Oleh Apriadi Gunawan

Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA) didorong untuk bisa menjadi pilar gerakan ekonomi Masyarakat Adat yang dalam lima tahun ke depan, menjadi “rumah” bagi berbagai usaha maupun produk Masyarakat Adat. Nantinya, BUMMA diharapkan juga bisa membiayai organisasi Masyarakat Adat.

Deputi III Sekjen AMAN Urusan Ekonomi Annas Radin Syarif menyatakan bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, para fasilitator perlu ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya. Kader dan mitra juga harus diperkuat, sehingga BUMMA mampu mengubah skema organisasi ke arah lebih maju untuk mendorong perjuangan Masyarakat Adat.

“Ini penting karena dalam lima tahun terakhir ini, ada masalah dengan kapasitas kader dalam memahami gerakan ekonomi,” kata Annas dalam sambutannya membuka acara konsolidasi BUMMA di Cico Resort Bogor pada 15 Februari 2023.

Annas menyatakan bahwa kita akan mendorong BUMMA untuk peningkatan potensi wilayah adat. BUMMA harus bergerak berdasarkan potensi yang tidak hanya menjadi bagian dari gerakan ekonomi, namun juga menunjukkan eksistensi Masyarakat Adat serta mengkoordinasikan kelompok usahanya. Menurutnya, sejauh ini BUMMA masih belum banyak mengelola potensi yang ada di wilayah adat.

“BUMMA akan menjadi salah satu pilar di organisasi,” ungkapnya. “Konteksnya di kemandirian Masyarakat Adat dan kemandirian organisasi.”

Dalam target lima tahun ke depan, BUMMA diproyeksikan akan menjadi rumah untuk usaha produk Masyarakat Adat yang diharapkan dapat dikenal di level daerah dan nasional.

Ade Purnawirawan dari BUMMA Bima, menyatakan bahwa sejak didirikan tahun 2021, manajemen BUMMA Bima sudah berjalan baik dengan berbasis pada koperasi dan musyawarah. Untuk beberapa produk, seperti madu, kopi, dan kacang mete, sudah memiliki konsumen tetap. Namun, BUMMA masih punya masalah modal.

“Sumber permodalan dari Masyarakat Adat. Namun, tidak semua, hanya yang sudah terdaftar dalam BUMMA saja,” katanya di sela-sela acara.

Ade menyebut bahwa untuk pengembangan BUMMA ke depan, pihaknya telah membangun kerja sama dalam pemasaran dan penjualan. Ia pun berharap kelak ada dukungan peningkatan kapasitas bagi pengelola dan anggota BUMMA.

Sementara itu, Faris dari BUMMA Mudegagi di Desa Mbotutendi, Ende, Nusa Tenggara Timur, menyatakan bahwa wilayah adatnya memiliki potensi ekonomi yang besar, namun belum ada peningkatan selama 12 tahun terakhir ini. Menurutnya, BUMMA harus bekerja keras mengambil dan mengelola peluang yang ada itu.

“Rencana ke depan, (kami) harus kerja sama dengan pemerintah,” ujarnya sembari menyebut kalau anggota BUMMA yang telah diresmikan pada akhir November 2022 lalu, masih berjumlah delapan orang.

Ironisnya, kata Faris, anggota BUMMA Mudegagi belum mengetahui secara utuh tentang AMAN. Ia pun memiliki rencana untuk melakukan kegiatan peningkatan kapasitas terhadap para anggota.

“Sumber daya manusia harus ditingkatkan dan diperbaiki,” katanya.

Secara operasional, BUMMA Mudegagi memanfaatkan lahan yang mereka miliki untuk menanam aneka tumbuhan bernilai ekonomi, seperti kopi, cengkih, kemiri, dan cokelat. Nantinya, hasil dari komoditi itu dijual ke pengepul, di mana keuntungannya ditabung sebagai kas kolektif komunitas Masyarakat Adat yang bisa dimanfaatkan untuk memajukan BUMMA Mudegagi.

 

***

 

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : BUMMA