilayah Adat Sihaporas,” ujarnya.

***

Penulis adalah jurnalis rakyat dari Tano Batak, Sumatera Utara.

Writer : Risnan Ambarita | Tano Batak
Tag : Tutup TPL Masyarakat Adat Sihaporas Forkopimda Simalungun