Oleh : Maruli Simanjuntak

Permasalahan konflik lahan Masyarakat Adat dengan perusahaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) menjadi topik yang hangat dibahas dalam debat pasangan calon Bupati Toba, Sumatera Utara pada Senin, 18 November 2024.

Tiga pasangan calon Bupati Toba Poltak-Anugerah, Robinson-Tonny, Efendi-Murphy menaruh perhatian serius terhadap permasalahan konflik lahan ini. Ketiganya memaparkan strategi untuk menyelesaikan persoalan yang telah lama menjadi keluhan Masyarakat Adat di kawasan Danau Toba.

Konflik lahan adat di Kabupaten Toba telah berlangsung sejak lama hingga kini belum selesai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di tahun 2022 telah membentuk tim verifikasi hutan adat dan melakukan kunjungan lapangan. Dari tujuh komunitas Masyarakat Adat yang diverifikasi, dua diantaranya dinyatakan layak untuk mendapatkan pengakuan hutan adat.

Namun, pengakuan itu terhambat karena Kepala Daerah saat itu tidak menerbitkan SK Pengakuan Masyarakat  Adat. Akibatnya, KLHK hanya dapat memberikan SK Pencadangan Hutan Adat, tanpa pengakuan penuh terhadap Masyarakat Adat sebagai pemiliknya.

Strategi Calon Bupati Mengatasi Konflik

Berdasarkan data AMAN Tano Batak dan KSPPM Parapat,  ada 10 kasus konflik lahan adat terjadi di Kabupaten Toba selama lima tahun terakhir. Konflik tersebut mencakup sengketa atas 10.000 hektare wilayah adat, persoalan hak tanah, pelestarian lingkungan serta pengakuan hak-hak Masyarakat Adat yang belum diakomodasi.

Pasangan calon Bupati Efendi-Murphy menegaskan komitmen mereka untuk mengatasi konflik ini melalui pendekatan hukum yang berpedoman pada Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 dan Perda Nomor 01 Tahun 2020. Mereka merinci langkah-langkah konkret seperti identifikasi, verifikasi, hingga penetapan Masyarakat Adat.

Menurut Efendi, sejauh ini kehadiran pemerintah sangat minim untuk menyelesaikan konflik Masyarakat Adat dengan TPL ini. Ia berjanji jika terpilih menjadi Bupati Toba akan menyelesaikan konflik tersebut dengan mengedepankan musyawarah mufakat.

“Jika terpilih, kami akan duduk bersama Masyarakat Adat dan para pemangku kepentingan untuk mencari solusi terbaik mengatasi konflik ini," ujar Efendi.

Ia mengkritik petahana yang dianggap tidak berhasil menyelesaikan permasalahan konflik ini secara tuntas. Dikatakannya, jika anak buah tidak mampu menyelesaikan tugasnya, maka tanggung jawab ada di tangan pimpinan.

“Jangan biarkan Masyarakat Adat terus menderita dengan permasalahan ini, pimpinan harus bertanggungjawab," tegasnya.

Menanggapi hal ini, pasangan petahana Poltak-Anugerah mengklaim telah memulai upaya pengakuan terhadap Masyarakat Adat sejak tahun 2022. Namun, akunya, hingga kini belum ada Masyarakat Adat yang memenuhi kriteria berdasarkan hasil identifikasi dan verifikasi. Poltak berjanji akan melanjutkan upaya ini dengan langkah yang lebih konkret jika terpilih kembali menjadi Bupati Toba.

Sementara, pasangan Robinson-Tonny menawarkan pendekatan berbasis akademis untuk menyelesaikan konflik Masyarakat Adat dengan TPL.

"Kami akan melakukan kajian mendalam untuk memastikan penyelesaian konflik ini berjalan dengan tepat," ujar Robinson sembari menekankan pentingnya solusi berbasis data yang komprehensif dalam menyelesaikan konflik ini.

Harapan Masyarakat Adat

Ketua Pelaksana Harian Daerah AMAN Toba, Karto Pardosi memberi apresiasi atas perhatian  para calon Bupati Toba terhadap permasalahan yang dihadapi Masyarakat Adat saat ini. Karto berharap siapa pun nantinya pasangan calon Bupati Toba yang terpilih tidak ingkar terhadap janjinya untuk segera merealisasikan programnya dalam menyelesaikan konflik.

"Itu harapan kami, kiranya para calon Bupati tidak sekadar menebar janji politik," ujarnya.

Hal senada disampaikan Rocky Pasaribu dari KSPPM. "Debat ini memberikan harapan baru bagi Masyarakat Adat di Toba. Kami akan mengawal janji-janji mereka," tukasnya.

Ketua Dewan AMAN Wilayah Tano Batak, Roganda Simanjuntak juga menilai debat ini merupakan langkah awal yang baik. Namun, Roganda menegaskan bahwa penyelesaian konflik atas tanah adat membutuhkan sosok pemimpin daerah yang berpihak dan memiliki kemauan politik yang kuat.

"Permasalahan konflik lahan adat di Toba tidak hanya soal regulasi, tetapi juga keberpihakan dan keberanian eksekutif daerah untuk menerapkan kebijakan yang melindungi Masyarakat Adat,” tegasnya.

Roganda mengingatkan Masyarakat Adat jangan terbuai dengan janji-janji para calon Bupati, sebelum dibuktikan dalam wujud konkrit. Ia menekankan pengakuan hak adat adalah bagian penting dari janji yang perlu dibuktikan oleh para calon Bupati jika terpilih nanti.

“Ini kuncinya, siapa pun yang terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Toba harus menyelesaikan konflik ini,” tandasnya.

Selain itu, Roganda juga berharap kepada pasangan Bupati yang terpilih nanti untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat. Kemudian, kepastian hukum atas hak wilayah adat juga harus ditegakkan untuk membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan.

“Harapan ini sudah lama dinantikan oleh Masyarakat Adat, kiranya bisa diwujudkan oleh pasangan calon Bupati Toba terpilih nanti,” kata Roganda penuh harap.

***

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Tano Batak, Sumatera Utara

Writer : Maruli Simanjuntak | Tano Batak Sumatera Utara
Tag : Debat Pilkada Toba Konflik Lahan Masyarakat Adat Toba Pulp Lestari Menjadi Perhatian