Oleh Imanuel Kaloh dan Kharisma David Kurama

Isu Masyarakat Adat masuk menjadi salah satu materi yang didiskusikan dalam debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung Wale Ne Tou Tondano.

Namun dalam debat terbuka yang berlangsung pada Rabu, 23 Oktober 2024 ini, tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara dinilai masih minim gagasan tentang Masyarakat Adat.

Ketua Pelaksana Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara, Kharisma Kurama mengapresiasi KPU Sulawesi Utara yang telah mengakomodir isu Masyarakat Adat dalam debat publik kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara.

Harapannya, KPU Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Utara juga dapat mengangkat isu Masyarakat Adat. Sebab, hadirnya isu ini dalam debat calon kepala daerah akan membuka cakrawala berpikir masyarakat,  terlebih para pasangan calon bahwa ternyata ada persoalan mendasar yang sedang menimpa Masyarakat Adat.

Sayangnya, kata Kharisma, dalam debat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara tidak ada gagasan konkrit yang disampaikan dalam penyelesaian kasus maupun upaya pengakuan, perlindungan serta pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat di Sulawesi Utara.

Kharisma mencontohkan pada pertanyaan terkait tanah adat yang kerap dirampas atasnama pembangunan, ketiga pasangan calon dinilai tidak paham dengan berbagai kasus agraria dan perusakan situs yang menimpa Masyarakat Adat. Padahal, sebutnya, AMAN Sulawesi Utara mencatat ada kasus perampasan ruang hidup di Kelelondey yang sampai hari ini tidak jelas penyelesaiannya.

Kharisma juga menyebut ada kasus perusakan situs akibat pembangunan jalan tol yang mengakibatkan ratusan makam leluhur Minahasa atau Waruga dirusak. Tak hanya itu, lanjutnya, pembangunan yang masuk dalam skema Proyek Strategis Nasional (PSN) juga berhasil menggusur tanah adat Kinangkoan.  

“Semua persoalan ini terjadi karena para pejabat pengambil kebijakan tidak pernah melibatkan Masyarakat Adat dalam proses pengambilan keputusan,” kata Kharisma dengan nada geram.

Padahal, imbuhnya, pelibatan Masyarakat Adat dalam pengambilan keputusan pembangunan akan meminimalisir potensi konflik agraria.

Kharisma juga menyayangkan dalam visi-misi dan program yang dipaparkan oleh pasangan calon tidak ada yang secara konkrit mendorong pembentukan produk Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Masyarakat Adat. Pasangan calon hanya berbicara tentang Perda Pemajuan Kebudayaan yang akan diundangkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

“Padahal, kebudayaan akan bermartabat jika hak-hak Masyarakat Adat itu diakui dan dilindungi,” tegasnya sembari menerangkan bahwa persoalan Masyarakat Adat bukan hanya soal kebudayaan, melainkan juga didalamnya ada masalah hukum, sosial, politik dan ekonomi.

Sosialisasi Pilkada di Sulawesi Utara. Dokumentasi AMAN 

Sosialisasi Pilkada

Sebelum debat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bekerjasama dengan AMAN Sulawesi Utara menggelar sosialisasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Bitung pada Senin, 21 Oktober 2024. Kegiatan dibuka dengan doa oleh Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), penghayat kepercayaan lokal di Sulawesi Utara.

Beberapa tokoh Masyarakat Adat, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Waraney Wuaya, Tou lour Waya, serta Waraney Wulan Wuaya Pinaesaan Ne Siow Sanggar Seni Budaya Manguni hadir dalam kegiatan sosialisasi ini.

Ketua Pelaksana Harian Wilayah AMAN Sulawesi Utara Kharisma Kurama berharap melalui sosialisasi ini warga akan lebih paham dan mengerti setiap problem yang dialami Masyarakat Adat di daerah.

Dewan AMAN Wilayah (DAMANWIL) Rikson Karundeng juga menyatakan hal yang sama bahwa kegiatan sosialisasi ini melibatkan Masyarakat Adat agar penyampaiannya sampai ke masyarakat sehingga Pilkada dapat terlaksana dengan baik.

Sementara, Nadine Sulu selaku aktivis perempuan Sulawesi Utara menambahkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada diharapkan mampu mewujudkan kedaulatan masyarakat, menjamin legitimasi pemerintah, mendorong akuntabilitas pemimpin terpilih, menghindari politik uang dengan manipulasi, memperkuat demokrasi lokal, menciptakan pemimpin berintegritas.

“Jadi, partisipasi masyarakat dalam Pilkada terutama Masyarakat Adat sangat penting. Tanpa partisipasi masyarakat, Pilkada tidak berarti apa-apa,” tandasnya.

***

Penulis Imanuel Kaloh adalah Jurnalis Masyarakat Adat di Sulawesi Utara

Writer : Imanuel Kaloh dan Kharisma David Kurama | Sulawesi Utara
Tag : Debat Pemilihan Gubernur Sulawesi Utara Angkat Isu Masyarakat Adat