Jakarta (14/8), www.aman.or.id - Goncangan 6,4 dan 7,0 Skala Richter menyebabkan Lombok berduka. Sebagian besar korban meninggal diakibatkan rumah runtuh. Reruntuhan tersebut menimpa para korban hingga mereka tak bernyawa. Rata-rata rumah yang rubuh adalah rumah beton.

Gempa kali ini, selain menyisakan isak tangis, juga menyiapkan pelajaran yang sangat berharga. Masyarakat Adat Todo sebagai contoh menjadi saksi atas Bale Tembang yang tidak ikut rubuh.

“Yang menarik, Kamardi Arif Dewan AMAN Nasional Region Bali-Nusa Tenggara, punya rumah panggung. Rumah panggung itu dibangun pada 2017 dengan maksud untuk dijadikan sanggar budaya. Dia menamakannya Bale Tembang. Kukuh berdiri,” kata Nura Batara, relawan AMAN.

Masyarakat Adat Todo menyadari bahwa rumah panggung ternyata tahan gempa. Mereka kembali menyadari betapa rumah-rumah panggung warisan leluhur sangat sesuai dengan kontur Lombok yang berada dalam lingkaran cincin api. Para leluhur, meskipun belum menyebutkan istilah cincin api, namun rumah panggung tersebut menitipkan pesan sangat berharga, khususnya menjaga keselamatan.

Kesadaran itulah kemudian yang mulai menjadi buah pemikiran di antara sesama mereka. Nura menambahkan, warga trauma dengan rumah beton. Seperti diketahui pada umumnya rumah beton bersifat kaku, sehingga saat goncangan datang, beton tersebut paling tidak akan retak. Sedangkan rumah panggung atau kayu, biasanya lebih lentur. Sambungan tiap-tiap kayu akan mengikuti gelombang goncangan.

Selain itu, atap rumah panggung umumnya juga lebih ringan. Hal ini sangat memungkinkan bagi rumah panggung untuk tidak mudah runtuh. Dengan demikian, teknik rumah yang diwariskan para leluhur sangat tepat sebagai rumah layak huni dan terbebas dari ancaman goncangan bumi.

[caption id="attachment_41117" align="alignleft" width="1024"] Bale Tembang[/caption]

 

Sementara itu, Dodi Ketua BPH AMAN Daerah Paer Daya, juga mengatakan hal serupa. Berdasarkan pembicaraannya dengan beberapa warga, diperoleh keinginan mereka ke depan akan membangun rumah anti-gempa, salah satunya rumah panggung.

“Di beberapa lokasi pengungsian yang saya tanya, rata-rata mereka ingin kembali ke arah itu. Mereka mulai menyadari rumah panggung atau rumah adat merupakan rumah tahan gempa,” ujarnya.

Dengan melihat sejarah siklus gempa di Pulau Lombok, warga akan mengarah pada pembangunan seperti rumah adat, tambahnya.

Bale Tembang—selain beberapa rumah panggung di lokasi lain di Lombok yang menjadi simbol terdekat di depan mata—mungkin akan menjadi inspirasi bagi warga untuk memilih membangun rumahnya kelak.

Jakob Siringoringo - Infokom PB AMAN

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta