Dalam tenda yang berlokasi di Kampong Durian Selamak, Mabar dan Secanggang hampir seratus orang berkumpul untuk berdiskusi mengenai Rencana Kehidupan. Panel dibuat santai karena fokus awal ditujukan kepada layar putih di depan yang memutar video dari LiveMosaic mengenai Plan de Vida. Nama lain dari program yang mereka buat adalah Life Plan atau Rencana Kehidupan. Video yang berdurasi 20-an menit menceritakan Rencana Kehidupan yang dilakukan Masyarakat Misak, mereka mempersiapkan segalanya dari mereka dan untuk mereka sendiri. Mulai dari pendidikan, kesehatan, juga perkebunan, dll. Membahas mengenai lahan yang mereka duduki, 15.000 Ha berlokasi di dataran tinggi atau lereng Pegunungan Andes, Kolumbia. Pembicara awal dibuka oleh Serge Marti dari LifeMosaic yang beterima kasih kepada para panitia, yang sebagian besar pemuda, yang menyiapkan wide screen untuk nobar Life Plan. Setelah pemutaran film dokumentasi, layar yang tadi dipasang ternyata berfungsi lebih luas lagi, yaitu untuk menayangkan Skype Call dengan dua orang tokoh Masyarakat Misak. Perbedaan waktu 12 jam dengan pihak disana, pada saat itu pukul 10.00 WIB, membuat mereka tidak bisa berlama-lama karena sudah larut malam. Walau begitu, dua orang di layar masih menyapa peserta dengan semangat dengan, “Selamat pagi!”. Peserta pun menjawab kembali dengan antusias. Ternyata, dua orang diujung layar lainnya adalah Liliana Muelas dan Jeremias Tunubala yang keduanya adalah pemimpin Masyarakat Adat Misak dan berada dalam film yang ditonton beberapa waktu yang lalu. Mereka menjelaskan dengan bahasa Spanyol Kolumbia yang kemudian diterjemahkan oleh Serge Marti. Begitu pula saat sesi tanya jawab, para peserta bertanya dalam Bahasa Indonesia yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Spanyol Kolumbia kepada Liliana dan Jeremias. Life Plan sendiri atau Plan de Vida dibentuk kelompok masyarakat yang khawatir karena kebudayaan mereka yang kian punah. Langkah ini mereka ambil untuk menentukkan nasibnya sendiri yang tentu berbeda dengan rencana pembangunan pemerintah. Mereka pernah disamakan dengan binatang, dirampas tanahnya dan pikiran mereka dijajah. Untuk memulai Life Plan, mereka mengerahkan seluruh elemen masyarakat adat untuk bergabung dan bergerak. Dimulai dengan pendekatan, profil wilayah dan juga survei ke setiap warganya. Sebuah proses yang panjang mereka lewati, dengan gerakan para pemuda yang berusia 13-15 tahun yang mendekatkan diri kepada para tetua. Kedekatan mereka ini dibangun perlahan dengan kepercayaan satu sama lain, khususnya kearah tujuan yang sama. Yaitu bertahan hidup dengan cara mereka. Sekarang, Masyarakat Misak telah memiliki universitas sendiri, Misak Universidad. Disana, mereka mengajarkan ajaran yang turun-temurun dari nenek moyang yang digunakan untuk bertahan hidup. Selain jenjang perkuliahan, mereka sudah memiliki sekolah dasar, sekolah menengah, rumah sakit dengan dokter orang-orang Misak dan mengembangkan juga pengobatan tradisional mereka sendiri. Sebuah kacamata yang digunakan dalam perencanaan serupa dilakukan juga di Masyarakat Talang Mamak di Riau yang membangun Rencana Kehidupan mereka yang berbasis filosofi pohon. Menurut Himyul Wahyudi, perencanaan semacam ini bukanlah benda asing bagi Masyarakat Talang Mamak. Ia menunjukkan bahwa pemuda adat disana telah bersatu dan menulis buku mengenai adat mereka yang belum lama jadi. Dilanjut kemudian oleh Ishak Pendi sebagai bagian dari Lembaga Adat Serampas, Riau. “Terimakasih banyak kepada Pemda telah mengeluarkan Perda No 28 tahun 2016”, katanya. Disambung kemudian oleh pada pemuda adat Talang Mamak, satu laki-laki dan perempuan yang menjabarkan Rencana Kehidupan mereka yang berbentuk pohon tadi. Disela-sela diisi dengan beberapa pantun yang disampaikan oleh pemuda adat. Para perempuan muda mengenakan pakaian berwarna-warni sementara para pria menggunakan kain selempang. Kegiatan ditutup dengan nyanyian Masyarakat Talang Mamak yang kedangdut-dangdutan dengan lirik Bahasa Indonesia dan mars-mars harapan dan perjuangan mereka. Dalam melihat perencanaan serupa, perlu ada pengertian penuh dari siapa mereka dahulu, siapa mereka sekarang dana pa yang mereka inginkan nanti. Rencana kehidupan yang dibicarakan dalam film dan selama perbincangan jarak jauh sempat dianggap tidak cocok dengan keadaan yang dialami sekarang. Salam satu peserta sarahsehan sempat mempertanyakan hal tersebut karena yang benar-benar dihadapi sekarang adalah permasalahan tanah yang tidak banyak disinggung dalam film ataupun oleh Liliana dan Jeremias. Hasil-hasil langsung Plan de Vida juga tidak dijelaskan secara terperinci hasilnya dan lebih cenderung ajakan dan cara-cara membuat Rencana Kehidupan ini. Masyarakat di Riau banyak berhadapan dengan tanah mereka yang di-klaim oleh Taman Nasional. Tetapi, dibuktikan juga dengan perencanaan oleh Talang Mamak yang masih berproses. Semoga tercapai keselarasan perencanaan dan juga kepemilikan tanah. Agar ada titik temu antara pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan perencanaan yang dikembangan masyarakat untuk bertahan hidup.

Writer : Infokom AMAN | Jakarta