Sumber foto: akun twitter Kementerian LHK

Jakarta (9/8/2019), www.aman.or.id - Masyarakat adat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara Indonesia. Keberadaan masyarakat adat di wilayah adatnya telah ada, jauh sebelum negara Indonesia diproklamirkan. Oleh karenanya, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat harus dipenuhi oleh negara.

Sampai saat ini, negara belum memberikan itikad baik terhadap masyarakat adat. Rancangan Undang Undang Masyarakat Adat yang didorong oleh AMAN sampai saat ini belum disahkan. Kabar terakhir, RUU tersebut ditahan oleh Menkopolhukam. Demikian petikan pidato Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dalam pembukaan Peringatan 20 Tahun AMAN dan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, 9 Agustus 2019.

Sekjen AMAN menambahkan pandangan pemerintah sekarang belum jauh beda dari pemerintahan sebelumnya, yang memandang masyarakat adat sebagai sebuah ancaman. “Komunikasi kita dengan negara belum efektif, kita harus terus membuktikan kepada pemerintah bahwa kita patut untuk diakui dan dapat diandalkan,” tambahnya.

Kerja-kerja yang dilakukan AMAN selama 20 tahun sudah memberikan titik terang dalam menegaskan keberadaan masyarakat adat, meski jalan masih panjang dan terus mengalami pasang surut. Sejak tahun 1999, hanya ada satu tuntutan, permintaan, dan keinginan masyarakat adat yaitu UU Masyarakat Adat. “Saya mengajak seluruh masyarakat adat untuk memperkuat dirinya karena nasib masyarakat adat ada ditangan dirinya sendiri, bukan pada diri orang lain,” katanya.

Akar Masalah

Penindasan terhadap masyarakat adat terus terjadi selama masa kemerdekaan, khususnya pada masa orde baru. Di bawah kekuasaan Soeharto, masyarakat adat terus mengalami kekerasan, diusir dari wilayah adat dan dikriminalisasi menjadi pengalaman pahit masyarakat adat. Seluruh kekayaan sumber daya alam yang berada di wilayah adat milik masyarakat adat dirampas oleh negara dan perusahaan.

Menurut Sekjen AMAN, ada dua kebijakan yang menjadi dasar persoalan masyarakat adat ketika itu. Keduanya adalah UU Pokok Kehutanan dan UU Penanaman Modal Asing. Kebijakan ini telah menghancurkan seluruh kehidupan masyarakat adat. Melalui kebijakan ini, wilayah adat yang penuh dengan kayu-kayu terbaik yang dijaga berabad-abad habis dibabat oleh perusahaan. “Salah satu korban pembangunan Orde Baru adalah Nai Sinta, salah seorang pendiri yang bahkan sebelum AMAN dideklarasikan sudah berjuang melawan PT. Indorayon Inti Utama (IIU), yang hadir di tengah-tengah kita,” serunya.

Masyarakat adat menjadi korban pembangunan yang dijalankan pemerintah Orde Baru. Selain merampas wilayah adat, pemerintah juga menangkap dan memenjarakan para masyarakat adat yang memperjuangkan tanah adatnya. Soeharto menyensor semua media dan tidak ada yang tahu mengenai berita penangkapan masyarakat adat.

Mengubah Strategi

Perubahan terhadap strategi perjuangan terus dilakukan AMAN melalui evaluasi dan refleksi yang dijalankan. Sampai saat ini, AMAN telah mempunyai 21 Pengurus Wilayah, 120 Pengurus Daerah, tiga organisasi sayap, yaitu Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), PEREMPUAN AMAN, dan Perhimpunan Pengacara Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Badan Otonom, hingga unit-unit usaha.

Dalam kesempatan ini, Sekjen AMAN menjelaskan mengenai keberhasilan perluasan partisipasi politik masyarakat adat. Sejak tahun 2007, AMAN menjalankan perluasan partisipasi politik dan penguatan pengurus wilayah sehingga capaian-capaian kerja cukup stabil. Selain itu, AMAN telah berhasil mendorong 70 produk hukum berupa Perda tentang Masyarakat Adat.

“AMAN mengutus kader-kader muda. AMAN harus masuk ke dalam, ada kepala desa, ada anggota legislatif. Kita punya 14 kepala desa di Lebak dan 34 anggota DPR(D).”

Lebih lanjut ia bilang senjata utama masyarakat adat yang harus terus dipegang teguh adalah Putusan MK No. 35 tahun 2012, yang mengatakan hutan adat bukan lagi hutan negara. “Oleh karenanya, kita harus berhenti mengemis, kita harus meneguhkan kembali semangat seperti yang dikobarkan para pendahulu kita. Kita tidak boleh mengemis, ini adalah negara kita, kampung kita.”

Akhir kata, Rukka menyampaikan selamat memperingati 20 Tahun AMAN sekaligus merayakan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia.

Lasron P. Sinurat

Writer : Lasron P. Sinurat | Jakarta