Dinilai Tidak Serius, Kuasa Hukum Masyarakat Adat Protes Surat Kuasa Tergugat dari DPR RI
01 Maret 2024 Siaran Pers PPMANJakarta, 29-02-2024
Sidang lanjutan gugatan Tata Usaha Negara terhadap DPR RI (Tergugat I) dan Presiden RI (Tergugat II) atas sikap abai/diam Presiden dan DPR atas pembentukan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat dilaksanakan pada hari ini Kamis 29 Februari 2024 di PTUN Jakarta, dengan agenda Sidang bukti surat (tulisan) dari Para Pihak. Sidang pembuktian yang kedua.
Gugatan ini diajukan oleh organisasi Masyarakat Adat, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam hal ini diwakili oleh Rukka Sombolinggi selaku Sekretaris Jenderal AMAN bersama delapan (8) individu Masyarakat Adat diwarnai aksi protes dari kuasa hukum para Penggugat. Protes tersebut dikarenakan surat kuasa pihak Tergugat I tidak lengkap tanda tangan dari Pimpinan DPR selaku pemberi kuasa sehingga hal ini dinilai tidak sah. Diketahui, ketika ditanya tentang Surat Kuasa kuasa hukum Tergugat I menunjukkan surat kuasa yang tidak diberi tanda tangan Pemberi Kuasa dari pimpimpinan DPR dengan lengkap.
“Apa yang ditunjukkan oleh Tergugat I menunjukkan ketidakseriusan mereka menghadapi gugatan Masyarakat Adat atas pembentukan UU Masyarakat Hukum Adat. Bagaimana mungkin ada surat kuasa tapi tidak lengkap tandatangan dari pimpinan DPR selaku Pemberi Kuasanya?,” jelas Fatiatulo Lazira, salah seorang kuasa hukum para Penggugat yang merupakan Pengacara dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).
Atas peristiwa tersebut, Ketua Majelis Hakim memerintahkan kepada kuasa hukum untuk segera melengkapi surat kuasa tersebut dan diserahkan dalam masa sidang berikutnya. Meskipun demikian, sidang tetap berjalan dengan memeriksa bukti surat tambahan dari Penggugat dan bukti surat pertama dari Tergugat I (DPR RI) dan Tegugat II (Presiden RI). Segala keberatan kuasa hukum Penggugat dapat dituliskan di dalam kesimpulan akhir.
“Dalam kesempatan ini, kami mengajukan beberapa bukti surat tambahan ang dianggap mampu menjelaskan dan mendukung argumentasi kami bahwa sangat dibutuhkan ketersediaan produk hukum berupa undang-undang yang mengatur secara khusus tentang Masyarakat Adat. Sangat penting bagi jaminan kepastian hukum atas perlindungan dan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang selama ini sering pada posisi terancam keberadaanya, bahkan menjadi korban kriminalisasi serta perampasan lahan,” ungkap Fati lebih lanjut.
Selain itu, kuasa hukum Penggugat juga meminta majelis hakim memerintahkan Presiden menghadirkan daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait RUU Masyarakat Adat di muka persidangan.
"Kami meminta majelis hakim memerintahkan Tergugat II untuk menghadirkan daftar inventarisasi masalah di persidangan ini, mengingat dalam jawabannya, Presiden selaku Tergugat II mengklaim sudah menugaskan beberapa menteri untuk menyusun naskah RUU Masyarakat Adat dan DIM", mintanya.
Mendengar permintaan itu, hakim ketua menyampaikan kepada Tergugat II untuk menghadirkan daftar inventarisasi masalah dimaksud.
Sidang perkara dengan Nomor Perkara 542/G/TF/2023/PTUN.JKT akan dilanjutkan 2 minggu lagi yaitu Kamis 14 Maret 2024 dengan agenda sidang yaitu mendengar keterangan saksi dan atau Keterangan Ahli dari pihak Para Penggugat serta Penambahan Bukti Surat dari Para Pihak.
“Kami akan mempersiapkan saksi dan ahli dalam persidangan berikutnya. Dimensi Adminsitrasi Negara, Masyarakat Adat dan Perundang-Undangan menjadi fokus kami untuk menjelaskan urgensi pembentukan undang-undang tentang Masyarakat Adat,” ujar Judianto Simanjuntak, kuasa hukum lainnya Para Penggugat.
Judianto melanjutkan, pengajuan saksi dan ahli ini sangat penting. Hal ini untuk menguatkan alasan dan dasar pengajuan gugatan bahwa DPR RI dan Presiden RI bersikap abai dan diam atas permohonan yang diajukan oleh Para Penggugat yaitu Permohonan Pembentukan UU Tentang Masyarakat Hukum Adat. Undang-Undang Tentang Masyarakat Hukum Adat merupakan kebutuhan hukum Masyarakat Adat ditengah maraknya pembangunan yang berdampak pada perampasan wilayah adat, penggusuran, kriminalisasi dan ancaman penghilangan identitas budaya Masyarakat Adat.
"Persidangan perkara ini mendapat dukungan dari publik, komunitas masyarakat adat di seluruh nusantara, dengan harapan agar Majelis Hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara ini mengabulkan gugatan Para Penggugat", tutupnya.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi narahubung di bawah ini:
1. Fatiatulo Lazira, S.H : 0812-1387-776
2. Judianto Simanjuntak, S.H : 0857-7526-0228