Oleh Joanny. F. M.Pesulima

Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Region Maluku dan pulau-pulau kecil melakukan konsolidasi jelang pelaksanaan Konferensi Tenurial Nasional 2023 mendatang.

Kegiatan yang diselenggarakan atas kerjasama Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Kemitraan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Barisan Pemuda Adat Nusantara( BPAN) Maluku, Baileo Maluku ini dibuka oleh Dewan AMAN Daerah Maluku, Latuael Salakory pada 20 September 2023 di Hotel Pacific Ambon.

Puluhan peserta hadir dalam kegiatan yang berlangsung secara hybrid ini, termasuk beberapa orang pemantik diskusi seperti Lies Marantika dari Yayasan Gasira, Deliana Behuku dari Pemuda Wapsalit, Wiwi Ester Kakiay dari tokoh Masyarakat Adat Kasieh, Debby Vemiancy Pattimahu dari akademis Universitas Pattimura dan Cliff Marlessy dari LMMA Biak. Diskusi dipandu Nus Ukru dari Baileo Maluku.

Ketua AMAN Maluku, Lenny Patty menerangkan kegiatan konsolidasi AMAN Region Maluku dan pulau-pulau kecil ini merupakan bagian dari kegiatan Konferensi Tenurial 2023, yang merupakan kesinambungan dari dua konfererensi sebelumnya. Menurutnya, kesinambungan ini penting untuk merefleksikan bagaimana kondisi, masalah, dan capaian, perjuangan reforma agraria dan pengelolaan Sumber Daya Alam sekaligus menyusun rekomendasi perbaikan kebijakan untuk pemerintahan berikutnya.

Lenny mengatakan kegiatan konsolidasi yang diberi nama Pra-Konferensi Tenurial Nasional ini dibuat per region, sehingga kesempatan terbuka luas bagi semuanya, terutama Masyarakat Adat untuk memberikan pendapat dan masukan. Semuanya dirangkum dalam rekomendasi.

Lenny menjelaskan di tingkat nasional, pendekatan baru yang ditawarkan oleh Konferensi Tenurial 2023 adalah penggalian dan analisa isu berdasarkan proses konsultasi yang telah dan akan dilakukan di berbagai daerah, termasuk mengkonsolidasikan berbagai aspirasi rakyat yang telah terkumpul melalui berbagai proses internal organisasi anggota Koalisi Tenure. Dikatakannya, sebuah dokumen kerja akan disusun dalam kegiatan konsolidasi ini untuk merangkum posisi dan rekomendasi masyarakat sipil terhadap berbagai isu tenurial terkini, sekaligus merajut kebersambungan dengan dua konferensi sebelumnya.

Lenny menambahkan dari kegiatan konsolidasi AMAN region Maluku dan Pulau-Pulau Kecil, ada rekomendasi yang dikeluarkan, hasil dari diskusi dengan seluruh perwakilan adat di Maluku. Lenny menyebut beberapa rekomendasi dari hasil Pra-Conference ini nantinya akan disampaikan dan menjadi pembahasan pada Konferensi Tenurial mendatang, yakni:

1. Pemetaan wilayah adat darat dan laut, termasuk wilayah kelola masyarakat lokal adalah upaya  konkrit untuk penyelesaian konflik tenurial secara mendasar. Karena merupakan dasar penyelesaian konflik tenurial, maka sudah saatnya pemerintah menyiapkan kebijakan dan program aksi untuk memfasilitasi pemetaan wilayah adat secara langsung sebagai wujud tanggung jawab negara.

2. Memperkuat advokasi kebijakan tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional secara berjejaring dalam berbagai bentuk aksi; kampanye, lobby, legal drafting dan bentuk kolaborasi lainnya.

3. Mendorong penguatan kebijakan (regulasi) di tingkat lokal (desa adat), penguatan kelembagaan lokal (termasuk kelembagaan adat, lembaga ekonomi warga), penguatan kapasitas kepemimpinan lokal, termasuk menyediakan ruang berekspresi bagi perempuan untuk peningkatan dan perluasan peran publik dari perempuan.

4. Penguatan perencanaan zonasi pulau kecil yang terintegrasi (darat dan laut) berbasis kearifan lokal, dan mendorong integrasi tata ruang pesisir dan laut berbasis kearifan adat ke dalam RZWP3K, maupun dalam integrasi tata ruang provinsi dan nasional.

5. Mendorong pemerintah daerah dan DPRD (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mempercepat produk kebijakan daerah yang memberi pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat, pesisir dan pulau-pulau kecil.

6. Untuk memastikan layanan negara (dalam hal ini pemerintah) untuk pemenuhan hak-hak dasar Masyarakat Adat pesisir, nelayan lokal, kelompok marjinal (perempuan, disabilitas, dan kelompok marginal lainnya) secara tepat maka perlu dilakukan pendataan ulang, atau rekonsiliasi data antar stakeholder pemerintah.

7. Perlu pendokumentasian dan promosi keberhasilan dan manfaat dari penerapan sistem pengetahuan dan kebijakan lokal berbasis kearifan adat (kearifan lokal) dalam sumber daya pengelolaan hutan dan laut untuk replikasi melalui kebijakan formal dan program pemerintah.

8. Menolak UU No. 1/2020 yang berimplikasi lahirnya PP 11 /2023 tentang penangkapan ikan terukur, PP 31/2023 tentang penggalian sedimentasi di pesisir, dan seluruh kebijakan teknis turunannya termasuk food estate dan blue economi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan mendorong adanya perbaikan regulasi yang menjamin hak-hak Masyarakat Adat, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil atas keamanan dan kedaulatan pangan berkelanjutan.

9. Mendesakan agar pemerintah dan DPR RI segera mensahkan RUU Masyarakat Adat dan RUU Kepulauan.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Maluku

Writer : Joanny F. M. Pesulima | Maluku
Tag : Konferensi Tenurial Region Maluku