Oleh Apriadi Gunawan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut baik putusan sela Mahkamah Konstitusi yang melarang pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah atau peraturan lain yang merujuk pada Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE).

Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan dengan ada putusan sela ini berarti seluruh proses pembuatan di bawah peraturan Undang-Undang KSDAHE harus dihentikan. Rukka meminta putusan sela Mahkamah Konstitusi ini harus dihormati oleh semua pihak, termasuk pemerintah.  

“Saya menyerukan supaya pemerintah mematuhi  putusan sela Mahkamah Konstitusi, selanjutnya segera menghentikan proses pembuatan peraturan di bawah UU KSDAHE,” kata Rukka Sombolinggi usai keluarnya putusan sela Mahkamah Konstitusi, Kamis (14/11/2024).

Baca Juga Mahkamah Konstitusi Mulai Menguji Proses Pembentukan Undang-Undang Konservasi

Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan sela atas gugatan AMAN dan Organisasi Masyarakat Sipil terkait UU KSDAHE, Kamis (14/11/2024). Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemerintah atau pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Ketua Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Syamsul Alam Agus mengatakan putusan ini merupakan sejarah baru dalam pengujian formil di Mahkamah Konstitusi. Sekaligus, sinyalemen kuat bagi Mahkamah Konstitusi sebelum memutus perkara pokok pengujian formil UU KSDHAE.

Syamsul Alam menerangkan dengan adanya putusan sela ini, pemerintah tidak boleh menerbitkan Peraturan Pemerintah sampai adanya putusan dalam perkara pokok.

“Itu artinya, UU KSDAHE belum berlaku. Meskipun UU KSDHE sudah diundangkan tapi belum bisa berlaku sebelum adanya Peraturan Pemerintah,” kata Syamsul Alam.

UU KSDAHE Digugat

AMAN bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), serta perwakilan Masyarakat Adat Ngkiong, Mikael Ane mengajukan permohonan uji formil atas terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 19 September 2024.

Pengajuan uji formil UU KSDAHE ini dikarenakan tiga alasan yaitu tidak memenuhi asas kejelasan tujuan, tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, serta tidak memenuhi asas keterbukaan.

Sidangnya berlangsung mulai 7 Oktober 2024 dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra.

Syamsul Alam menjelaskan setelah mempertimbangkan permohonan provisi yang diajukan oleh para pemohon, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah memutuskan untuk mengabulkan permohonan provisi tersebut. Disebutnya, adapun provisi ini diajukan dengan alasan mendesak yaitu adanya keadaan yang menuntut untuk segera diambil tindakan demi melindungi hak-hak konstitusional pemohon yang terancam dirugikan selama proses pemeriksaan pokok perkara berlangsung.

“Mahkamah Konstitusi memutuskan provisi ini dengan dasar pertimbangan bahwa terdapat urgensi serta risiko ketidakadilan yang nyata, jika provisi tidak dikabulkan. Putusan ini bersifat sementara hingga Mahkamah Konstitusi memutuskan pokok perkara,” ungkap Syamsul Alam.

Ditambahkannya, dengan dikabulkannya provisi ini, Mahkamah Konstitusi memerintahkan kepada pemerintah atau pihak lain untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru berkaitan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tengang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 138).

“Ketetapan ini berlaku sampai adanya putusan final terhadap perkara ini,” tegasnya.

Writer : Apriadi Gunawan | Jakarta
Tag : UU KSDAHE MK