Perayaan HIMAS 2024 Meriah, Sekjen AMAN : Kita Perlu Undang-Undang Masyarakat Adat
12 Agustus 2024 Berita Apriadi GunawanÂOleh Apriadi Gunawan
Perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) yang dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berlangsung meriah di Jakarta pada Jum’at, 9 Agustus 2024. Sekitar 250 orang tamu undangan dari dalam dan luar negeri hadir dalam perayaan tersebut, termasuk pengurus AMAN dari berbagai wilayah dan daerah.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dalam sambutannya menyatakan perayaan HIMAS kali ini luar biasa, karena pertama kalinya AMAN mengundang banyak sekali perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Rukka menambahkan perguruan tinggi ini seharusnya jadi sekutu AMAN dalam pengembangan ilmu pengetahuan ditengah kehidupan Masyarakat Adat.
Menurut Rukka, pengembangan ilmu pengetahuan di kalangan Masyarakat Adat cukup penting untuk menghilangkan stigma sebagai orang bodoh, tidak beragama, primitif. Stigma negatif ini, kata Rukka, sengaja disematkan diatas mereka untuk menyingkirkan Masyarakat Adat ke dalam penjara supaya tidak bisa melawan. Selain itu, Masyarakat Adat juga kerap jadi target kambing hitam.
“Segala kesaksian tidak pernah didengar, mereka diadili oleh sistem hukum dan bahasa yang bagi mereka asing sama sekali. Itulah situasi Masyarakat Adat kita yang sudah terancam punah,” kata Rukka dalam pidatonya saat membuka Konferensi Internasional Masyarakat Adat : Inovasi dan Pengetahuan Tradisional di Jakarta, pada 9 Agustus 2024.
Rukka menjelaskan apa yang dialami Masyarakat Adat saat ini berbanding terbalik dengan jasanya kepada negeri ini sebagai penjaga hutan terbaik. Rukka menyebut berdasarkan catatan ilmuwan dunia, ekosistem dan hutan-hutan terbaik yang masih tersisa di dunia saat ini dijaga oleh Masyarakat Adat.
“Jadi, bukan kita (Masyarakat Adat) yang merusak bumi, bukan kita penambang, bukan kita yang bikin emisi. Justru sebaliknya, Masyarakat Adat sebagai penjaga hutan terbaik, ditengah dunia mencari solusi mengatasi krisis iklim,” terangnya.
Sedihnya, kata Rukka, ditengah perjuangan Masyarakat Adat menjaga hutan, pada saat yang sama hutan-hutan yang terbaik tadi akan dijadikan sebagai karbon.
“Penjualan karbon. Tapi, karbonnya di negara, bukan milik kita,” ujarnya dengan nada lirih.
Negosiasi karbon pun terus dilakukan oleh negara. Padahal, negara yang bernegosiasi tahu betul bahwa bukan pemerintah Indonesia yang menjaga, tapi mereka terus bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia.
Rukka mempertanyakan dimana posisi Masyarakat Adat dalam situasi seperti ini, apa yang perlu kita lakukan.
Menjawab hal ini, Rukka menceritakan pengalamanya selama di AMAN. Berdasarkan pengamatannya dalam sepuluh tahun terakhir ini, pemulihan alam tidak akan jalan jika manusianya tidak dipulihkan.
Ia pun menyatakan pikiran dan cara pandang kita terhadap alam, yang merasa lebih jago dari alam, merasa semena-mena atas alam, sejatinya itu yang membuat dunia ini mengalami kehancuran. Sehingga, menurutnya yang harus dipulihkan adalah manusia.
“Manusia yang memulihkan diri harus mulai menggunakan akal sehat,” sebutnya.
Akal Sehat Mengatasi Krisis
Rukka berharap kita bisa mencari jalan terang ketika manusia, termasuk pemerintah bertindak menggunakan akal sehat. Sebab, yang akan membuat kita selamat dari situasi krisis ini adalah akal sehat.
Akal sehat yang menyeimbangkan kepentingan antara urusan politik, ekonomi, spiritual, budaya, pendidikan dan lain-lain.
Akal sehat yang berlandaskan seluruh kehidupan kita atas dasar gotong royong senasib sepenanggungan.
Akal sehat yang memastikan seluruh umat manusia hidup berdampingan satu dengan yang lain dan kita bebas dari kekerasan, khususnya terhadap Masyarakat Adat.
Rukka menyebut dunia sudah mengakui kontribusi Masyarakat Adat, salah satunya dalam mengatasi krisis. Ia mencontohkan perayaan HIMAS yang dilaksanakan AMAN hari ini mendiskusikan tentang inovasi, praktek dan pengetahuan tradisional Masyarakat Adat.
“Upaya pemulihan bumi berdasarkan pengetahuan dan praktek, inovasi Masyarakat Adat ini harus menjadi pertimbangan dan tindakan kita ke depan,” ujarnya.
Butuh Undang-Undang Masyarakat Adat
Rukka menyatakan dengan akal sehat, kita menjadi sadar bahwa yang kita butuhkan saat ini adalah Undang-Undang Masyarakat Adat.
“Undang-Undang Masyarakat Adat menjadi pijakan untuk kita bisa bersama-sama bekerja menggunakan akal sehat ke depan,” imbuhnya.
Karenanya, Rukka berharap pada perayaan HIMAS kali ini pihaknya mendapat kabar baik soal RUU Masyarakat Adat ini. Pasalnya, sudah 10 tahun mangkrak di DPR.
“10 tahun lebih UU Masyarakat Adat mangkrak di DPR, mudah-mudahan setelah ini (HIMAS) bisa disahkan,” katanya.
Rukka mengakui AMAN sudah meminta waktu untuk bertemu dengan anggota DPR terkait pengesahan RUU Masyarakat Adat. Ia pun berharap Presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki perhatian serius terhadap Masyarakat Adat.
“Kami berharap RUU Masyarakat Adat ini bisa segera disahkan,” ujarnya.