Oleh : Dika Setiawan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Banten Kidul menggelar pelatihan peningkatan kapasitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk meningkatkan kapasitas kepala desa serta peran aktif Masyarakat Adat dalam pembangunan desa.

Pelatihan berlangsung selama dua hari mulai 7 - 8 November 2024 di Rest Area Gunung Kendeng, Kasepuhan Citorek, Desa Citorek Timur, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten.

Sebanyak 25 orang peserta dari Kasepuhan, Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa ikut dalam pelatihan ini. Para peserta merupakan perwakilan dari 11 desa yaitu Wanasari, Mekarsari, Sinargalih, Kujangjaya, Hegarmanah, Warungbanten, Citorek Timur, Citorek Barat, Citorek Tengah, Citorek Sabrang, Citorek Kidul. 

Ketua Pelaksana Harian Daerah AMAN Banten Kidul, Jajang Kurniawan mengatakan pelatihan ini digelar karena salah satu urgensinya Masyarakat Adat sekitar Kecamatan Cibeber belum mendapatkan hak-haknya dari pemerintah setempat. Selama ini, katanya, Masyarakat Adat disana hanya dijadikan obyek pembangunan. Namun, manfaatnya belum dirasakan oleh Masyarakat Adat.

Jajang berharap melalui pelatihan ini pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa  bisa singkron dalam menyusun program pembangunan berbasis wilayah adat.

“Ini yang mau kita sasar dari pelatihan ini. Selain penguatan kapasitas kepala desa, pelatihan ini juga untuk menumbuhkan peran aktif Masyarakat Adat dalam pembangunan desa,” kata Jajang disela-sela acara pelatihan di Rest Area Gunung Kendeng, Kasepuhan Citorek, Banten.

Jajang mengaku banyak permasalahan di Badan Permusyawaratan Desa yang terungkap  selama pelatihan. Untuk itu, dirinya akan membuat Rencana Tindak lanjutnya (RTL) untuk lebih fokus kepada penguatan Badan Pemusyawaratan Desa. Sehingga ke depannya, tugas dan fungsi Badan Pemusyawaratan Desa itu jelas dan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Badan Permusyawaratan Desa merupakan lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan desa. Tugas dan fungsinya diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Mantan staf khusus Kementerian Dalam Negeri, Agung Wijaya yang turut memberikan materi pelatihan menyatakan BPD harus memastikan manfaat pembangunan untuk masyarakat.  BPD juga harus tahu teknis penyusunan anggaran sehingga tahu apa yang harus diawasi.  Selain itu, BPD harus bisa menjelaskan kepada masyarakat terkait aspirasi, ketika diterima atau tidak.

Selama ini, akunya, banyak yang beranggapan bahwa BPD merupakan anak buahnya kepala desa. Tugas dan fungsi BPD tidak berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dikatakannya, banyak ketimpangan regulasi terjadi di desa sehingga menyebabkan kontrol BPD terhadap pemerintahan desa tidak berjalan dengan baik.

“Bicara desa tidak semudah yang dipikirkan, berbicara desa 80 persen itu praktek, 20 persen sisanya teori,” jelas Agung.

Ditambahkannya, desa Itu berhubungan dengan masyarakat langsung.  Kemampuan mengelola musyawarah itu, menunjukan kemampuan kita dalam mengelola masyarakat. Masyarakat ingin sekali aspirasinya di dengar, maka dari itu BPD harus bisa mengatasi hal itu. Perencanaan di desa bukan hanya sebatas tugas Kepala Desa, bukan juga BPD.

“Tapi itu harus perencanaan bersama, antara BPD dan Kepala Desa harus solid,” tegasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Banten Kidul

Writer : Dika Setiawan | Banten Kidul
Tag : AMAN Banten Kidul Peningkatan Kapasitas Badan Permusyawaratan Desa