Pengurus AMAN di Daerah Ikut Aksi Tolak Revisi UU Pilkada
26 Agustus 2024 Berita Saiduani Nyuk dan Glen WalujanOleh Saiduani Nyuk dan Glen Walujan
Sejumlah pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) diberbagai daerah ikut aksi menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), sembari menyerukan segera sahkan Undang-Undang Masyarakat Adat. AMAN bergabung dengan gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil lainnya melakukan aksi dalam rangka merespon keputusan Mahkamah Konstitusi yang ditolak DPR RI.
Di Kalimantan Timur, pengurus AMAN bersama sejumlah tokoh adat dari berbagai komunitas Masyarakat Adat bergabung dengan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil berunjukrasa di depan gedung DPRD Kalimantan Timur pada 23 Agustus 2024.
Ribuan massa mengepung gedung DPRD Kalimantan Timur. Para pendemo bergantian menyampaikan orasinya, sambil mengajukan beberapa tuntutan yang menjadi pernyataan sikap Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Kalimantan Timur (MAKARA) yaitu kawal putusan MK. Nomor 60/PUU-XXII/2024, tolak revisi Undang-Undang Pilkada, Sahkan RUU Perampasan Aset, Sahkan RUU Masyarakat Adat, menuntut pertanggungjawaban Jokowi dan DPR, mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian pada masa aksi demontrasi.
Usai membacakan tuntutan, massa meminta agar dapat berdialog dengan Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Namun tidak ditanggapi, hingga akhirnya memicu kemarahan massa. Pagar gedung DPRD coba dirobohkan massa, namun tidak berhasil karena dihalau polisi.
Massa mendesak untuk diberi izin masuk ke dalam gedung DPRD Provinsi untuk melakukan hearing dengan pimpinan DPRD untuk memastikan komitmen anggota Dewan dalam menyampaikan tuntutan massa ke DPR-RI dan Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta.
Permintaan ini juga tidak ditanggapi. Akhirnya, massa melakukan pemblokiran jalan serta mendorong gerbang DPRD untuk menerobos masuk. Aksi saling lempar dengan aparat kepolisian terus terjadi berulang kali. Pada pukul 18.00, aparat polisi memaksa untuk membubarkan massa yang berujung bentrok dan ricuh. Mahasiswa dan massa aksi diserang brutal oleh aparat kepolisian dan banyak yang ditangkap. Sejumlah massa terluka dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit terdekat akibat tindakan brutal aparat.
Aksi AMAN Wilayah Kalimantan Timur menolak Revisi UU Pilkada. Dokumentasi AMAN
AMAN Mengecam Tindakan Brutal Aparat
Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Kalimanan Timur, Saiduani Nyuk mengecam tindakan brutal aparat kepolisian terhadap aksi massa yang dilakukan masyarakat Kalimantan Timur.
“Saya menyaksikan sendiri tindakan brutal aparat kepolisian di lokasi aksi. Beringas sekali cara aparat menghalau massa hingga dipukul tanpa ampun. AMAN mengutuk cara-cara kekerasan aparat kepolisian seperti ini,” tandasnya.
Saiduani menyatakan keikutsertaan AMAN dalam aksi massa ini karena didorong keterpanggilan solidaritas untuk memperjuangkan konstitusi yang dikangkangi rezim Presiden Joko Widodo. Pria yang akrab dipanggil Duan ini menegaskan rezim Jokowi telah berkhianat terhadap Masyarakat Adat, janji-janji dalam Nawacita Jokowi 10 tahun berjalan tidak dipenuhi tapi justru terbalik.
“Undang-Undang Masyarakat Adat sudah lebih 10 tahun mangkrak di DPR, tidak disahkan oleh pemerintah. Ini yang kami maksud sebagai upaya mengkhianati perjuangan Masyarakat Adat yang sukses menghantarkan Jokowi sebagai Presiden RI,” kata Saiduani.
Dikatakanya, sudah cukup lama Masyarakat Adat dibuat menderita hingga sampai dikriminalisasi saat memperjuangkan hak atas tanah. Saiduani mencontohkan Proyek Srategis Nasional dan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur telah merusak ruang hidup Masyarakat Adat.
“Bagaimana tidak merusak, baru-baru ini Investor diberikan izin 190 tahun kuasai tanah di Kalimantan Timur, sedangkan tanah Masyarakat Adat dirampas paksa bahkan ada yang di tipu hanya diberikan sertifikat jangka waktu 10 tahun. Situasi ini sangat menyedihkan,” paparnya.
Aksi di Sulawesi Utara
Aksi massa menolak revisi UU Pilkada juga terjadi di Sulawesi Utara. Pengurus AMAN beserta sejumlah tokoh Masyarakat Adat juga ikut dalam aksi massa ini.
Sambil membawa berbagai atribut bendera AMAN dalam aksi, desakan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat di gedung DPRD Provinsi Sulawesi Utara terus menggema. Seruan ini disampaikan sejumlah aktivis dalam aksi Aliansi Sulawesi Utara Menggugat di halaman gedung DPRD Provinsi Sulawesi Utara pada Jumat, 23 Agustus 2024.
Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Sulawesi Utara, Kharisma Kurama mengatakan keterlibatan gerakan Masyarakat Adat dalam aksi ini merupakan akumulasi kekecawaan terhadap pemerintah dan DPR.
Menurutnya, 10 tahun lebih bukan waktu yang singkat bagi Masyarakat Adat menanti lahirnya Undang-Undang Masyarakat Adat yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Adat. Apalagi selama masa penantian itu, Masyarakat Adat terus dikriminalisasi.
"Alih-alin mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, pemerintah dan DPR justru melahirkan berbagai aturan yang justru kami nilai menjadi mesin pembunuh bagi Masyarakat Adat," katanya.
Ia menambahkan di rezim pemerintahan Jokowi ini juga banyak sekali kasus perampasan ruang hidup Masyarakat Adat.
“AMAN mencatat ada 11 juta hektare wilayah adat yang dirampas, termasuk di Sulawesi Utara,” kata Kharisma sembari menyebut kasus wilayah adat di Kelelondey, konflik di Kalasey serta reklamasi di Sindulang Manado merupakan bukti nyata perampasan itu terjadi di Sulawesi Utara.
Septian Paat, salah seorang aktivis di Sulawesi Utara menyatakan kekecewaan Masyarakat Adat terhadap pemerintah adalah buah dari janji-janji Presiden Jokowi yang terus diingkari. Menurutnya, berbagai kebijakan yang dilahirkan Presiden Jokowi adalah bukti ketidakberpihakan terhadap rakyat.
Sementara, Ketua Pengurus Daerah BPAN Minahasa Utara Benhard Holderman berharap pemerintah di penghujung masa jabatan bisa segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang.
"Selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi, Masyarakat Adat terus dibuat kecewa dan terjajah. Kami harap, Jokowi bisa menunjukkan keberpihakan terhadap Masyarakat Adat sebelum diganti," pungkasnya.