Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyelenggarakan Parade Kain Nusantara di Jakarta pada Minggu (27/8). Parade ini untuk menunjukkan bahwa tanpa hak-hak Masyarakat Adat, Indonesia tidak akan punya keragaman dan keindahan kain nusantara. Parade ini merupakan bagian rangkaian perayaan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia yang diperingati setiap 9 Agustus. Acara ini telah didahului oleh Diskusi “Kain, Keragaman Budaya, dan HAM” di Museum Tekstil pada 20 Agustus 2017 dan Konferensi Pers mengenai parade ini di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 24 Agustus 2017. Ketiga acara ini adalah hasil kerja sama AMAN, Kemendikbud, dan Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia. Kain Nusantara dinilai sebagai salah satus simbol hak-hak Masyarakat Adat. Menurut Mina Setra, Deputi IV Sekjen AMAN untuk Bidang Budaya, bila hak-hak Masyarakat Adat tidak diakui, maka kain nusantara tidak akan ada. Ini karena bahan-bahan pembuat kain tersebut berasal dari hutan adat, seperti kulit kayu atau pewarna alami. Penenun di Kalimantan Barat sekarang ini malah ada yang harus impor bahan-bahan tenunnya dari Malaysia, kata Mina. Belum lagi soal pengetahuan. Pola-pola yang menjadi motif kain nusantara tidaklah diajarkan di institusi pendidikan formal. Itu adalah bagian dari pengetahuan adat yang diajarkan dari generasi ke generasi, biasanya dari ibu kepada putrinya. Karena itu, menurut Devi Anggraini, Ketua Umum PEREMPUAN AMAN, melindungi perempuan adat juga akan melestarikan kain nusantara. Dari pola dan bahan kain nusantara itu, dapat pula ditelusuri sejarah komunitas tersebut dan kedekatan dengan alam dan leluhur. Setiap komunitas memiliki pola dan bahan kain yang berbeda, tergantung kekayaan alam dan sejarahnya. Itu jugalah mengapa kain nusantara adalah pelambang keberagaman Indonesia, yang kini sedang diserang oleh kepentingan-kepentingan yang merusak.

Writer : Infokom AMAN | Jakarta