Oleh Risnan Ambarita

Sekitar 200 orang Masyarakat Adat Sihaporas menghadiri Ritual Manganjab di Huta Lumban Ambarita Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada Senin, 12 Mei 2025.

Tradisi yang telah lama dilaksanakan oleh keturunan leluhur Sihaporas (Ompu Mamontang Laut Ambarita) ini bertujuan untuk menjaga harmoni antara manusia dan alam, serta memohon perlindungan dari bencana kepada Mula Jadi Nabolon (Tuhan Pencipta Alam Semesta).

Ritual dipimpin oleh Tetua adat Ompu Moris Ambarita sejak pukul tujuh pagi, ditandai dengan pemberian Pangurason atau pembersihan diri dengan jeruk perut agar jalannya ritual dipermudah dan seluruh keperluan dipenuhi.

Ompu Moris menerangkan ritual Manganjab memiliki makna khusus bagi Masyarakat Adat Sihaporas tentang keberlangsungan hidup di wilayah adat. Dikatakannya, ritual ini mengingatkan kita atas pentingnya menjaga alam untuk keseimbangan kehidupan Masyarakat Adat di kampung Sihaporas semenjak dulu.

Ompu Moris mengatakan ritual Manganjab ini sangat tergantung dengan hutan, dimana semua bahan kebutuhan ritual didapatkan dari hutan adat seperti air bersih, jeruk purut, sirih, ikan endemik, dan berbagai jenis tanaman herbal lainnya.

“Semua kebutuhan yang diperlukan dalam ritual Manganjab hanya ada di hutan adat, tradisi ini menunjukkan keterkaitan erat dengan alam yang ada disekitarnya,” kata Ompu Moris usai memimpin ritual.

Ompu Moris menambahkan ritual ini juga mengandung makna hubungan manusia dengan alam. Dengan menjaga kelestariannya, tentu manusia akan merasakan manfaatnya secara langsung.

“Ketika tanaman subur, hasil pertanian melimpah, maka manusia bisa menikmati hasilnya dengan baik,” ujarnya.

Berdasarkan Kalender Batak

Ritual Manganjab dilaksanakan berdasarkan kalender Batak di hari Sihori Purasa, tepatnya pada bulan Mei. Prosesi ritual Manganjab diawali dengan prosesi ke area tempat ritual yang didominasi dengan kegiatan berdoa atau disebut Martonggo (dalam bahasa Batak).

Prosesi ritual Manganjab bisa dimaknai sebagai persembahan kepada Mula Jadi Nabolon atau Tuhan Pencipta Alam Semesta.

“Ritual Manganjab ini sebagai bentuk penyembahan kepada Sang Pencipta atas kesuburan tanah, sekaligus bentuk kehormatan kepada alam,” jelas Ompu Moris.

Saul Ambarita, salah seorang panitia ritual menjelaskan prosesi ritual Manganjab ini punya kelanjutannya yang disebut Mangase-ase, yang artinya pemasangan obat di ladang. Saul mengatakan biasanya setelah prosesi ritual Manganjab selesai, Masyarakat Adat yang mengikutinya mendapat obat yang telah didoakan untuk diletakkan di ladang masing-masing.  Ritual pemasangan obat di ladang dilengkapi dengan Masa Pause seminggu sebelum dan sesudah pelaksanaan ritual. Setelah itu, selama tiga hari kita tidak boleh pergi ke ladang dan hutan.

“Setelah larangan ini selesai dijalankan, di hari ke tujuh akan ada ritual penutup yang disebut Manangsang Robu. Tempatnya di hutan wilayah adat Sihaporas,” terangnya.

Saul mengatakan dari rangkaian seluruh prosesi ritual ini, akan diakhiri dengan makan bersama dengan cara membentuk barisan melingkar, sembari mengucapkan Umpasa atau pantun Batak sebagai penutup acara.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Risnan Ambarita | Tano Batak
Tag : Ritual Manganjab