Oleh Samuel Moifilit

Sejumlah organisasi pemuda adat yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat menolak tegas ekspansi dan eksploitasi pertambangan nikel di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Aktivitas industri ekstraktif ini dinilai sebagai ancaman nyata terhadap keutuhan ekosistem di Raja Ampat yang diakui sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dan daratan  terbesar di dunia.

Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Moi Maya, Elon Salomo Moifilit  menyatakan keindahan di Raja Ampat saat ini mulai dirusak dengan aktivitas pertambangan nikel.  Ada  gugusan pulau yang dikeruk atas nama transisi energi, bahkan sebagian wilayah adat di Raja Ampat terancam punah akibat aktivitas pertambangan nikel.

“Ada aktivitas kapal tongkang yang hilir mudik dan ekskavator yang bekerja melakukan bisnis  penambangan nikel di pulau-pulau kecil Kabupaten Raja Ampat. Ini semua harus dihentikan,” kata Elon Salomo saat memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional pada 22 Mei 2025.

Elon menambahkan banyak pulau-pulau kecil di Raja Ampat yang mulai dibebani izin pertambangan, seperti yang saat ini sedang terjadi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele.

Elon mendesak pemerintah Indonesia agar tidak ugal-ugalan memberi izin pertambangan yang mendahulukan keuntungan jangka pendek atas nama transisi energi dan hilirisasi yang berkontribusi terhadap kerusakan alam Raja Ampat. Menurutnya, izin-izin tersebut akan semakin memperparah krisis iklim global.

“Barisan Pemuda Adat Nusantara Moi Maya meminta dukungan semua pihak untuk mencabut izin pertambangan yang dapat merusak keindahan anekaragam hayati di Raja Ampat,” kata Elon.

Dikatakannya, seharusnya pemerintah melindungi hak-hak Masyarakat Adat  di Raja Ampat sebagai penjaga hutan dan laut yang telah terbukti menjaga alam secara berkelanjutan. Selanjutnya, pemerintah ikut menyerukan perlindungan penuh terhadap kawasan konservasi Raja Ampat sebagai warisan alam dunia yang wajib dijaga.

Elon menyebut panorama alam Raja Ampat sangat indah karena selama ini Masyarakat Adat telah menjaga alam Raja Ampat cukup baik sehingga dikenal sebagai surga dunia: laut jernih, dan kaya keanekaragaman hayati.

Elon mendesak pemerintah harus tegas dalam menjaga Raja Ampat, sejalan dengan sikap  Masyarakat Adat di tanah Papua yang telah terbukti menjaga keanekaragaman hayati melalui praktik-praktik kearifan lokal dan budaya tradisional.  Masyarakat Adat telah lama mengelola sumber daya alam, hutan adat  dan laut secara berkelanjutan di tanah Papua.

“Masyarakat Adat bijak dalam memastikan kelestarian lingkungan,” tegasnya.


Aksi Tolak Tambang Nikel di Raja Ampat. Dokumentasi AMAN

Cabut  Izin Usaha Pertambangan di Raja Ampat

Ronisel Mambrasar, salah seorang anggota Aliansi Jaga Alam Raja Ampat menyatakan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan keindahan alam Raja Ampat. Karena itu, mereka menolak segala bentuk aktivitas pertambangan nikel yang  akan merusak Raja Ampat sebagai warisan leluhur yang harus dijaga kelestariannya.

Ronisel mengatakan sebagai Masyarakat Adat, mereka telah terbukti sebagai  penjaga bumi Raja Ampat yang kini telah mendapatkan  pengakuan dari UNESCO Global Geopark (UGGp).

“Geopark Raja Ampat sebagai salah satu kekayaan dunia yang patut dijaga dan dilestarikan,” tegasnya.

Sayangnya,  sebut Ronisel, dibalik kekayaan alam Raja Ampat, ada tangan-tangan jahil pebisnis pertambangan nikel yang mengincar keindahan alam Raja Ampat. Mereka telah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah daerah dan pusat.

Disebutnya, saat ini pulau Manyaifun dan Batang Pele telah dibebani konsesi Izin Usaha Pertambangan Nikel milik PT Mulia Raymond Perkasa dengan seluas, 2,193 hektare. Dikatakannya, Masyarakat Adat di kampung Manyaifun dan Batang Pele akan kehilangan keanekaragaman hayati apabila pemerintah tidak serius untuk melindungi kawasan konservasi bahari di Raja Ampat.

“Sebagai masyarakat yang telah lama hidup bersahabat dengan keanekaragaman hayati  di Raja Ampat, kami menolak ekspansi dan eksploitasi pertambangan nikel di Pulau Manyaifun dan Batang Pele karena dinilai akan  mengancam ekosistem darat dan laut Raja Ampat,” tandasnya sembari mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk mencabut  seluruh Izin Usaha Pertambangan yang diterbitkan tanpa persetujuan Masyarakat Adat dan tanpa proses AMDAL yang partisipatif dan transparan.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Sorong, Papua Barat Daya

Writer : Samuel Moifilit | Jakarta
Tag : Nikel Raja Ampat