Musyawarah Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulawesi Selatan Komunitas Adat Karampuang, Sinjai – Sulawesi Selatan

26 November 2019

TEGUHKAN TEKAD, PERKOKOH KEBERSAMAAN, WUJUDKAN MASYARAKAT ADAT DI SULAWESI SELATAN YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERMARTABAT

Pada tanggal 25-26 November 2019, telah dilaksanakan Musyawarah Wilayah (Muswil) Ketiga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan di Komunitas Adat Karampuang, Bulupoddo, Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan. Muswil III AMAN Sulsel ini dihadiri utusan-utusan komunitas-komunitas Masyarakat Adat yang ada di Sulawesi Selatan dan Barat yang merupakan wilayah kerja AMAN Sulsel. Selain itu, Muswil AMAN Sulsel juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal AMAN, Pengurus Daerah (PD) AMAN se-Sulawesi Selatan, utusan dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, Wakil Bupati Sinjai beserta unsur OPD Kabupaten Sinjai, Camat Bulupoddo, utusan TNI dan Polri Sinjai dan seluruh pendukung Gerakan Masyarakat Adat baik pada tingkat nasional maupun tingkat wilayah di Sulawesi Selatan.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat, baik laki-laki maupun perempuan, yang mendiami wilayah-wilayah pegunungan, dataran, hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulawesi Selatan dan Barat, mewarisi hak untuk memiliki, mengatur dan mengurus diri sendiri, hak untuk menyelenggarakan sistem pemerintahan adat, agama dan kepercayaan leluhur, upacara-upacara adat sesuai dengan identitas budaya, nilai-nilai luhur dan pengetahuan asli yang terkandung di dalam sistem adat berdasarkan hak asal- usul/hak tradisional kami masing-masing. Wilayah-wilayah adat kami memiliki hutan- hutan dan sumber daya alam terbaik yang kami jaga sesuai dengan hukum adat dan pengetahuan tradisional kami, secara turun-temurun.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat, mewarisi hak untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan hidup bersama, termasuk hak untuk bebas dari segala macam bentuk kekerasan dan penindasan, baik di antara sesama Masyarakat Adat dan antar-Masyarakat Adat dengan alam sekitarnya, maupun antara Masyarakat Adat dengan masyarakat lainnya, sesuai dengan sistem hukum dan kelembagaan adat kami masing- masing.

Kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat masih terus menghadapi tantangan besar dalam berbagai bidang, baik sosial, budaya, ekonomi, politik, terutama terkait paradigma pembangunan yang belum sesuai dengan sistem nilai, spiritualitas dan budaya Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat. Wilayah adat kami disebut Lili’na atau Hanua atau Wanua atau Kampong atau Banua dan atau nama lain yang serupa dengan itu. Wilayah adat yang di atas dan di bawahnya mengandung sumber-sumber agraria dan sumber daya alam lainnya, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kami sebagai Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat.

