Oleh Della Azzahra

Sejumlah perwakilan Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan dari Tano Batak yang menjadi korban tindak kekerasan aparat dalam konflik dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan.

Para korban mengaku dipukul hingga ditodong dengan pistol oleh aparat saat menculik mereka satu per satu dari rumah.

Pengakuan ini disampaikan perwakilan Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan ketika beraudiensi ke kantor Komnas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta pada, Kamis 29 Agustus 2024.

Dalam pertemuan audiensi ini, para perwakilan Masyarakat Adat didampingi pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama jaringan Masyarakat Sipil dari Sumatera Utara memaparkan situasi terkini kondisi di Sihaporas dan Dolok Parmonangan yang sedang dalam keadaan darurat akibat tindakan represif yang terus meningkat dari aparat dan PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Napitu, salah seorang perwakilan Perempuan Adat dari Sihaporas mengaku mengalami sendiri tindak kekerasan dan kriminalisasi yang dilakukan aparat dan TPL.

“Saya sendiri korbannya,” katanya dengan nada lirih dan penuh ketakutan di depan komisioner  Komnas HAM.

Napitu menceritakan pada 22 Juli 2024 pukul 03.00 Wib dinihari, ketika mereka sedang tertidur, tiba-tiba datang segerombolan orang berpakaian preman. Pintu rumah mereka dijebol. Suami dan kerabat mereka disiksa, bahkan ditodong pistol.

“Saya juga ikut diseret, diborgol, dan dipukul. Sadisnya, anak saya yang masih berusia 10 tahun, juga ikut mengalami kekerasan,” ungkap Napitu.

Napitu menjelaskan tindakan represif seperti ini, sudah berulang kali dialaminya. Bahkan, akunya, dirinya tidak berani tinggal di rumahnya sendiri. Dengan alasan keamanan, Napitu kini tinggal di Rumah Kesatuan bersama dengan warga lainnya yang juga mengalami tindak kekerasan dan kriminalisasi.

“Kami selalu ketakutan di sana. Kami tidak lagi bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Kami sudah tidak pernah berladang, kami takut. Padahal kami berladang untuk bertahan hidup agar bisa menafkahi anak-anak,” katanya yang mengaku masih trauma dengan kasus penculikan yang pernah dialaminya.

Napitu tidak sendirian pernah mengalami penculikan. Sorbatua Siallagan selaku Ketua Komunitas Adat Dolok Parmonangan Ompu Umbak Siallagan juga pernah mengalami penculikan karena gigih mempertahankan wilayah adatnya. Sorbatua ditangkap tanpa prosedur dan telah diadili. Pria yang sudah berumur 65 tahun tersebut  bahkan telah dijatuhi hukuman dua tahun kurungan penjara serta denda sebesar Rp 1 miliar atas tuduhan melakukan perusakan dan penguasaan lahan yang diklaim sebagai milik PT TPL.

“Sorbatua hanya mempertahankan wilayah adatnya, tetapi malah ditangkap, dikriminalisasi, dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar,” kata Marta Manurung, perwakilan Masyarakat Adat Dolok Parmonangan Ompu Umbak Siallagan.

Hentikan Penangkapan dan Penyiksaan

Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, ikut angkat bicara dalam audiensi ini. Menurutnya, situasi saat ini kian mengkhawatirkan, mengingat perampasan wilayah adat dan kriminalisasi yang dilakukan TPL semakin masif dan terang-terangan.

“Saat ini situasinya semakin kritis di wilayah adat kami. Wilayah adat  yang merupakan sumber utama penopang kehidupan Masyarakat Adat dirampas.  Ruang-ruang sakral di komunitas kami turut dirusak,” ungkapnya.

Jhontoni berharap melalui audiensi ini kiranya Komnas HAM dan Komnas Perempuan dapat mengambil langkah yang lebih konkrit untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan dan kriminaliasi yang terjadi di wilayah adat mereka.

“Jangan ada lagi penangkapan, jangan ada lagi penyiksaan di wilayah adat kami. Kami berharap Komnas HAM dan Komnas Perempuan dapat segera mengambil langkah konkrit untuk mengatasi penderitaan yan dialami Masyarakat Adat Tano Batak,” pungkasnya.

Jhontoni mengatakan setelah beraudiensi ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan, pihaknya bersama perwakilan Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonanan yang menjadi korban kekerasan akan mendatangi Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Senin, 2 September 2024.

“Kami juga akan beraudiensi ke KPAI mengingat banyak anak-anak dari Masyarakat Adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan yang ikut terdampak akibat permasalahan ini,” tutupnya.

***

Penulis adalah volunteer di Infokom PB AMAN

Writer : Della Azzahra | Jakarta
Tag : Tutup TPL Komnas HAM