Oleh Endang Setiawan

Awan hitam bergelayutan di atas kepala kami. Angin dingin diiringi hujan yang menerpa tubuh hingga menggigil, membuat kami sedikit membungkukkan badan.

Dari kejauhan terlihat seorang pria tua sedang melafalkan doa. Mata sebelah kirinya seketika terpejam dipenuhi asap kemenyan. Seusai berdoa, pria tua yang mengenakan lobe (titip kepala) hitam itu pun mengambil dua biji pisang emas. Kemudian, ia lempar di antara rerumpun jagung dan menghilang tak bersuara.

Pria yang dikenal sebagai Ketua Adat Lubuk Kembang itu sedang melakukan ritual adat Pamit Taneak Tanei guna menyambut Rapat Kerja Nasional (Rakernas) AMAN VII di Komunitas Adat Lubuk Kembang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu.

Ketua Pengurus Daerah AMAN Rejang Lebong Khairul Amin mengatakan bahwa Pamit Taneak Tanei khusus digelar oleh Masyarakat Adat Lubuk Kembang untuk menyambut Rakernas AMAN VII. Ia menerangkan, ritual itu bertujuan agar pelaksanaan Rakernas AMAN VII berjalan lancar dan sukses.

“Ritual ini bagian dari upaya kita untuk menyukseskan Rakernas AMAN VII. Sebagai tuan rumah, kita berharap Rakernas nanti berjalan dengan lancar,” kata Khairul saat menghadiri Pamit Taneak Tanei pada 24 Februari 2023.

Pamit Taneak Tanei merupakan istilah turun-temurun Masyarakat Adat Rejang Lebong dalam menyebutkan ritual adat ketika ingin membuka lahan garapan baru, mendiami suatu wilayah, maupun menyelenggarakan hajatan.

Pamit Taneak Tanei berarti pamit kepada penjaga tanah, khususnya Masyarakat Adat Lubuk Kembang yang mempercayai bahwa setiap penjuru bumi dijaga dan dilindungi oleh Pat Jaro Bumei yang berarti Empat Penjuru Bumi.

Ketua Adat Komunitas Masyarakat Adat Lubuk Kembang M. Adensyah menyatakan bahwa ritual adat Pamit Taneak Panei ini penting untuk dilakukan ketika kita hendak menggelar hajatan besar yang mengundang banyak orang. Tujuannya adalah agar leluhur tahu bahwa akan ada kehadiran saudara-saudara se-Nusantara ke Rejang Lebong.

Adensyah menerangkan bahwa ritual itu biasanya dilakukan jauh hari sebelum hajatan dilaksanakan. “Idealnya, sebulan sebelum hajatan digelar supaya persiapannya dimudahkan dan dilancarkan hingga akhir kegiatan,” kata Adensyah usai memimpin ritual adat tersebut.

Menurutnya, ritual itu cukup sederhana dan tidak perlu banyak syarat. Cukup sediakan padi hitam (ketan hitam), ayam kumbang, pisang emas, air putih bersih, dan sekapur sirih. Namun, kata Adensyah, prosesi ritualnya membutuhkan waktu cukup lama.

“Butuh waktu dua jam untuk menggelar ritual hingga selesai,” kata Adensyah yang sudah terbiasa memimpin ritual adat.

Ketua Pengurus Kampung Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Lubuk Kembang Pobi Mardianto menyatakan bahwa ritual Pamit Taneak Tanei hingga kini masih dipercaya oleh Masyarakat Adat Lubuk Kembang, bahkan dalam beberapa acara yang dilakukan oleh generasi muda, ritual itu masih tetap dilaksanakan.

Pobi menerangkan, ritual itu tidak hanya dilakukan ketika ingin melakukan kegiatan ramai, namun juga dilakukan sewaktu ingin mendiami wilayah baru. “Agar tidak diganggu (makhluk halus),” ujarnya.

Pobi juga menyatakan bahwa sebagai generasi muda, ritual adat harus tetap dipegang teguh sebagai warisan leluhur yang sejak dulu hingga sekarang masih eksis. Pobi berharap generasi muda bisa mempelajari ritual tersebut dengan para tetua adat di Komunitas Masyarakat Adat Lubuk Kembang agar tidak punah.

“Kami berharap ritual ini tidak berhenti di para tetua adat. Kami sebagai generasi muda, siap melanjutkan warisan leluhur ini,” kata Pobi penuh semangat.

***

Penulis adalah staf Infokom AMAN Bengkulu.

Writer : Endang Setiawan | Bengkulu
Tag : AMAN Rejang Lebong Rakernas AMAN VII BPAN Lubuk Kembang