Kami menyadari dan prihatin dengan merebaknya sengketa-sengketa yang berkaitan dengan hak Masyarakat Adat atas wilayah adat kami, akibat belum hadirnya negara bagi Masyarakat Adat dalam menyelesaikan administrasi pengakuan hak konstitusional Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat yang tergabung dalam AMAN Sulawesi Selatan, bersepakat menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk SEGERA mengesahkan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang Masyarakat Adat.
  2. Mendesak Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Barat (Sulselbar) untuk SEGERA membuat Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat.
  3. Mendesak Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota di Provinsi Sulselbar untuk segera membuat Peraturan Daerah tentang Masyarakat Adat.
  4. Mendesak pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sulselbar untuk menyelesaikan konflik tenurial hak Masyarakat Adat.
  5. Mendesak Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota Sulselbar untuk mengintegrasikan wilayah-wilayah adat di dalam kebijakan tata ruang Provinsi dan Kabupaten/Kota.
  6. Mendesak Pemerintah, Provinsi, Kabupaten/Kota hingga Desa di Sulselbar untuk mengintegrasikan berbagai program terkait Masyarakat Adat, seperti pendidikan dan kebudayaan, kesehatan, sosial, politik, ekonomi, lingkungan serta layanan dasar lainnya ke dalam Rencana Pembangunan Nasional, Daerah hingga Desa terkait Masyarakat Adat.
  7. Mendesak seluruh aparat penegak hukum di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera menghentikan segala bentuk intimidasi, kriminalisasi dan diskriminasi terhadap Masyarakat Adat.
  8. Mendesak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera mengimplementasikan Nota Kesepahaman bersama dengan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan AMAN Sulawesi Selatan tentang Penguatan Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan.
  9. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dan semua jajarannya untuk MENGHENTIKAN program HKM, HTR, Hutan Desa maupun Kemitraan Lingkungan atau Perhutanan Sosial di wilayah-wilayah adat. Sebaliknya Pemerintah RI harus segera mempercepat pengakuan wilayah adat.
  10. Segala bentuk program pembangunan di wilayah adat, harus dilakukan melalui proses-proses FPIC, dengan sepengetahuan, pelibatan penuh dan sepertujuan Masyarakat Adat yang bersangkutan.
  11. Mendesak Pemerintah Sulawesi Barat untuk mengakui Peraturan Daerah Kabupaten Mamasa yang telah melalui proses yang sah dan telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Mamasa.
  12. Mendesak Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Walikota dan Desa untuk mengutamakan dan memperbanyak dialog dengan Masyarakat Adat.
  13. Mengusulkan kepada pemerintah agar bantuan-bantuan kepada komunitas terutama bibit, disampaikan tepat waktu sesuai kondisi iklim dan kebutuhan Masyarakat Adat.

Kami, Masyarakat Adat di Sulselbar menyatakan bahwa:

  1. Hutan kami adalah hutan adat. Oleh sebab itu, kami mengharamkan program HKM, HTR, Hutan Desa maupun Kemitraan Lingkungan atau Perhutanan Sosial di wilayah- wilayah adat kami.
  2. Kami akan terus menjaga dan mengelola wilayah adat kami secara berkelanjutan sesuai dengan kearifan lokal yang kami warisi turun temurun.
  3. Kami berkomitmen untuk memperkuat kelembagaan adat kami, mempertahankan adat istiadat, ritual-ritual adat dan bahasa asli kami.
  4. Kami akan tetap mengutamakan pengambilan keputusan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan kami melalui mekanisme musyawarah adat.
  5. Kami menegaskan bahwa kami komunitas-komunitas Masyarakat Adat, adalah TIDAK SAMA atau berbeda dengan kerajaan-kerajaan nusantara. Oleh sebab itu, segala bentuk penyamaan terhadap kami dengan kerajaan-kerajaan nusantara merupakan pengingkaran terhadap identitas kami yang sejati.
  6. Kami akan memastikan keterlibatan kami dalam proses-proses pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan di tingkat desa, termasuk dalam hal pengawasan pelaksanaannya.
  7. Kami akan mendorong kader-kader terbaik kami sebagai utusan politik komunitas untuk merebut posisi-posisi strategis di berbagai tingkatan, terutama di tingkat desa.
  8. Kami akan memastikan setiap komunitas adat anggota AMAN di Sulselbar untuk segera mengidentifikasi kader-kader komunitas, baik kader pemula, penggerak maupun pemimpin, sebanyak 2% dari jumlah populasi orang dewasa di komunitas kepada Pengurus Daerah (PD), Pengurus Wilayah (PW) maupun Pengurus Besar (PB) AMAN, sesuai mandat Anggaran Dasar AMAN.
  9. Kami berkomitmen untuk memastikan pelibatan penuh generasi muda dan perempuan dalam setiap pengambilan keputusan di komunitas dan mendukung inisiatif-inisiatif perempuan dan generasi muda dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat kami.
  10. Kami menghimbau seluruh komunitas adat anggota AMAN untuk memasang plang keanggotaan AMAN di masing-masing komunitas.

Sebagai penutup, kami, Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat, bersedia bekerjasama dengan pemerintah dan berbagai pihak lainnya, dalam memastikan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di Sulawesi Selatan dan Barat.

Disepakati bersama oleh seluruh peserta Musyawarah Wilayah AMAN Sulawesi Selatan.

Karampuang, Sinjai Sulawesi Selatan 26 November 2019

Download Pdf Resolusi Karampuang

Writer : Jakob Siringoringo | Jakarta