Jakarta, www.aman.or.id- Sekitar 14 juta hektar lahan di Indonesia dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit. Minyak sawit digunakan sebagai bahan dasar berbagai produk kelontong dab biofuel, sebagian besar konflik lahan yang tercatat di Indonesia akibat dari perkebunan sawit. Hal ini terungkap dalam laporan hasil penelitian dari Juliana Nnoko-Mewanu, peneliti bidang perempuan dan lahan , Divisi Hak Perempuan dari Human Rights Watch, “Kehilangan Hutan Berarti Kehilangan Segalanya,” yang dipublikasikan bersama AMAN di Hotel Century Park, Jakarta (23/09). Laporan ini memuat ketelibatan dua perusahaan sawit yaitu PT. Ledo Lestari di Kalimantan Barat dan PT. Aditya Loka 1, anak perusahaan PT. Astra Agro Lestari di Jambi, kedua perusahaan ini telah menghancurkan hak-hak kedua Masyarakat Adat yaitu, Suku Iban dari Kalimantan Barat dan Suku Anak Dalam di Jambi. Fakta dilapangan, dua perusahaan tersebut telah menelantarkan hak-hak Masyarakat Adat tanpa konsultasi dan kompesasi. Akibatnya mereka hidup tanpa hutan dan lahan dengan pasokan air yang terbatas untuk hidup sehari-hari. Keluarga Suku Anak Dalam duduk di bawah sudung (tenda yang terbuat dari terpal dan tiang kayu) di sebuah perkebunan kelapa sawit. Mereka bergegas pergi ketika karyawan perusahaan menemukan dan mengejar mereka di Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Maliau, perempuan Suku Anak Dalam dan ibu dari sembilan anak, merasa kesulitan bertahan hidup dari tanah yang dulu menghidupi sukunya, namun kini hancur akibat perkebunan kelapa sawit yang mulai beroperasi di sana hampir tiga dekade lalu. “Dulu hidup kami lebih baik,” kata Maliau. “Para perempuan di sini dulu bisa menemukan berbagai jenis makanan. Ada juga yang menganyam tikar dan keranjang dari daun kering. Kami merakit lampu dari getah damar. Sekarang tidak ada lagi bahan untuk membuat itu semua,” ungkap Maliau. Meriau, kepala rombongan yang terdiri dari sekitar enam keluarga yang tinggal di tengah-tengah perkebunan kelapa sawit, mengatakan: “Dulunya ini sawah saya. Itu sebabnya saya tidak meninggalkan tempat ini.” Dia menolak meninggalkan daerah itu dan mengaku tidak diajak berdialog sebelum perkebunan didirikan di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Warga Semunying direlokasi beberapa kilometer ke tengah-tengah perkebunan sawit. Kini, komunitas mereka dikelilingi pepohonan kelapa sawit di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Laporan penelitian ini memuat tiga rekomendasi, antara lain Pemerintah Indonesia harus mensahkan RUU Masyarakat Adat, Pemerintah harus bisa memantau pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan perusahaan sawit kepada Masyarakat Adat dan Pemerintah Indonesia harus mengatur soal komisi resolusi konflik jangka panjang. Eka Hindrati – Infokom PB AMAN Foto : Pailin Wedel - Human Right Watch

Writer : Eka Hindrati | Jakarta