Oleh Maruli Simanjuntak 

Masyarakat Adat Sihaporas di Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara mulai melakukan program rehabilitasi ekologis di wilayah adat yang rusak akibat konflik sebagai upaya memulihkan kerusakan lingkungan sekaligus memperkuat kembali kedaulatan atas titipan leluhur.

Program rehabilitasi yang melibatkan pemuda dan perempuan adat ini dijalankan secara partisipatif dan bertahap dalam jangka panjang untuk membangun kembali hubungan spiritual masyarakat dengan tanah, serta mempertegas penolakan terhadap perampasan wilayah adat yang selama puluhan tahun telah memicu konflik dengan perusahaan kehutanan.

Program rehabilitasi difokuskan pada penanaman kembali tumbuhan lokal yang dulunya tumbuh subur di hutan adat Sihaporas, namun kini mulai langka seperti siala kacca, hoting harakka, bulu sari, hau losa. Tanaman ini memiliki nilai ekologis, kultural, sekaligus manfaat sebagai obat tradisional.

Sebagai bagian dari strategi ketahanan ekonomi komunitas, Masyarakat Adat Sihaporas juga telah memulai inisiatif menanam kopi di sebagian wilayah adat. Penanaman kopi ini dikelola secara komunal. Langkah ini menjadi bukti bahwa pengelolaan wilayah adat secara lestari dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Ketua Pelaksana Harian AMAN Wilayah Tano Batak Jhontoni Tarihoran  menjelaskan  program rehabilitasi ini bukan hanya tentang ekologi, tetapi juga tentang memperkuat posisi politik dan sosial Masyarakat Adat.

“Rehabilitasi ini adalah bentuk perlawanan damai. Lewat kegiatan ini, Masyarakat Adat ingin menunjukkan bahwa mereka mampu merawat dan mengelola wilayah adatnya sendiri,” kata Jhontoni pada Sabtu, 14 Juni 2025.

Jhontoni menambahkan selain memulihkan tanaman lokal, program rehabilitasi ini juga diharapkan menjadi sumber ekonomi berkelanjutan bagi Masyarakat Adat.

Ia menerangkan program rehabilitasi ini digerakkan oleh kekuatan kolektif, terutama perempuan dan pemuda adat yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menjaga tanah warisan leluhur.  Disebutkan, mereka tidak hanya turun langsung menanam dan merawat kembali hutan adat, tetapi juga merancang program pelatihan, dokumentasi tanaman obat, serta membangun semangat lintas generasi dalam perjuangan mempertahankan wilayah adatnya.

“AMAN Tano Batak mendukung program rehabilitasi ini sebagai langkah konkret untuk mempertahankan wilayah adat dan identitas budaya Masyarakat Adat Sihaporas,” tegasnya.

Peran Pemuda dan Perempuan Adat

Nurinda Napitu, salah seorang perempuan adat Sihaporas yang aktif dalam program rehabilitasi ini menekankan pentingnya peran perempuan dalam menjaga keberlanjutan wilayah adat. Bagi mereka, sebutnya, tanah adat bukan hanya sumber hidup, tetapi juga sumber nilai dan pengetahuan.

“Rehabilitasi ini cara kami merawat kembali warisan leluhur yang selama ini dirusak. Perempuan adat akan terus berdiri di depan untuk menjaga, menanam, dan mengajarkan kepada anak-anak bahwa tanah ini harus diwariskan dalam keadaan hidup, bukan rusak,” terangnya.

Sementara, Giovani Ambarita dari perwakilan pemuda adat menambahkan bahwa keterlibatan generasi muda dalam program rehabilitasi merupakan bentuk komitmen untuk meneruskan perjuangan yang telah dimulai oleh orang tua mereka.

Giovani mengatakan apa yang telah mereka lakukan dengan program rehabilitasi saat ini bukan hanya sekedar aksi lingkungan.

“Ini adalah bentuk cinta kami terhadap tanah adat dan cara kami menunjukkan bahwa masa depan Sihaporas harus dibangun dari tangan kita sendiri,” ujarnya.

Pemuda dan Perempuan Adat berperan dalam program rehabilitasi di wilayah adat Sihaporas. Dokumentasi AMAN

Konflik Agraria di Wilayah Adat Sihaporas

Wilayah adat Sihaporas telah lama berada dalam konflik agraria dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan pemegang konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dituding memasuki tanah adat tanpa persetujuan masyarakat. Sejak akhir 1990-an, warga telah berulang kali menyuarakan penolakan terhadap kehadiran TPL, yang dianggap merusak lingkungan, menghilangkan sumber air, serta mengganggu ruang hidup masyarakat.

Beberapa kali terjadi bentrokan di Sihaporas, termasuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap tokoh adat. Salah satu peristiwa paling menonjol terjadi pada Juli 2024 lalu, ketika lima warga adat diculik dini hari oleh sekelompok orang tak dikenal. Belakangan diketahui bahwa pelaku penculikan adalah anggota Polres Simalungun. Kelima warga ditangkap atas tuduhan menduduki kawasan hutan, padahal saat itu mereka tengah menjaga tanah titipan leluhur mereka, menyusul pengaduan dari TPL.

Berbagai upaya mediasi telah difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, Kementerian terkait, hingga pertemuan langsung dengan Presiden saat itu. Namun, hingga saat ini belum ada penyelesaian konkret yang mengakui secara resmi wilayah adat Sihaporas. Padahal, Masyarakat Adat telah mengajukan permohonan pengakuan hak atas tanah adat sejak tahun 1998.

Membawa Harapan Baru

Op. Morris Ambarita selaku tokoh adat dan pengurus Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (LAMTORAS) mengapresiasi keterlibatan perempuan dan pemuda adat yang menjadi fondasi penting dalam perjuangan penghijauan di wilayah adat Sihaporas. Op. Morris menyambut baik dimulainya program rehabilitasi ini. Ia menyebut rehabilitasi ini sebagai bentuk pemulihan jati diri Masyarakat Adat yang telah lama digerus oleh eksploitasi dan konflik berkepanjangan.

“Program ini membawa harapan baru. Kami, seluruh Masyarakat Adat LAMTORAS akan mengawal sungguh-sungguh pelaksanaannya. Ini bukan sekadar menanam pohon, tetapi juga menanam kembali nilai, identitas, dan harapan bagi generasi muda Sihaporas,” ungkap Op. Morris.

Ia menegaskan bagi Masyarakat  Adat Sihaporas, program rehabilitasi ini adalah pesan kuat kepada negara dan perusahaan: bahwa mereka tidak akan menyerah dalam memperjuangkan hak atas tanah leluhur.

“Rehabilitasi bukan semata soal lingkungan, melainkan juga soal martabat, keberlanjutan hidup, dan ikatan spiritual dengan tanah yang diwariskan para leluhur,” tegasnya.

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

 

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak, Sumatera Utara
Tag : Masyarakat Adat Sihaporas Mulai Merehabilitasi Wilayah Adat Rusak Akibat Konflik Agraria