Jakarta (11/9/2019), www.aman.or.id - Hari kedua perayaan hari internasional masyarakat adat sedunia (HIMAS) dan ulang tahun ke-20 AMAN, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta mempersembahkan sejumlah film dokumenter yang menggambarkan kehidupan masyarakat adat di Indonesia. Film dokumenter ini merupakan karya-karya para pemuda untuk dipersembahan bagi seluruh masyarakat adat dari para pemuda.

Acara pemutaran film dokumenter ini diadakan oleh INFIS dan pendukung lainnya di gedung theater kecil TIM sejak pukul 10.00 wib sampai selesai, dengan mengambil tema “The Indigenous Peoples Cinema Week 2019”.

Dalam pembukaan acara, pembawa acara menyebut bahwa seluruh film dokumenter yang akan diputar akan memberi pemahaman kepada para penonton mengenai cara masyarakat adat bertahan menghadapi krisis lingkungan dan bagaimana masyarakat adat menjaga hutan dan wilayah adatnya. “Sebanyak 12 film dokumenter akan ditayangkan pada hari ini,” katanya.

Pemutaran film ini mendapat perhatian dari para peserta yang hadir dalam perayaan HIMAS dan ulang tahun ke-20 AMAN. Para peserta sangat antusias mengikuti pemutaran film dari awal hingga akhir film.

Film dokumenter yang ditayangkan sebagai pembuka acara adalah film “Masa Depan Kaloy”, karya Muhammad Fadilah Ikhwan dan film “Kembalinya Ekosistem Leuser dari Kebun Sawit Ilegal”, karya Muhammad Faisal Sembiring.

Kedua film ini menceritakan kondisi masyarakat adat dan hutan adat. Dalam film karya Ikhwan dijelaskan kehidupan masyarakat Kaloy yang berjuang mempertahankan wilayah adatnya. Kehadiran industri telah menghancurkan dan mengancam kehidupan masyarakat adat yang tinggal di wilayah adatnya.

Masyarakat adat Kaloy merupakan generasi penerus keturunan orang Gayo, yang tinggal di Aceh Tamiang. Potensi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat Kaloy menjadi sasaran utama untuk kebutuhan pembangunan perusahaan negara maupun swasta.

Film lain karya Faisal memberi penjelasan bahwa penyebab banjir di Aceh Tamiang pada tahun 2006 adalah kerusakan hutan. Hutan-hutan yang ada telah gundul dan ditebangi oleh perusahaan-perusahaan yang hadir. Bencana banjir yang melanda desa telah menyadarkan masyarakat akan pentingnya melestarikan hutan dan menjaga bumi. Hutan bukan untuk kita saat ini, tetapi juga untuk masa depan anak-anak kita.

Setelah pemutaran film, panitia mengadakan sesi diskusi dengan menghadirkan Muhammad Fadilah Ikhwan dan Muhammad Faisal Sembiring selaku pembuat film. Juga seorang aktivis lingkungan dari Forum Konservasi Leuser, Taufik Ramadhan. Diskusi ini dipandu oleh Leoni Rachmawati.

Dalam sesi diskusi ini, Fadilah dan Faisal menyerukan pentingnya merekam jejak masyarakat adat melalui film dokumenter. “Melalui film dokumenter, kita bisa melihat aktivitas dan perjuangan masyarakat adat untuk menjaga dan melestarikan wilayah adatnya,” kata Faisal.

Lasron P. Sinurat

Writer : Lasron P. Sinurat | Jakarta