JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif, mengatakan industri pertambangan termasuk proyek yang tertutup, sehingga korupsi sumber daya alam (SDA) tergolong sulit ditelusuri bukti-bukti kerugian negara. Pernyatan itu disampaikan Laode dalam diskusi publik bertema “Korupsi Sumber Daya Alam di Tahun Politik,” di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 31 Mei. “Membuktikan kerusakan lingkungan lebih mudah daripada membuktikan tindak pidana korupsi, apalagi kalau transaksinya di luar negeri,” tegasnya. Sementara itu, Direktur Perluasan Partisipasi Politik PB AMAN, Abdi Akbar mengungkapkan persoalan isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) yang beredar di masyarakat saat ini sangat kecil, sehingga tidak mudah Indonesia bubar karena isu perbedaan, karena landasan negara adalah keberagaman. Hal yang penting diperhatikan adalah masalah hak pengelolaan sumber daya alam yang harus dikembalikan kepada masyarakat adat untuk bisa dikelola sendiri. “Sampai saat ini masyarakat adat masih belum diakui oleh negara, bahkan mereka dipaksa untuk menjadi masyarakat perkotaan. Padahal mereka bisa hidup dengan mengelola sumber daya alam yang ada,” kata Abdi. Abdi menjelaskan situasi di tahun politik ini maraknya korupsi sumber daya alam yang terjadi di wilayah adat. Dimana para calon pemimpin daerah sudah bertransaksi sebelum pemilihan berlangsung, dengan para pemilik modal (pengusaha) yang mendukungnya dengan menerbitkan ijin-ijin konsensi usaha di wilayah adat tanpa sepengetahun masyarakat adat. Lebih lanjut abdi mengatakan, selama 73 tahun Indonesia merdeka, masyarakat adat masih mengalami berbagai penindasan, seperti tidak memiliki hak pilih karena tidak mempunyai e-KTP, Mengalami kriminalisasi karena mempertahankan wilayah adatnya, Mengalami penggusuran di wilayah adat atas nama pembangunan. “Sampai saat ini, PB AMAN mencatat terdapat 262 konflik sumber daya alam yang terjadi di wilayah adat, yang meliputi sektor perkebunan, pertambangan, proyek-proyek pembangunan PLTA, serta terbitnya perizinan yang tumpang tindih untuk mengelola sumber daya alam di wilayah adat, ” terang Abdi. Jumri-Ketua BPAN

Writer : Moh. Jumri | Jakarta