Jakarta (30/8), www.aman.or.id - Presiden Joko Widodo mengagendakan menerima masukan, baik data dan informasi maupun persoalan yang dihadapi Masyarakat Adat. Momentum agenda ini menurut Staf Khusus Presiden Lenis Kogoya melalui asistennya Riyan Suminder akan dipusatkan dalam kegiatan Pekan Budaya Nasional Masyarakat Adat.

Sebelum pelaksanaan Pekan Budaya Nasional Masyarakat Adat, Sekretariat Kabinet akan mengadakan Diskusi Grup Terfokus (FGD) keliling Indonesia. FGD akan menjadi rangkaian aktivitas untuk menjaring masukan-masukan dari komunitas-komunitas adat.

“Langsung kita usulkan saja konsultasi di tujuh region ala AMAN yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Papua,” ujar Mina Setra, Deputi IV Sekjen AMAN di kantor Sekretaris Kabinet, Jakarta kemarin (29/8).

Puncaknya Pekan Budaya Nasional Masyarakat Adat yang sesungguhnya akan diakhiri dialog dengan Presiden Republik Indonesia.

Pertemuan ini merupakan lanjutan dari rapat sebelumnya di Rumah AMAN Tebet (19/7). Riyan Suminder yang hadir saat itu mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo ingin mendengar secara langsung perihal persoalan Masyarakat Adat. “Selama ini informasi penting dari Masyarakat Adat berhenti di meja kementerian,” ujarnya. Saat itu, ia juga mengatakan bahwa Pemerintah sepakat merevisi RUU Masyarakat Adat versi DPR.

Baca juga PEMERINTAH SEPAKAT MEREVISI RUU MASYARAKAT ADAT VERSI DPR

Narasi Budaya

Pembahasan mulai terpola ke dalam dua hal: gambaran tentang persoalan yang dihadapi Masyarakat Adat (konflik dll) dan potensi ekonomi.

Mina mengatakan kiranya rencana tersebut mengembalikan narasi budaya dengan tanah/wilayah adat. Budaya dengan tanah atau wilayah adat sangat terikat satu sama lain, sebab budaya berpijak di atas tanah/wilayah adat.

Masyarakat Adat Dayak Pompang itu menambahkan kalau tujuannya untuk memberikan masukan ke Presiden RI, pelaksanaan FGD kiranya nanti benar-benar melibatkan Masyarakat Adat bukan Keraton/Kesultanan. Benar-benar menemui komunitas adat yang memiliki persoalan-persoalan spesifik dan berat.

Oneng dari Kementerian Pariwisata sependapat. Ia menyampaikan bahwa Masyarakat Adat dengan Keraton perlu dibedakan. Pemilik pengetahuan tradisional, nilai-nilai tradisi itu sendiri adalah Masyarakat Adat.

Perhatian kami dari Kemenpar, lanjutnya, adalah memaksimalkan potensi nilai-nilai tradisional Masyarakat Adat untuk tujuan komersialisasi dalam arti positif. Namun, katanya menegaskan, bahwa Kemenpar merupakan tahap hilir dari semua proses ini. “Mengemas menjadi bagian kami sekaligus misalnya mencari pasar, namun persoalan mendasar yang dihadapi Masyarakat Adat itu sendiri ada di lembaga terkait. Di situ hulunya,” katanya.

Pandangan pemuda adat, Jhontoni Tarihoran, tidak berbeda. Menurutnya, keterhubungan Masyarakat Adat dengan wilayah adat sangat terikat erat dengan budaya. Sementara itu untuk menjaga keberlanjutan budaya, generasi muda adalah kunci.

“Jika Masyarakat Adat digusur dari wilayah adatnya, hutan/wilayah adatnya dirampas, tradisinya dikungkung, maka budaya yang disebut DNA negara akan hilang,” tegas Ketua Umum BPAN periode 2015-2018.

Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Riyan Suminder. Sebelumnya Riyan mengundang AMAN hadir untuk membahas Pekan Budaya Nasional Masyarakat Adat ini. Dari AMAN hadir Deputi IV Sekjen AMAN Mina Setra, Marolop Manalu dan Jhontoni Tarihoran.

Selain AMAN dan Kemenpar, Setkab juga mengundang beberapa perwakilan dari berbagai lembaga. Syifa Fauzia mewakili Pertamina dan M. Haykal dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Selanjutnya akan diundang Kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Dirjen Kebudayaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Jakob Siringoringo - Infokom PB AMAN

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta