Oleh Thata Debora Agnessia

Dibalik lancarnya kegiatan Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) VIII, ada peran warga desa Kedang Ipil yang cukup besar dalam mempersiapkan konsumsi peserta, yang dikelola secara gotong royong di dapur umum.

Dapur umum yang berlokasi di Balai Adat ini tidak hanya melibatkan perempuan, melainkan juga laki-laki dari berbagai kelompok usia. Mulai dari ibu-ibu, bapak-bapak, hingga anak-anak muda terlibat aktif dalam seluruh proses persiapan konsumsi, menciptakan pola kerja yang setara dan saling mendukung.

Uswita Dayanti menjadi tokoh sentral dalam pengelolaan konsumsi di dapur umum. Perempuan berusia 40 tahun ini dipercaya sebagai Koordinator Dapur Umum Rakernas AMAN VIII di Kedang Ipil.

Uswita yang notabene warga desa Kedang Ipil, sudah puluhan tahun aktif dalam kegiatan kolektif di dapur umum. Ia komandoi jalannya operasional di dapur umum tanpa sekat otoriter, namun melalui komunikasi terbuka dan kompromi dengan seluruh tim.

Uswita menerangkan kegiatan dapur umum sudah dimulai sejak Rabu, 9 April 2025. Warga bergotong royong mencari kayu bakar untuk persiapan konsumsi Rakernas AMAN. Tiga hari kemudian, dapur umum sudah memasak makanan dalam jumlah terbatas untuk kebutuhan panitia Rakernas. Puncaknya, dapur umum harus bergotong royong menyiapkan makanan untuk ratusan peserta Rakernas AMAN VIII mulai 13-16 April 2025.

“Semua makanan kami olah bersama di dapur umum, laki-laki dan perempuan bergotong royong mempersiapkan makanan. Tidak ada pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki. Semuanya saling mengisi dan bekerjasama,” terangnya disela-sela kegiatan ramah tamah pengurus AMAN dengan warga Kedang Ipil, termasuk para juru masak di Balai Adat pada Kamis, 17 April 2025.

Ramah tamah berlangsung sehari setelah penutupan Rakernas AMAN VIII. Ramah tamah langsung dipimpin oleh Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi.

Acara ramah tamah yang ditandai dengan makan bersama pasca Rakernas AMAN ini menjadi momen kebersamaan yang cukup penting, tidak hanya sebagai ungkapan syukur, tetapi juga menegaskan nilai-nilai hidup Masyarakat Adat yang kaya akan semangat solidaritas, kesetaraan, dan gotong royong

Salah satu Bapak memasah nasi saat acara Rakernas berlangsung. Dokumentasi AMAN

Peran Gender Tidak Jadi Pembatas di Dapur Umum 

Uswita menerangkan dapur umum dibentuk berdasarkan giliran per-RT, namun kehadiran bersifat  sukarela. Terkadang, ibu-ibu yang hadir bisa sampai 20 orang per hari di dapur umum. Bisa lebih sedikit, tergantung waktu dan kesibukan mereka masing-masing.

Selain ibu-ibu, sebut Uswita, bapak-bapaknya juga tidak segan turun tangan di dapur umum. Selain membantu memasak nasi, mereka juga terlibat dalam tugas-tugas fisik seperti mengangkat panci besar, membersihkan bahan makanan, hingga mencuci peralatan dapur.

“Bapak-bapak di dapur umum biasanya masak nasi, angkat panci yang berat, bahkan kadang cuci piring kalau kami (ibu-ibu) lagi sibuk potong-potong sayur. Tidak ada gengsi,” jelasnya  sambil tersenyum.

Kegiatan di dapur umum ini memperlihatkan bahwa peran gender tidak menjadi pembatas dalam kerja-kerja kolektif Masyarakat Adat. Semua orang yang hadir di dapur umum memiliki kontribusi masing-masing, tanpa stigma bahwa dapur adalah urusan perempuan semata.

“Yang penting makanan jadi, semua bisa makan. Tidak penting siapa yang masak, laki-laki atau perempuan,” ujar Marsudi, salah satu pekerja laki-laki yang ikut membantu di dapur umum.

Bahan Makanan dari Hasil Kebun Warga

Sebagian besar bahan makanan yang digunakan untuk keperluan Rakernas AMAN di Kedang Ipil, merupakan hasil dari kebun warga. Masyarakat Kedang Ipil, yang mayoritas adalah petani kebun, dengan sukarela menyumbangkan hasil panennya untuk acara Rakernas.  Singkong, daun kelor, labu, daun ubi, dan beragam jenis sayuran lainnya dikumpulkan dari kebun masing-masing.

“Apa yang ada, itu yang kami masak. Kalau ada daun kelor,  kita masak sayur kelor, kalau ada singkong,  kita rebus atau bikin kolak. Fleksibel tergantung bahan,” ujar Uswita.

Diakuinya, meski sebagian bahan dibeli di pasar, terutama bumbu dan pelengkap, sebagian besar konsumsi berasal dari kontribusi warga.

“Sekitar sepertiga bahan kami beli, selebihnya dari warga, atau didukung dana desa dan sumbangan warga,” imbuhnya.

Uswita menerangkan dapur umum seperti ini bukan hal baru di Kedang Ipil. Dalam banyak acara keagamaan seperti Natal dan Paskah, maupun kegiatan adat seperti pernikahan atau ritual komunitas, model kolektif ini sudah lama diterapkan.

“Kita sudah terbiasa kerja bersama seperti ini,” katanya.

Mendapat Apresiasi dari Peserta Rakernas

Semangat kolektif di dapur umum ini pun diapresiasi oleh peserta Rakernas AMAN yang datang dari berbagai penjuru nusantara.

“Ini bukan hanya soal makanan, tapi soal bagaimana Masyarakat Adat menjaga ruang kebersamaan. Laki-laki dan perempuan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, bahkan saat memasak,” ujar salah seorang peserta Rakernas yang mengamati langsung operasional di dapur umum.

“Semangat kebersamaan warga Kedang Ipil ini menunjukkan bahwa kehidupan Masyarakat Adat bukan hanya soal mempertahankan identitas dan tanah, tapi juga tentang membangun tatanan sosial yang adil, setara, dan penuh rasa hormat antar sesame,” pungkasnya.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat yang hadir di Rakernas dari Kalimantan Tengah

Writer : Thata Debora Agnessia | Kalimantan Tengah
Tag : Kalimantan Timur Rakernas AMAN VIII