Oleh: Apriadi Gunawan

Koalisi Masyarakat Sipil menilai selama satu dekade rezim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hanya memprioritaskan agenda investasi dan pembangunan, tanpa sedikitpun memperhatikan agenda kerakyatan.

Koalisi yang terdiri dari tiga organisasi: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat dalam pidato Presiden Jokowi pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD 16 Agustus 2023 lalu tidak memperhatikan agenda kerakyatan. Ini dikarenakan arah pembangunan ekonomi dan kebijakan dikendalikan pemodal. Akibatnya, satu dekade pemerintahan Jokowi telah memicu krisis multidimensi, mulai dari krisis sosial, krisis ekologi, krisis agrarian, hingga krisis hukum.

Menyikapi kondisi ini, Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan sikap bahwa pemerintahan Jokowi telah gagal melindungi rakyat.

Deputi I Sekjen AMAN Eustobio Rero Renggi menyatakan pemerintahan Jokowi telah berkhianat terhadap UUD 1945, telah ingkar pada janji-janji politiknya serta gagal melindungi rakyat. Karenanya, ia meminta agenda kerakyatan tidak diabaikan untuk mencapai Indonesia berdaulat, mandiri dan bermartabat. Kemudian, pemerintahan Jokowi diminta untuk menghentikan arah politik dan kebijakan nasional yang liberal dan kapitalistik.

“Kembalikan kedaulatan rakyat sesuai amanat konstitusi, sehingga keadilan, kedaulatan dan kesejahteraan kembali berpusat pada rakyat,” kata Eustobio dalam konferensi pers yang digelar oleh Koalisi Masyarakat Sipil secara virtual di Jakarta, 18 Agustus 2023 lalu.

Pria yang akrab disapa Eus ini menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memposisikan proses pergantian kekuasaan tahun 2024 tidak semata-mata memilih pemimpin dan wakil rakyat, tapi harus menjadi proses reorientasi sistem pembangunan yang sesuai dengan mandat konstitusi: pemenuhan hak Masyarakat Adat, reforma agraria sejati, pemulihan alam, dan penguatan negara demokrasi.

Kemudian, diserukan kepada para calon presiden dan wakil presiden serta calon anggota legislatif dan kepala daerah yang akan berkontestasi dalam Pemilu dan Pilkada 2024, harus berkomitmen untuk menjalankan secara benar dan serius agenda reforma agraria, keadilan iklim dan pemenuhan hak Masyarakat Adat, sebagaimana yang telah dimandatkan oleh konstitusi.

“Terpenting dari itu semua, kami ingin RUU Masyarakat Adat, RUU Reforma Agraria, RUU Keadilan Iklim segera disahkan,” tandasnya.

Deputi II Sekjen AMAN Erasmus Cahyadi menyebut perlu ada perubahan rezim yang mampu melakukan agenda pro kerakyatan. Menurutnya, perubahan rezim ini sangat penting mengingat agenda kerakyatan tidak berjalan di negeri ini.

“Kami khawatir jika tidak ada perubahan situasi, maka perampasan Wilayah Adat akan terus terjadi di negeri ini,” kata pria yang akrab disapa Eras ini.

Eras menambahkan Koalisi Masyarakat Sipil akan mengkomunikasikan seluruh agenda kerakyatan dengan kontestan presiden mendatang. Namun, katanya, tidak akan ada dukungan praktis Pemilu dari tiga organisasi sipil ini.

“Kami ingin siapapun orangnya dapat mengubah rezim ke arah lebih baik.”

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Sartika yang turut hadir dalam konferensi pers menyatakan pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 16 Agutus 2023 luput membahas problem struktural yang dihadapi kaum petani, Masyarakat Adat, nelayan, dan perempuan di pedesaan.

Dewi menyatakan fokus pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengedepankan industri skala besar di bidang sumber daya alam ini, mengorbankan lingkungan dan Masyarakat Adat serta hak asasi manusia. Karena itu, sebutnya, international trust yang dibanggakan Presiden Jokowi dalam pidatonya itu dinilai kontraproduktif dengan kondisi nyata.

Dewi menambahkan dalam pidatonya, presiden menyebut konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan dan kesetaraan sebagai salah satu faktor pemicu kepercayaan internasional. Padahal, akunya, KPA mencatat ada 2.710 konflik agraria di di Indonesia dalam 10 tahun terakhir.

“Parahnya, tidak ada upaya penegakan HAM dan pertanggungjawaban yang berkaitan dengan upaya kriminalisasi terhadap 1.615 petani, Masyarakat Adat, nelayan, aktivis lingkungan dan aktivis agraria yang ditangkap. Apalagi, terhadap 38 orang yang ditembak maupun 69 orang yang tewas karena pertahankan hak atas tanah mereka,” ungkap Dewi.

Direktur Eksekutif Walhi Zenzi Suhadi menilai Presiden Jokowi gagal mewujudkan Nawacita yang digadang-gadang saat Pemilihan Presiden 2014. Menurutnya, dari sembilan janji dalam Nawacita yang ditawarkan oleh Joko Widodo, tujuh diantaranya dianggap gagal.

Zenzi menyebut salah satu bentuk kegagalan Presiden Jokowi mewujudkan Nawacita adalah melahirkan Undang-Undang Cipta Kerja yang cacat prosedur karena tertutup dan tanpa partisipasi bermakna dari masyarakat.

Nawacita adalah sembilan konsep yang diusung Jokowi dan Jusuf Kalla sebagai cita-cita bangsa saat Pemilihan Presiden 2014. Konsep Nawacita ini berhasil membawa pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla memenangkan Pemilihan Presiden.

“Jokowi punya waktu satu tahun lagi untuk menunaikan janjinya kepada rakyat Indonesia yang sudah memberikan mandat sebagai Presiden,” ujar Zenzi.

***

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : Koalisi Masyarakat Sipil Pemerintahan Jokowi Abaikan Agenda Kerakyatan