Oleh :  Shinta Aprillia dan Sepriandi

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama koalisi kawal RUU Masyarakat Adat menanti keberpihakan DPR dan Pemerintah untuk bertindak nyata mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

Koalisi menyakini pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang telah lama dinanti ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi Masyarakat Adat di Indonesia.

Direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Besar AMAN Muhammad Arman mengatakan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat ini sangat penting untuk memastikan investasi yang dilakukan di lahan-lahan milik Masyarakat Adat berlangsung sesuai aturan dan tidak mengabaikan prinsip keadilan. Sebab, kata Arman, hampir 75 persen wilayah Masyarakat Adat diklaim sebagai kawasan hutan oleh pemerintah. Kemudian, tanah yang diklaim tersebut akhirnya digunakan oleh perusahaan.

Arman menegaskan bagi Masyarakat Adat kehilangan tanah itu adalah cultural genocide. Wilayah adat adalah ibu bagi Masyarakat Adat. Dikatakannya, Masyarakat Adat tidak anti dengan pembangunan dan investasi. Namun, proses pembangunan yang dilakukan harus bisa dirasakan oleh semua pihak secara adil. Untuk itu, imbuhnya, DPR dan Pemerintah perlu segera mensahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.

“Dengan adanya Undang-Undang Masyarakat Adat ini, kita ingin memastikan perampasan wilayah adat, kriminalisasi diakhiri. Dengan begitu, Masyarakat Adat bisa mendapatkan keadilan dan kesejahteraannya,” kata Arman dalam acara media briefing di Kedai Tjikini Jakarta pada Selasa, 17 Desember 2024.

Arman menuturkan berdasarkan data AMAN, ada 2.596 komunitas Masyarakat Adat di Indonesia yang terus berkonflik hingga kini dengan perusahaan. Komunitas Masyarakat Adat yang berkonflik tersebut rentan terhadap kriminalisasi dan terancam punah.

Menilik dari berbagai kasus yang terjadi di komunitas Masyarakat Adat ini, Arman menyebut sudah waktunya dibentuk satu institusi khusus dibawah Presiden yang mengatur tentang Masyarakat Adat. Sebab, kata Arman, negara dan Masyarakat Adat tidak dapat dipisahkan, baik secara history maupun berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

PPMAN Tangani 35 Kasus

Ermelina Singereta dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) yang turut hadir dalam media briefing menyoroti kasus perempuan adat yang dikriminalisasi. Ermelina menyatakan hal ini terjadi karena setiap terjadi konflik di Masyarakat Adat, yang menjadi garda terdepan itu adalah perempuan adat.  

"Perempuan adat rentan sekali dikriminalisasi, belum lagi potensi ancaman lainnya seperti pelecehan dan lainnya," sebutnya.

Ermelina mengungkap berdasarkan data PPMAN, ada 35 kasus yang terjadi di komunitas Masyarakat Adat dalam kurun satu tahun terakhir sejak Januari hingga Desember 2024. Kasus terbanyak terjadi di Region Sumatera ada 12 kasus, disusul Bali Nusra 4 kasus pidana dan 1 kasus perdata.

“Dari 35 kasus tersebut, kita mencatat ada 5 kasus kriminalisasi perempuan adat. Salah satunya di Tano Batak, Region Sumatera," kata Ermelina.

Hal senada disampaikan Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Hero Aprila tentang  kasus kriminalisasi pemuda adat. Ia mencatat ada lima kasus kriminalisasi pemuda adat terjadi di Bengkulu, Tano Batak dan Sinjai. Hero mengatakan kasus kriminalisasi ini terjadi akibat ketiadaan Undang-Undang Masyarakat Adat. Menurutnya, Undang-Undang Masyarakat Adat menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh Masyarakat Adat, termasuk pemuda adat selama ini. 

“Undang-Undang Masyarakat Adat jika disahkan dapat menjawab persoalan yang selama ini dialami Masyarakat Adat, termasuk pemuda adat,” kata Hero.

Tanggungjawab Negara Sahkan Undang-Undang Masyarakat Adat

Veny Siregar dari Kaoem Telapak yang turut menjadi narasumber dalam media briefing menyatakan Masyarakat Adat hingga hari ini statusnya menjadi salah satu bagian dari masyarakat yang tidak memiliki kepastian hukum. Padahal, harusnya negara memberikan keadilan, keamanan bagi Masyarakat Adat.

Untuk itu, Veny mendesak DPR dan pemerintah segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat sebagai bentuk tanggungjawab negara melindungi rakyatnya. Sebab, sudah terlalu lama RUU Masyarakat Adat ini mangkrak di DPR. Dikatakannya, RUU Masyarakat Adat sudah diajukan sejak tahun 2009 atau sudah tiga kali ganti Presiden. Oleh karenanya, RUU ini sudah seharusnya disahkan menjadi Undang-undang.

“Undang-Undang Masyarakat Adat harus segera disahkan karena terlalu lama mangkrak di DPR. Ini tanggungjawab negara dalam memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat,” tegasnya.

***

Penulis adalah volunteer Infokom PB AMAN dan Jurnalis Masyarakat Adat dari Bengkulu

Writer : Shinta Aprillia dan Sepriandi | Bengkulu
Tag : DPR dan Pemerintah Didesak Sahkan Undang-Undang  Masyarakat Adat